Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Lokataru Gugat UU Pilkada soal Pasal Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah

Lokataru mengajukan uji materiil Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada ke MK

20 April 2022 | 11.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Hukum dan HAM Lokataru mengajukan permohonan judicial review atau uji materiil Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau biasa disebut UU Pilkada kepada Mahkamah Konstitusi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lokataru menilai, ketentuan penunjukan atau pengangkatan penjabat kepala daerah dalam mengisi kekosongan jabatan kepala daerah yang akan berakhir pada tahun 2022 dan 2023, sebagaimana diatur dalam Pasal 201 ayat (9), penjelasan Pasal 201 ayat (9), Pasal 201 ayat (10) dan Pasal 201 ayat (11) UU Pilkada, telah memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada Pemerintah, khususnya Presiden dan Menteri Dalam Negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Permohonan judicial review UU Pilkada ini merupakan ikhtiar masyarakat yang bertujuan untuk mencegah akumulasi kekuasaan yang sangat besar di tangan Pemerintah, khususnya Presiden dan Menteri Dalam Negeri," demikian keterangan Kuasa Hukum Lokataru, Nurkholis Hidayat, lewat keterangan tertulis, Rabu, 20 April 2022.

Nurkholis menyebut, ketentuan pengangkatan dan penunjukan penjabat kepala daerah dalam mengisi kekosongan jabatan kepala daerah telah berdampak pada hilangnya ruang kompetisi politik yang sehat dan fair, hilangnya hak masyarakat untuk memilih, dipilih, dan berpartisipasi dalam mewujudkan negara hukum yang demokratis.

Untuk warga Papua dan Papua Barat, ketentuan ini dinilai telah mengabaikan UU Otonomi Khusus, UU Pemerintahan Daerah dan mengabaikan kekhususan tanah Papua dimana pilar-pilar ketatanegaraan dibentuk dan dirancang untuk memberikan pengakuan yang besar terhadap peran Majelis Rakyat Papua, DPR Papua, Dewan Adat, yang merupakan respresentasi Orang Asli Papua dan masyarakat Papua.

"Ketentuan penunjukan tersebut juga telah memberi cek kosong kepada Presiden dan Mendagri dan menimbulkan potensi besar dan risiko terciptanya pemerintahan yang authoritarian dan hilangnya fungsi-fungsi check and balance dalam pilar-pilar sistem pemerintahan dan ketatanegaraan yang demokratis," tuturnya.

Untuk itu, selain mencegah kekuasaan yang sangat besar di tangan pemerintah, lanjut Nurkholis, permohonan judicial review UU Pilkada ini bertujuan mengembalikan fungsi check and balance dalam sistem kekuasaaan negara, dan memulihkan hak partisipasi dan hak politik masyarakat dalam ikut menentukan masa depan pemerintahan dan negara yang demokratis, menjunjung tinggi prinsip negara hukum (rule of law) dan hak asasi manusia.

Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi dituntut untuk menyatakan ketentuan penunjukan adalah inkonstitusional karena dinilai bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana dijamin dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, pemilihan secara demokratis sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) dan (4) UUD 1945, dan Jaminan, Persamaan dan Kepastian Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Ketentuan tersebut juga dinilai bertentangan dengan aturan hubungan wewenang pusat dan daerah yang harus memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah sebagaimana dijamin Pasal 18 A UUD 1945.

"Atau setidak-tidaknya menyatakan konstitusional bersyarat yakni dengan memberikan penafsiran atas prasa “ditunjuk” dengan menekankan pada kondisi-kondisi atau persyaratan-persyaratan (conditionalities) yang sesuai dengan konsep negara hukum demokratis sebagaimana diatur dalam UUD 1945, dimana kedaulatan rakyat adalah yang utama," ujar Nurkholis.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus