Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Menkes Ungkap Penyebab Perundungan Terjadi di Lingkungan Dokter PPDS

Budi mengatakan peserta PPDS dianggap sebagai murid sehingga tidak disorot haknya. Namun di negara lain, peserta PPDS dianggap tenaga kontrak

29 April 2025 | 14.12 WIB

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin memberikan keterangan pers kasus pemerkosaan Dokter PPDS UNPAD di RSHS Bandung di Jakarta, 21 April 2025. Tempo/Ilham Balindra
Perbesar
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin memberikan keterangan pers kasus pemerkosaan Dokter PPDS UNPAD di RSHS Bandung di Jakarta, 21 April 2025. Tempo/Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan mengapa perundungan atau bullying marak terjadi di sistem pendidikan dokter spesialis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Budi mengatakan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dianggap sebagai murid sehingga tidak disorot haknya. Di negara lain, kata Budi, mahasiswa dokter spesialis justru dianggap pekerja kontrak sehingga diatur jam kerjanya tidak boleh 80 jam per minggu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di samping itu, ada fenomena senior yang menentukan jadwal dan pengajaran mahasiswa PPDS dan bukan gurunya karena terlalu sibuk. Gurunya sibuk berpraktik sehingga kewajiban pengajaran diserahkan kepada senior. 

“Gurunya tidak bisa ngajar, akhirnya dikasih ke senior. Jadi yang ngajar di kita itu senior yang bukan gurunya. Senior yang mengajar itu ya yang bullying itu karena gurunya tidak bisa mengawasi,“ ujar Budi saat rapat dengan Komisi IX DPR RI, Jakarta, 29 April 2025.

Menteri Kesehatan juga mengatakan penyebab sulitnya Indonesia lambat menciptakan dokter spesialis karena Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Indonesia berbeda dari negara lain. 

Budi mengatakan salah satu masalah mengapa produksi dokter spesialis lambat karena PPDS di Indonesia adalah pendidikan akademik. Sedangkan di semua negara pendidikan dokter spesialis adalah pendidikan profesi.  

“Itu yang membuat jadi prosesnya berbeda dan kecepatan produksinya jauh berbeda,” kata Budi.

Budi membandingkan sistem pendidikan dokter spesialis di Inggris dengan Indonesia. Inggris, kata Budi, bisa memproduksi 6.000 dokter spesialis per tahun dengan populasi seperlima dibandingkan Indonesia. Sedangkan Indonesia hanya memproduksi 2.700 dokter spesialis per tahun atau hanya sepertiga dari Inggris dengan populasi lima kali lebih besar, 

“Setelah kita banding-bandingkan, semua negara kalau kita mau jadi dokter spesialis, itu bekerja tetap di rumah sakit dan ditingkatkan kompetensinya,” ucap Budi. 

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus