Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kumon, matematika kepala kucing

Lembaga pendidikan kumon jepang menawarkan metode belajar matematika dengan mudah. metode kumon menekankan kemampuan penghitungan. sudah beredar di 17 negara. tapi di jepang metode ini ditolak.

30 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK orangtua sulit memahami pelajaran matematika yang diajarkan di SD saat ini. Bahkan, tak jarang, bapak-ibu itu kesal bila anaknya mendapat kesulitan mengerjakan PR. Jepang mencoba memberikan jalan keluar. Kumon ditawarkan sebagai resepnya. Kebetulan, Senin pekan lalu, Akio Nakajima, Direktur Lembaga Pendidikan Kumon Jepang, datang ke Indonesia. Lembaga yang menawarkan metode belajar matematika dengan mudah itu mengadakan negosiasi dengan Liem Group, kelompok perusahaan milik Sudono Salim. Akio menjajaki kemungkinan kerja sama dengan Om Liem untuk menyebarluaskan metode Kumon di Indonesia. Namun, kedua pihak konon belum mencapai kata se- pakat. Kumon adalah cara baru untuk belajar matematika secara lebih mudah dan menyenangkan murid. Sistem Kumon membawa siswa bi- sa meningkatkan kecepatan dan ketepatan dalam penghitungan angka. Prinsipnya, menekankan ilmu berhitung sebelum masuk ke teori matematika. Bukan beranjak dari konsep, seperti himpunan atau bilangan prima, yang dipilih Indonesia. Anak dilatih untuk mengerjakan soal-soal sesuai dengan kemampuannya. Metode Kumon dipecah menjadi 24 tingkatan, dari 5A untuk prasekolah sampai tingkat T bagi universitas. Pada tahap awal, anak-anak prasekolah itu hanya dilatih menarik garis dari angka 1 sampai 4 di atas gambar kepala kucing. Setelah selesai mengenal angka 1 sampai 10, anak mulai diajar soal yang lebih rumit seperti penambahan, persamaan aljabar dengan satu variabel, dua variabel, dan seterusnya sampai tingkat paling tinggi yakni menyangkut fungsi-fungsi integral dan trigonometri. "Semua materi dilakukan secara berulang-ulang, sampai siswa bisa memahami satu persoalan," kata Akio Nakajima. Anak-anak memang dipacu bisa menyelesaikan soalsoal dan menyukai matematika. Tiap tingkatan -- dengan rata-rata 200 lembar soal -- harus diselesaikan dengan sempurna alias mendapat nilai 100. Kalau tak berhasil, si anak tak bisa naik tingkat. Di Negeri Sakura, menurut Akio, metode itu sangat cocok. "Di Jepang, saat ini pendidikan sangat menekankan pendekatan individual. Kumon menerapkan pendekatan tersebut," kata Akio, yang pernah menjadi pejabat tinggi kementerian pendi- dikan Jepang, kepada TEMPO. Seseorang diukur bukan lagi dengan umur, tapi berdasarkan kemampuannya. Untuk itu pula, sebelum seorang murid mengikuti program Kumon diharuskan mengikuti tes diagnosa guna memantau kemampuannya. Seorang siswa Kumon biasanya lebih unggul dibandingkan dengan rata-rata temannya. Lihat saja murid di salah satu SD Tagara, Tokyo Jepang. Shinya Yoshida, 10 tahun, murid kelas IV, dan teman-temannya, setelah mengucapkan konnichiwa (selamat sore) kepada gurunya, langsung duduk di lantai menghadap bangku panjang setinggi 30 cm. Guru langsung membagi empat lembar tes matematika mengenai penghitungan penambahan pecahan seperti 1/6 + 8/15 = .... Tiap lembar, yang terdiri dari beberapa soal, harus diselesaikan dalam waktu 4-6 menit. Shinya dan teman-temannya dengan cepat bisa menyelesaikannya. Semua soal dijawab dengan cepat -- kurang dari 20 menit -- dan benar. Padahal, soal-soal itu di SD biasa Jepang baru diajarkan di kelas V. Metode Kumon ditemukan oleh seorang guru matematika SMA, Toru Kumon, pada 1954. Sistem ini dilahirkan, pada mulanya, untuk mengajar matematika anaknya sen-diri, Takeshi Kumon, yang ketika itu duduk di kelas II SD. Takeshi, yang semula cuma mampu menjawab penghitungan penambahan satuan dan puluhan, digembleng ayahnya dengan rumus-rumus matematika ramuannya sendiri. Hasilnya luar biasa. Ketika naik ke kelas VI, ia sudah mampu menghitung dengan rumus diferensial, in- tegral, dan kalkulus yang biasanya baru dipelajari di kelas II SMA. Pengalaman itu membuat Toru Kumon kemudian berhenti sebagai guru SMA. Lulusan jurusan matematika Universitas Osaka Jepang itu kemudian menekuni metode temuannya. Tahun 1958, ia mendirikan Kumon Institute of Education (KEI). Betapa suksesnya sistem Kumon dapat dilihat dari jumlah siswanya. Menurut Kenichi Sekimoto, asisten manajer atau bagian humas Kumon di Jepang, kini ada 17.000 kelas Kumon dengan 820 ribu siswa. Di luar Jepang, sedikitnya sudah ada 130 ribu siswa di 50 kota besar dari 17 negara, antara lain AS, Kanada, Aus- tralia, dan Jerman Barat . Biaya untuk tiap siswa SD Kumon di Jepang 5.000 yen. Siswa SMP ke atas dipungut 6.000 yen. Belajar hanya dua kali seminggu, di luar jam sekolah. "Bila seorang murid kelas 3 SD berhasil menguasai matematika yang seharusnya diajarkan di kelas 5 SD, dia akan lebih bersemangat belajar matemati- ka," kata Hiroko Kuramoto, pengelola salah satu kelas Kumon di Tokyo. Karena keunggulannya, Kumon mulai digemari pula oleh anak-anak AS. Sejak 1988, Kumon mulai diperkenalkan di SD Suminton Alabama, AS, sebagai kurikulum resmi. Kini, sudah ada 126 SD atau sekitar 15.000 pelajar di AS yang belajar matematika di kelas dengan metode Kumon. Setiap siswa diharuskan membayar tambahan US$ 5 per bulan. Anehnya, sampai sekarang, di Jepang sendiri belum ada SD atau SMP yang berminat memakai Kumon sebagai kurikulum resmi. Pihak kementerian pendidikan Jepang -- Monbusho -- nampaknya tak tertarik pada sistem itu. "Kumon menitik- beratkan pada kemampuan penghitungan. Padahal, berhitung bukan segala-galanya," kata seorang pejabat Monbusho. Namun, ada pula yang mengkritiknya. Kumon dianggap cuma membekali siswa bisa lulus. "Kumon hanya menitikberatkan pada kecepatan menghitung," kata Kouroh Kamimura, pemimpin IME (Institute of Mathematic Education), Jepang. Gatot Triyanto dan Liston P. Siregar (Jakarta) dan Seiichi Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus