Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kubu Ridwan Kamil-Suswono Persoalkan Distribusi Formulir C6, Ini Kata Bawaslu

Bawaslu menyatakan C6 hanya berfungsi sebagai pemberitahuan dan alat bantu untuk mempermudah identifikasi pemilih di TPS.

9 Desember 2024 | 16.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anggota Bawaslu RI Puadi. (ANTARA/HO-Humas Bawaslu RI)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANGGOTA Bawaslu RI Puadi menegaskan surat undangan memilih atau formulir C6 bukanlah syarat mutlak bagi warga negara untuk memberikan suara dalam Pilkada 2024. Dia mengatakan C6 hanya berfungsi sebagai pemberitahuan dan alat bantu untuk mempermudah identifikasi pemilih di Tempat Pemungutan Suara.

“Namun syarat utama untuk memilih adalah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap di TPS terkait dan membawa KTP elektronik (e-KTP) atau dokumen identitas resmi lainnya,” kata Puadi di Jakarta pada Ahad, 8 Desember 2024, seperti dikutip dari Antara.

Sehingga, kata dia, pemilih yang tidak menerima atau kehilangan C6 tetap memiliki hak memilih selama mereka memenuhi beberapa ketentuan. Pertama, nama mereka harus tercantum dalam DPT. Kedua, mereka harus membawa e-KTP atau dokumen identitas lain yang sesuai dengan alamat TPS tempat mereka terdaftar.

“Bagi pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT tetapi ingin menggunakan hak pilih, mereka dapat menggunakan e-KTP dan mencoblos pada waktu tertentu, biasanya antara pukul 12.00 hingga 13.00 waktu setempat, sesuai peraturan yang berlaku,” tutur Puadi.

Senada dengan Puadi, Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menegaskan C6 bukan merupakan syarat utama untuk memilih dalam Pemilu. Menurutnya, C6 hanya bersifat sebagai undangan, bukan penentu hak pilih.

Dia mengatakan undangan C6 berfungsi sebagai pemberitahuan bagi pemilih yang telah terdaftar, baik di DPT maupun DPTb. Namun pemilih yang tidak menerima C6 tetap dapat menggunakan hak pilihnya selama memiliki KTP yang sesuai dengan domisili di TPS.

Mengenai laporan dari tim pemenangan pasangan nomor urut 1 Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), soal dugaan pelanggaran distribusi C6, Kaka menegaskan hal ini harus dibuktikan lebih lanjut.

“Jika masalahnya hanya terkait undangan, ini tidak serta-merta bisa dikaitkan dengan pelanggaran. Kita tunggu saja proses dari Bawaslu yang memiliki kewenangan untuk menilai laporan tersebut,” kata Kaka.

Kaka menyebutkan KIPP memantau proses di seluruh kecamatan di Jakarta, termasuk di tingkat kabupaten/kota, dan melihat pelanggaran terkait C6 tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil pemilu.

Tim Hukum Ridwan Kamil Laporkan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Anggota KPU DKI dan Jaktim ke DKPP

Jajaran tim hukum pasangan calon Ridwan Kamil-Suswono melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pemilu kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Mereka mendatangi langsung kantor DKPP pada Kamis pagi, 5 Desember 2024.

Anggota tim hukum RIDO, Muslim Jaya Butarbutar, mengatakan pihaknya melaporkan 12 orang, terdiri dari 7 dari KPU DKI Jakarta mulai dari Ketua hingga anggota serta 5 orang dari KPUD Jakarta Timur ke DKPP.

“Yang kami laporkan ke DKPP adalah seluruh penyelenggara pemilu di Jakarta terutama DKI Jakarta, ketua dan anggotanya, berikutnya dari KPUD Jakarta Timur,” kata dia usai membuat laporan di Kantor DKPP, Jakarta Pusat.

Alasan tim hukum melaporkan 12 orang dari KPU DKI Jakarta dan KPUD Jakarta Timur ke DKPP karena dugaan ketidakprofesionalan sebagai penyelenggara pemilu. “Dugaannya jelas profesionalitas dalam penyelenggaraan pemilu,” kata Muslim. 

Akibat dugaan ketidakprofesionalan itu, menurut Muslim, sebanyak 1,4 juta masyarakat di Jakarta Timur tidak mendapatkan surat pemberitahuan atau C6 untuk menggunakan hak pilihnya di TPS pada 27 November lalu. “Nah kalau mereka tidak mendapatkan C6 pemberitahuan, bagaimana mereka bisa memilih?” ujarnya.

Muslim juga mengklaim sebanyak 1,4 juta penduduk di Jakarta Timur yang tidak bisa memilih merupakan pemilih pasangan RIDO. “Luar biasa, ini 1,4 juta itu pemilih Rido ada di situ,” kata dia.

Tim Hukum RIDO juga menduga KPU DKI Jakarta dan KPUD Jakarta Timur melanggar kode etik karena tidak mendistribusikan pemberitahuan C6 secara merata. 

“Bahwa penyelenggara pemilu harus menjamin pelayanan yang baik kepada pemilih. Salah satunya harus mengontrol pendistribusian C6 berjalan di masyarakat,” kata dia.

Muslim berharap agar DKPP bisa memberi keputusan sesuai dengan bukti-bukti yang dibawa oleh tim hukum RIDO berkaitan dengan tidak meratanya pendistribusian C6. “Kalau nanti terbukti melakukan pelanggaran kode etik ada aturannya, mulai dari peringatan ringan sampai pemberhentian sebagai penyelenggara pemilu,” ujarnya.

Meski demikian, Muslim maupun jajaran tim hukum RIDO tetap menunggu dan menyerahkan seluruh keputusan dari DKPP. “Kasus ini kita serahkan ke DKPP ya. Biar DKPP yang memutuskan,” kata dia.

Pilkada Jakarta 2024 diikuti oleh tiga pasangan calon, yaitu Ridwan Kamil-Suswono dengan nomor urut 1, Dharma Pongrekun-Kun Wardana dari jalur independen dengan nomor urut 2, dan Pramono Anung-Rano Karno dengan nomor urut 3.

Advist Khoirunikmah dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Pesan Ketua DPD Gerindra kepada Calon Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus