Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Lain hakim lain pendapat

Terdakwa yang diadili secara in absentia tiba-tiba muncul di pn palembang dan jakarta utara. yang di palembang hanya cukup menghapus kata in absentia. yang di jakarta harus memperbaiki dakwaannya.

30 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESKI sama-sama bertoga hitam dan menangani kasus serupa, ternyata lain hakim lain pendapat. Di Pengadilan Negeri Palembang, Hakim Ketua Soedjatman, yang mengadili kasus dua buron secara in absentia, hanya memerintahkan Jaksa Sokkar Siburian menghilangkan kata in absentia dalam tuntutannya, ketika tersangka tiba-tiba muncul di persidangan. Hingga 21 Juni lalu persidangan telah memeriksa 35 dari 38 saksi yang disidik kejaksaan. Sebaliknya Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Hakim Ketua Nurati mengembalikan dakwaan Jaksa Yusuf Ali, dan minta terdakwa Willy Wanoto dan Charles Jonathan, yang juga tiba-tiba muncul di persidangan, diajukan tanpa embel-embel in absentia. Kedua kasus ini segera jadi ajang perdebatan karena kedua dakwaan untuk persidangan in absentia pada kedua pengadilan itu disusun berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) saksi, sementara terdakwanya tiba-tiba muncul di persidangan. Adakah dakwaan itu sah menurut hukum? Kasus yang diadili Hakim Ketua Soedjatman merupakan ganjaran atas perbuatan terdakwa Suhardi Ali Martadinata dan Eddy pada 1988. Kedua terdakwa, yang memperoleh dispensasi membeli bahan konstruksi secara kredit dari tiga BUMN (PT Dharma Niaga, PT Pantja Niaga, dan PT Mega Eltra), membayar utang mereka dengan giro bilyet tanpa dana melalui Bank Buana Indonesia. Akibat perbuatan itu, ketiga BUMN tersebut rugi sekitar Rp 5 milyar. Tapi, kedua tersangka menghilang dari Palembang sejak Juli 1989. Persidangan pertama Suhardi dan Eddy, 15 Maret lalu, terpaksa ditunda karena majelis hakim minta jaksa berupaya menghadirkan terdakwa. Lalu instansi penuntut umum itu pun memasang iklan di koran dan meminta kedua terdakwa hadir dalam sidang 29 Maret. Ternyata, imbauan itu membuahkan titik-titik terang. Pengacara Umar Hasan, yang membela kedua terdakwa, mengata- kan bahwa kliennya muncul di Palembang pada 29 Maret dini hari. "Mereka mengaku ingin menghadiri sidang setelah membaca iklan itu," kata Umar. Selama ini keduanya bersembunyi di Jakarta dan Bandung. Benar saja. Ketika jaksa hendak membacakan dakwaan in absentia pada 29 Maret, mendadak keduanya muncul di ruang pengadilan. Setelah sidang diundur beberapa menit, hakim, jaksa, dan pembela sepakat menghapus kata in absentia dari dakwaan. Meski Pasal 50 KUHAP menerangkan bahwa tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan dari penyidik, Umar tak keberatan dengan keputusan bersama tersebut. "Klien saya tak rugi," katanya. Hakim Soedjatman menganggap BAP itu tak ada artinya. "Dalam sidang pun kan ada berita acara," ujarnya. Keputusan Soedjatman itu dibela Hakim Agung Yahya Harahap karena sesuai dengan asas peradilan yang cepat dan murah. "Dalam menerapkan hukum, kita jangan terjebak dalam rumusan kaku," kata Yahya. Ia bahkan lebih setuju jika hakim langsung meneruskan sidang tanpa menunggu jaksa menghapus kata in absentia itu. Lain lagi keputusan Hakim Nurati. Ia minta Jaksa Yusuf Ali -- yang menyeret Willy Wanoto dan Charles Jonathan, yang gagal menyelundupkan 156.533 kg rotan dari Tanjungpriok ke Hong Kong pada 12 Juli 1989, dan kemudian kabur ke Hong Kong -- agar memperbaiki dakwaannya karena kedua tersangka muncul di persidangan pada saat kasus mereka disidangkan pada 28 Mei lalu. Alasan pembatalan Hakim Nurati: "Terdakwa belum pernah disidik jaksa." Tapi Hakim Agung Yahya Harahap tak percaya bahwa terdakwa dalam kedua kdsus itu belum diperiksa penyidik. "Masa, sudah ada sidang belum ada penyidikannya," katanya. Pada kedua kasus itu BAP memang ada, tapi hasil pemeriksaan atas saksi, bukan terdakwa. Bersihar Lubis, Effendy Saat (Palembang), dan Sugrahetty D.K. (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus