Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menaruh harapan tinggi kepada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2024-2029, yang telah dilantik pada hari ini, Selasa, 1 Oktober 2024. KPK berharap DPR periode baru bisa menguatkan upaya pemberantasan korupsi, salah satunya melalui pembahasan RUU Perampasan Aset.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengatakan pihaknya berharap RUU Perampasan Aset menjadi prioritas pembahasan DPR periode baru ini. "Pemberantasan korupsi sebagai law enforcement (penegakan hukum) sekaligus dapat menjadi asset recovery (pemulihan aset) yang optimal dan efektif bagi penerimaan negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Selasa 1 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjelasan RUU Perampasan Aset
Isu RUU Perampasan Aset selalu muncul menjelang Pilpres. Pemerintah merancang draf pertama pada 2012. Bertahun-tahun draf tersebut tidak tersentuh, tiba-tiba ada revisi kedua pada 2019. Kemudian, draf RUU versi mutakhir disusun pada 2023 menjelang Pilpres 2024.
Adapun RUU Perampasan Aset masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Kala itu, Presiden Jokowi menugaskan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laloly, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, serta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai wakil Pemerintah dalam pembahasan bersama DPR RI.
RUU Perampasan Aset didasarkan pada pertimbangan kondisi saat ini bahwa pengelolaan aset rampasan dilakukan oleh beberapa instansi yang berwenang. Namun pengelolaan aset rampasan berdasarkan peraturan perundang-undangan masing-masing membuat pelaksanaannya kurang efektif dan efisien.
Selain itu, pencatatan aset sitaan dan aset yang dirampas selalu tersebar, terserak dan belum terintegrasi. Juga masalah terkait masih banyaknya aset-aset sitaan dalam kondisi yang terbengkalai menjadi salah satu alasan mendorong RUU Perampasan Aset. Penyusunan RUU Perampasan Aset juga dilakukan sebagai bagian dari pemenuhan persyaratan bagi Negara Indonesia untuk menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF).
Optimasi penyelamatan aset (asset recovery) pun diperlukan pembentukan suatu Undang-undang dengan mengadopsi ketentuan yang terdapat dalam The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dan yang menerapkan skema Non-Conviction Based Forfeiture.
Aturan ini telah diimplementasikan pada negara-negara common law di mana negara dapat memaksimalkan upaya perampasan aset hasil kejahatan tanpa perlu menunggu putusan atas tindak pidana.
RUU Perampasan Aset ini diharapkan membuat pelaksanaan tugas pengelolaan aset terkait dengan tindak pidana yang dapat dirampas berdasarkan RUU Perampasan Aset bisa terintegrasi.
Dengan begitu, instansi yang berwenang mengelola aset rampasan bisa lebih mudah melaksanakan tugasnya sesuai dengan kewenangan dari masing-masing. Pencatatan atas aset sitaan dan rampasan dilakukan secara terintegrasi serta nilai ekonomis dari aset-aset sitaan dan rampasan tetap terjaga.
Sementara itu, pengamat hukum dan pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho berpendapat bahwa penerapan perampasan aset tanpa tuntutan pidana atau yang dikenal nonconvition based asset forfeiture akan memberikan alat yang efektif bagi negara. Seperti untuk segera mengembalikan aset yang telah diselewengkan oleh pelaku kejahatan.
Hardjuno Wiwoho juga menyoroti perampasan aset yang dilakukan tanpa harus melalui proses pidana panjang yang akan mempercepat pengembalian aset negara yang hilang. Sembari tetap menjaga prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum.
Tidak hanya itu, Hardjuno juga berpendapat bahwa diperlukannya reformasi hukum yang lebih fokus pada upaya penyelamatan aset negara tanpa harus terganjal oleh proses hukum yang memakan waktu lama. Dengan demikian, kata Hardjuno RUU Perampasan Aset ini harus diprioritaskan oleh DPR RI seperti revisi UU Pilkada yang telah dibahas dengan cepat.
ANANDA RIDHO SULISTYA | HAURA HAMIDAH | EKA YUDHA SAPUTRA | DANI ASWARA | MUHAMMAD HENDARTYO | ANTARA