Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bujuk-Rayu Orang Dekat Prabowo Agar Keluarga Korban Pelanggaran HAM Menerima Kompensasi

Orang-orang dekat Prabowo Subianto gencar melobi keluarga korban pelanggaran HAM berat. Membuka celah impunitas untuk pelaku.

17 November 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Orang-orang dekat Prabowo berupaya melobi keluarga korban penculikan dan penghilangan paksa.

  • Keluarga korban ditawari uang Rp 1 miliar dan berbagai fasilitas.

  • Mereka yang menolak tawaran menyiapkan strategi agar mendapatkan keadilan.

UNDANGAN bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto diterima oleh Hardingga Koto pada Senin malam, 4 November 2024. Anggota keluarga korban pelanggaran HAM berat itu ditelepon oleh sahabatnya, Hakim Hamdun. Kepada Hardingga, Hakim mengaku diutus petinggi Partai Gerindra. Ia memberi tahu bahwa Prabowo ingin berdamai dengan keluarga korban penculikan dan penghilangan paksa.

“Saya bertanya, apa tujuannya. Kalau untuk bertemu dengan Presiden Prabowo atau utusannya, saya tidak mau,” kata Hardingga kepada Tempo di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu, 13 November 2024. Dari seberang telepon, Hakim menyampaikan bahwa Gerindra akan memberinya duit Rp 1 miliar.

Hardingga adalah putra Yani Afri, pendukung Megawati Soekarnoputri, yang diculik 27 tahun lalu atau pada 26 April 1997. Sedangkan Hakim anak Dedi Hamdun, yang diculik sebulan sebelumnya. Keduanya sama-sama menjadi anggota Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia atau IKOHI. Hingga Sabtu, 16 November 2024, Hakim tak merespons pesan dan panggilan telepon Tempo.

Ajakan untuk berdamai dengan Prabowo datang bertubi-tubi kepada Hardingga. Awal Agustus 2024, Hakim mengajaknya bertemu di kompleks apartemen Green Pramuka City, Jakarta Pusat. Saat itu Hakim menawarkan duit Rp 300-500 juta dari utusan Prabowo. Hardingga menolak. Seusai pertemuan itu, Hakim menghubunginya lagi dan mengatakan nilai duit yang diberikan naik jadi Rp 1 miliar. 

Hardingga sempat merenung semalam. Laki-laki 32 tahun itu gamang. Hidup sebatang kara, pencipta lagu dan musikus indie itu sering tak punya uang. Rekeningnya lebih sering melompong. Tawaran Hakim membuatnya tergiur. Apalagi ia juga ditawari gula-gula lain, seperti rumah dan studio musik. Namun menerima tawaran itu sama saja berdamai dengan penculik ayahnya.

Prabowo Subianto ditengarai terlibat dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa para aktivis saat ia menjabat Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus. Mantan Menteri Pertahanan itu pernah memimpin Tim Mawar, kelompok kecil beranggotakan 12 personel Kopassus, yang menculik para aktivis era 1997-1998.

Hardingga lalu berkonsultasi dengan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. “Saya menyampaikan bahwa menerima atau tidak, itu haknya,” ujar Usman di kantornya di Jakarta Pusat, Kamis, 14 November 2024. Usman menyayangkan manuver orang-orang Prabowo yang menggembosi perjuangan keluarga korban pelanggaran HAM untuk mendapatkan keadilan.

Sejumlah aktivis HAM di Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) juga diajak berdiskusi. Hardingga lalu memutuskan tak menerima tawaran itu. Sebagai anggota keluarga korban penculikan, ia merasa tak perlu bertemu dan menerima pemberian apa pun dari orang yang diduga menjadi pelaku. “Ayah saya tak bisa ditukar dengan duit miliaran,” ucap Hardingga. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan keterangan pers soal RUU Pilkada di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2024. Sufmi Dasco Ahmad mengatakan RUU Pilkada batal untuk disahkan dan Pilkada serentak 2024 akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad membantah jika Prabowo disebut mengutus politikus partainya untuk mendekati keluarga korban pelanggaran HAM. Ia pun menyangkal ada upaya memberikan kompensasi untuk mereka. “Saya pastikan tidak benar,” kata Dasco, Jumat, 15 November 2024. 

Hardingga kehilangan ayah ketika usianya lima tahun. Sebelum meninggalkan rumah, Yani Afri memangku Hardingga di sofa merah di ruang tamu rumah petaknya di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Seorang kolega Yani menjemput pendukung Megawati Soekarnoputri itu. Hardingga mengingat betul terakhir kalinya ia memandangi punggung Yani yang menjauh dari pandangannya. 

Bersama para aktivis dan keluarga korban pelanggaran HAM lain, Hardingga terus menagih pengungkapan kasus mereka. Ia sedang mempersiapkan pementasan teater yang bercerita tentang seorang anak yang kehilangan ayahnya. “Meski membuka luka, panggung ini bentuk protes saya kepada pemerintah yang tak pernah serius menuntaskan kasus HAM,” tutur Hardingga.

•••

UPAYA Prabowo Subianto dan orang di sekitarnya mendekati keluarga korban penculikan berjalan sejak Desember 2023. Adik Wiji Thukul, Wahyu Susilo, bercerita, permintaan politikus Partai Gerindra untuk bertemu dengan keluarga korban berlangsung sejak kampanye pemilihan presiden. Wiji Thukul, aktivis dan penyair, hilang pada 1998. Wiji kerap mengkritik rezim Orde Baru. 

Lewat sejumlah utusan, Wahyu dihubungi untuk menghadiri pertemuan dengan para petinggi Gerindra, seperti Ketua Harian Sufmi Dasco Ahmad dan Wakil Ketua Umum Habiburokhman. Wahyu dan keluarga Wiji Thukul menolak pertemuan itu. “Apalagi berjalan saat masa kampanye. Sangat sensitif,” kata Wahyu saat dihubungi pada Rabu, 13 November 2024. 

Setelah terpilih sebagai presiden, Prabowo lewat politikus Gerindra, Habiburokhman dan Mugiyanto Sipin, kini Wakil Menteri HAM, berkomunikasi dengan keluarga korban penculikan dan penghilangan paksa. Pada 4 Agustus 2024, di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, mereka menemui belasan keluarga korban penculikan. Di sana keluarga korban ditawari duit Rp 1 miliar.

Pertemuan tertutup itu diendus sejumlah aktivis HAM. Anak sulung Wiji Thukul, Fitri Nganthi Wani, hadir dalam persamuhan dan tanpa memberi kabar kepada keluarga. Berulang kali dihubungi, nomor telepon Fitri tak aktif. Tiga narasumber yang mengetahui pertemuan di Fairmont menuturkan, para peserta pertemuan dilarang mengaktifkan telepon seluler.

Narasumber yang sama bercerita, semula Prabowo—saat itu masih Menteri Pertahanan—akan hadir di Fairmont sepulang lawatan dari Eropa. Karena informasi soal acara tersebut bocor, para utusan Prabowo mempercepat pertemuan. Wahyu dan sejumlah anggota Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia datang ke Fairmont. “Ketika kami tiba di Fairmont, acara itu sudah bubar,” ucap Wahyu.

Bercerita kepada Wahyu, Fajar Merah, adik Fitri, marah. Ia meminta kakaknya mendatangi makam Dyah Sujriah, ibu mereka, untuk meminta maaf. Fitri Nganthi Wani tak merespons pesan dan panggilan telepon Tempo hingga Sabtu, 16 November 2024.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai pendekatan informal kepada keluarga korban seperti yang dilakukan oleh orang-orang dekat Prabowo membuka celah impunitas terhadap pengusutan pelanggaran HAM berat masa lalu. “Mereka memecah belah korban,” katanya. Upaya menuntut penyelesaian HAM melalui jalur yudisial pun terancam macet. 

Lewat seorang koleganya, Sekretaris Umum IKOHI Zaenal Muttaqien mengungkapkan kekecewaannya kepada Mugiyanto Sipin, mantan ketua lembaga itu. Zaenal menyebutkan orang-orang di lingkaran Prabowo mendekati keluarga korban dengan memanfaatkan kondisi ekonomi mereka. “Korban punya kelemahan seperti masalah ekonomi,” ujar Zaenal.

Mugiyanto Sipin dan Sufmi Dasco Ahmad enggan menanggapi protes dari sejumlah anggota IKOHI dan aktivis hak asasi manusia. “Tidak ada yang perlu dijelaskan,” ucap Mugiyanto, Jumat, 15 November 2024, lewat pesan pendek.  

•••

DI rumahnya di Meruya, Jakarta Barat, 14 November 2024, Maria Catarina Sumarsih bersiap datang ke Aksi Kamisan. Hampir 18 tahun lamanya ia mengikuti aksi membentangkan payung di seberang Istana Negara untuk menuntut keadilan bagi para korban pelanggaran hak asasi manusia berat itu. Putra Sumarsih, Bernardinus Realino Norma Irawan, tewas tertembak di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, dalam peristiwa Semanggi I, 13 November 1998. 

Setelah Prabowo Subianto dilantik sebagai presiden pada 20 Oktober 2024, Sumarsih dan para aktivis lain kerap mengkritik berbagai indikasi surutnya isu HAM. Sumarsih menolak rencana pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto—mertua Prabowo. Sebelumnya, ia menentang pemberian gelar jenderal kehormatan untuk Prabowo oleh Joko Widodo.

Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan, salah satu mahasiswa yang tewas dalam Tragedi Semanggi I, mengikuti peringatan 26 tahun peristiwa tersebut di depan Kampus Atma Jaya, Jakarta, Rabu, 13 November 2024. Tempo/Subekti

Bagi Sumarsih, penuntasan kasus pelanggaran HAM berat pada pemerintahan Prabowo kian berkabut. Ia kerap berdiskusi dengan para pegiat hak asasi manusia yang aktif di Kontras dan Amnesty International. Diskusi itu merembukkan rencana aksi yang berbeda pada era Prabowo. 

Peserta Aksi Kamisan sepakat tidak lagi mengirim surat untuk presiden. “Sebab, presiden saat ini adalah pelaku pelanggar HAM,” kata Sumarsih, Kamis, 14 November 2024. Di masa pemerintahan sebelumnya, Sumarsih dan peserta Kamisan rutin menulis surat untuk presiden. 

Sebagai gantinya, ia dan peserta Aksi Kamisan lain mencetak brosur berisi informasi tentang pelanggaran HAM yang disebarkan di seberang Istana Negara. Sumarsih juga membagikan brosur itu kepada anak muda, pelajar, dan mahasiswa yang menulis jurnal soal aksi tersebut. Sumarsih berharap anak-anak muda bisa memahami situasi HAM di negara dengan membaca brosur itu.

Bedjo Untung, korban pelanggaran HAM yang aktif di Aksi Kamisan, berharap gerakan serupa bisa meluas setelah Prabowo menjadi presiden. Tujuannya adalah menghalau pelemahan pengungkapan kasus pelanggaran HAM. “Saya mendorong kegiatan Kamisan diselenggarakan rutin di Medan, Balikpapan, Padang, Semarang, Solo, Bandung, Surabaya,” ujar Bedjo.

Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 yang juga mantan Tahanan Politik (Tapol), Bedjo Untung, saat ditemui di kediamannya, Kota Tangerang, Banten, Rabu, 31 Agustus 2022. Tempo/M Taufan Rengganis

Aktivis pergerakan Ikatan Pelajar Indonesia yang ditangkap pada 1970 karena dituduh terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia itu berharap gerakan menuntut pengusutan kasus HAM tak gembos. “Dengan konsolidasi gerakan di bawah, perjuangan menuntaskan masalah HAM tak akan redup,” ucap pemimpin Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965 itu.

Putra Wiji Thukul, Fajar Merah, pun tak menyerah meski Prabowo telah terpilih sebagai presiden. Kepada pamannya, Wahyu Susilo, Fajar berjanji menulis lagu yang lebih keras. “Untuk mengkritik orang-orang di sekitar Prabowo,” tutur Wahyu.

Fajar adalah musikus yang telah melahirkan banyak lagu yang mengkritik persoalan-persoalan sosial dan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat. Lagu “Bunga dan Tembok” yang ditulis oleh Fajar bercerita mengenai perjuangan kelompok masyarakat sipil melawan kesewenang-wenangan penguasa. “Suatu saat kami kan tumbuh bersama, dengan keyakinan kau harus hancur.…” 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Egi Adyatama berkontribusi dalam tulisan ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul “Gula Pahit Keluarga Korban”

Francisca Christy Rosana

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, Francisca mulai bergabung di Tempo pada 2015. Kini ia meliput untuk kanal ekonomi dan bisnis di Tempo.co.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus