Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Bujuk-Rayu Orang Dekat Prabowo Agar Keluarga Korban Pelanggaran HAM Menerima Kompensasi

Orang-orang dekat Prabowo Subianto gencar melobi keluarga korban pelanggaran HAM berat. Membuka celah impunitas untuk pelaku.

17 November 2024 | 08.30 WIB

Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar Aksi Kamisan memperingati 26 Tahun Tragedi Mei 1998 di seberang Istana Negara, Jakarta, 16 Mei 2024. Tempo/Subekti
material-symbols:fullscreenPerbesar
Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar Aksi Kamisan memperingati 26 Tahun Tragedi Mei 1998 di seberang Istana Negara, Jakarta, 16 Mei 2024. Tempo/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Orang-orang dekat Prabowo berupaya melobi keluarga korban penculikan dan penghilangan paksa.

  • Keluarga korban ditawari uang Rp 1 miliar dan berbagai fasilitas.

  • Mereka yang menolak tawaran menyiapkan strategi agar mendapatkan keadilan.

UNDANGAN bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto diterima oleh Hardingga Koto pada Senin malam, 4 November 2024. Anggota keluarga korban pelanggaran HAM berat itu ditelepon oleh sahabatnya, Hakim Hamdun. Kepada Hardingga, Hakim mengaku diutus petinggi Partai Gerindra. Ia memberi tahu bahwa Prabowo ingin berdamai dengan keluarga korban penculikan dan penghilangan paksa.

“Saya bertanya, apa tujuannya. Kalau untuk bertemu dengan Presiden Prabowo atau utusannya, saya tidak mau,” kata Hardingga kepada Tempo di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu, 13 November 2024. Dari seberang telepon, Hakim menyampaikan bahwa Gerindra akan memberinya duit Rp 1 miliar.

Hardingga adalah putra Yani Afri, pendukung Megawati Soekarnoputri, yang diculik 27 tahun lalu atau pada 26 April 1997. Sedangkan Hakim anak Dedi Hamdun, yang diculik sebulan sebelumnya. Keduanya sama-sama menjadi anggota Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia atau IKOHI. Hingga Sabtu, 16 November 2024, Hakim tak merespons pesan dan panggilan telepon Tempo.

Ajakan untuk berdamai dengan Prabowo datang bertubi-tubi kepada Hardingga. Awal Agustus 2024, Hakim mengajaknya bertemu di kompleks apartemen Green Pramuka City, Jakarta Pusat. Saat itu Hakim menawarkan duit Rp 300-500 juta dari utusan Prabowo. Hardingga menolak. Seusai pertemuan itu, Hakim menghubunginya lagi dan mengatakan nilai duit yang diberikan naik jadi Rp 1 miliar. 

Hardingga sempat merenung semalam. Laki-laki 32 tahun itu gamang. Hidup sebatang kara, pencipta lagu dan musikus indie itu sering tak punya uang. Rekeningnya lebih sering melompong. Tawaran Hakim membuatnya tergiur. Apalagi ia juga ditawari gula-gula lain, seperti rumah dan studio musik. Namun menerima tawaran itu sama saja berdamai dengan penculik ayahnya.

Prabowo Subianto ditengarai terlibat dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa para aktivis saat ia menjabat Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus. Mantan Menteri Pertahanan itu pernah memimpin Tim Mawar, kelompok kecil beranggotakan 12 personel Kopassus, yang menculik para aktivis era 1997-1998.

Hardingga lalu berkonsultasi dengan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. “Saya menyampaikan bahwa menerima atau tidak, itu haknya,” ujar Usman di kantornya di Jakarta Pusat, Kamis, 14 November 2024. Usman menyayangkan manuver orang-orang Prabowo yang menggembosi perjuangan keluarga korban pelanggaran HAM untuk mendapatkan keadilan.

Sejumlah aktivis HAM di Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) juga diajak berdiskusi. Hardingga lalu memutuskan tak menerima tawaran itu. Sebagai anggota keluarga korban penculikan, ia merasa tak perlu bertemu dan menerima pemberian apa pun dari orang yang diduga menjadi pelaku. “Ayah saya tak bisa ditukar dengan duit miliaran,” ucap Hardingga. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Egi Adyatama berkontribusi dalam tulisan ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul “Gula Pahit Keluarga Korban”

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, ia bergabung dengan Tempo pada 2015. Kini meliput isu politik untuk desk Nasional dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco. Ia meliput kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke beberapa negara, termasuk Indonesia, pada 2024 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus