Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Korban meninggal akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan bertambah satu. Korban tersebut tercatat bernama Andi Setiawan, 33 tahun, warga Jalan Kolonel Sugiono, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.
Andi mendapat perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Saiful Anwar sejak 2 Oktober 2022. Ia menderita memar pada paru-paru serta patah tulang iga dan paha kanan. Kemarin siang, kesadarannya makin menurun. "Kami sudah coba perbaiki, tapi terakhir pukul 13.20 kami nyatakan meninggal," kata Direktur RSUD Saiful Anwar, dr Kohar Hari Santoso, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota tim dokter anestesi dan ICU RSUD Saiful Anwar Malang, dr Eko Nofiyanto, menjelaskan, ketika datang ke rumah sakit, kondisi Andi sudah kritis. Ia dibawa ke ruang ICU dan harus mendapat bantuan alat pernapasan. “Selama 16 hari perawatan, kondisinya tidak stabil sehingga tidak memungkinkan untuk tindakan operasi,” kata Eko. “Penyebab kematian ada multi-trauma yang dialami."
Kericuhan di Stadion Kanjuruhan pecah pada 1 Oktober 2022 setelah pertandingan klub Arema FC versus Persebaya Surabaya berakhir. Polisi awalnya menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan. Namun belakangan tembakan juga diarahkan ke tribun sehingga penonton menjadi panik. Ribuan penonton berebut keluar secara bersamaan. Saat itulah jatuh korban.
Menurut data terakhir yang dicatat Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Malang, terdapat 754 korban, yang terdiri atas luka ringan 596 orang, luka berat 26 orang, dan meninggal 132 orang. Jika ditambah dengan Andi Setiawan, jumlah korban meninggal saat ini menjadi 133 orang.
Polisi masih menelusuri penyebab tragedi Kanjuruhan ini. Adapun enam orang telah ditetapkan menjadi tersangka, yaitu Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB), Ahmad Hadian Lukita; ketua panitia pelaksana pertandingan Arema FC, Abdul Haris; security steward Suko Sutrisno; Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Malang, Komisaris Wahyu Setyo Pranoto; Kepala Satuan Samapta Polres Malang, Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi; dan Komandan Kompi Brimob Kepolisian Daerah Jawa Timur, Ajun Komisaris Hasdarman. Mereka dijerat menggunakan Pasal 359 dan 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang kelalaian yang mengakibatkan orang meninggal.
Kemarin, penyidik telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan dan Wakil Ketua Umum PSSI Iwan Budianto. Namun pemeriksaan dibatalkan karena dua petinggi itu tidak bisa hadir. “Ada surat permohonan dari Sekjen PSSI untuk penundaan pemeriksaan," kata Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur, Komisaris Besar Dirmanto.
Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan (kiri) berbincang dengan Presiden Induk Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Gianni Infantino di kantor PSSI di Jakarta, 18 Oktober 2022. ANTARA/M. Risyal Hidayat
Menurut Dirmanto, penyidik juga telah mengagendakan untuk menggelar reka ulang di Stadion Kanjuruhan pada 20 Oktober mendatang. Reka ulang ini rencananya diikuti para tersangka dan saksi-saksi.
Berdasarkan laporan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), insiden yang terjadi di Stadion Kanjuruhan melibatkan banyak pihak. Mereka, antara lain, adalah PSSI, PT LIB, panitia pelaksana Arema FC, Polda Jawa Timur, dan Polres Malang. Setiap pihak memiliki andil dan tanggung jawab berbeda, dari penggunaan gas air mata, pemaksaan pertandingan pada malam hari, jumlah penonton yang melebihi kapasitas, hingga kelayakan stadion.
Ihwal penggunaan gas air mata, dalam dokumen TGIPF disebutkan bahwa Polres Malang sebenarnya tidak membekali pasukan pengamanan dengan amunisi tersebut. Dalam rapat rencana pengamanan yang dihadiri pejabat Polres Malang dan Batalion Zipur 5 Kepanjen pada 15 September lalu, juga tidak disebutkan ada penggunaan gas air mata. Namun, faktanya, pasukan Korps Brigade Mobil dari Polda Jawa Timur dan Samapta Bhayangkara Polres Malang membawa gas air mata.
Dokumen itu juga mengungkap bahwa PSSI tidak pernah mensosialisasi aturan Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) ihwal larangan penggunaan gas air mata di stadion. "Sehingga banyak polisi yang tidak tahu regulasi FIFA dan bertindak berdasarkan diskresi kepolisian," demikian bunyi dokumen tersebut.
TGIPF juga menyinggung tanggung jawab PSSI dalam memberikan rekomendasi kelayakan Stadion Kanjuruhan. Padahal, secara infrastruktur, diketahui bahwa Stadion Kanjuruhan tidak mampu menyelenggarakan pertandingan dengan kategori risiko tinggi. Tapi PSSI tetap menyetujui penggunaan stadion itu untuk pertandingan Liga 1. “Stadion Kanjuruhan tetap digunakan untuk penyelenggaraan pertandingan,” demikian TGIPF menulis.
Laporan TGIPF menyebutkan ada keengganan PSSI untuk bertanggung jawab terhadap berbagai insiden dalam penyelenggaraan pertandingan tersebut. Hal itu tecermin dalam regulasi keselamatan dan keamanan PSSI 2021. Di situ disebutkan bahwa setiap insiden yang terjadi selama pertandingan sepenuhnya menjadi tanggung jawab panitia pertandingan.
Temuan-temuan itu menjadi dasar TGIPF merekomendasikan para pengurus PSSI untuk mengundurkan diri. "Secara normatif, pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI. Namun, dalam negara yang memiliki dasar moral dan etik serta budaya adiluhung, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral," demikian rekomendasi TGIPF.
Tersangka kasus tragedi Kanjuruhan dan ketua panitia pelaksana pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya, Abdul Haris, tiba untuk mengikuti olah tempat kejadian perkara (TKP) di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 13 Oktober 2022. ANTARA/Purnomo
Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Andi Rezaldy, berharap tidak ada impunitas hukum bagi para pelaku yang terlibat dalam tragedi Kanjuruhan. Semua yang terlibat harus dimintai pertanggungjawaban, termasuk dari pihak Polri ataupun TNI. "Jangan hanya menyentuh aktor lapangan, tapi juga harus mampu menyentuh aktor dengan level posisi tertinggi," tuturnya.
Anggota Komite Eksekutif PSSI, Vivin Cahyani Sungkono, mengatakan PSSI akan menindaklanjuti rekomendasi dari TGIPF setelah menerima hasil evaluasi dari Gugus Tugas Transformasi Sepak Bola Indonesia tentang tragedi Kanjuruhan di Malang. "Kami menunggu evaluasi dari task force," ujar Vivin.
Gugus tugas itu beranggotakan perwakilan dari FIFA, AFC, PSSI, beberapa kementerian, dan Polri. Jika sesuai dengan alur waktu yang sudah disepakati, gugus tugas itu akan menggelar rapat perdana pada 21 Oktober mendatang.
DEWI NURITA | ANT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo