Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada atau UGM melakukan riset untuk menemukan alternatif pengobatan hiperfosfatemia dan hipertensi pada kasus gagal ginjal kronik yang lebih efisien, ekonomis dan minim efek samping. Riset ini dilakukan mengingat prevalensi Gagal Ginjal Kronik (GGK) di Indonesia yang cukup memprihatinkan, yaitu persentasi penderitanya mencapai 0,2 persen penduduk pada 2013 menjadi 0,38 persen pada 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam riset itu, tim mencoba mengolah kulit udang yang mengandung senyawa kalsium karbonat menjadi ekstrak dalam bentuk bubuk yang dapat digunakan untuk terapi pada penderita penyakit tersebut. "Telah banyak riset yang menggali potensi kitosan pada kulit udang, sedangkan kandungan kalsium karbonat masih jarang dimanfaatkan,” kata Titis Putri Dika Amalia, salah satu mahasiswa yang tergabung dalam tim tersebut, dikutip dari laman UGM, Jumat, 27 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Titis mengatakan hasil uji menunjukkan kulit udang mengandung kalsium karbonat sebanyak 45-50 persen. "Senyawa kalsium karbonat itu yang selanjutnya kita gali untuk dimanfaatkan," kata dia.
Riset ini merupakan bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Riset Eksakta (PKM-RE) 2023 yang memperoleh pendanaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Lima mahasiswa yang tergabung dalam tim riset ini, selain Titis adalah Farhan Dio Sahari dan Syifa Aulia Pramudani dari Fakultas Kedokteran Hewan, Chasna Salsabila Rosydiana dari Fakultas Farmasi dan Marcellino Maatita dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan. Tim yang bernama Calcicarbo ini berada di bawah bimbingan Vista Budiariati.
Kulit udang dari nelayan
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan struktural dan fungsional ginjal yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus yang progresif dan irreversible. GGK dicirikan dengan kerusakan jaringan ginjal, termasuk glomerulus yang berfungsi sebagai penyaring darah.
Jumlah total individu yang terkena GGK stadium 1-5 di seluruh dunia diperkirakan mencapai 843,6 juta. Mirisnya, tata laksana GGK yang tersedia saat ini memiliki banyak efek samping dan tidak semua kalangan masyarakat mampu menjangkaunya.
Obat antifosfat dan agen diltiazem yang ditawarkan pada pasien gagal ginjal kronik tidak sepenuhnya mengurangi progresivitas GGK karena efek samping dan sifat kontraindikasi obat. Prosedur lain seperti hemodialisis memerlukan biaya besar dan menurunkan kualitas hidup penderita GGK sehingga menjadi beban bagi penduduk berpendapatan rendah dan menengah.
Menurut anggota tim lain, Marcellino, saat ini, tata laksana untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi progresivitas GGK adalah menggunakan golongan loop diuretic, angiotensin converting enzyme inhibitor dan amlodipin. Namun obat tersebut dapat menyebabkan hipoglikemia, hiperurisemia, hiperlipidemia, respons batuk dan edema.
"Sedangkan hemodialisis atau cuci darah jelas sekali memerlukan biaya besar dan berpotensi menurunkan kualitas hidup,” kata Marcellino.
Untuk meneliti potensi kalsium karbonat sebagai terapi hiperfosfatemia dan hipertensi pada kasus GGK, tim mengumpulkan kulit udang windu (Penaeus monodon) dari distributor makanan laut di wilayah Bantul dan Semarang. Kulit udang tersebut dikalsinasi menjadi bentuk serbuk, dan selanjutnya serbuk ekstrak kalsium karbonat kulit udang (ECKU) tersebut diuji efektivitasnya dengan diujicobakan pada hewan coba tikus yang diinduksi gagal ginjal kronik.
Hasil uji di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi Antar-Universitas menunjukkan bahwa ECKU mampu menurunkan kadar urea darah, kreatinin darah, fosfat darah dan hormon paratiroid, serta mampu meningkatkan kadar kalsium darah. Selain itu, ECKU tidak memunculkan sifat toksik pada tubuh sehingga aman digunakan sebagai pengobatan hiperfosfatemia dan hipertensi pada gagal ginjal kronik.
Hasil riset ini diharapkan dapat berkontribusi pada pengembangan terapi efektif dan ekonomis yang dapat dimanfaatkan secara luas. Terlebih ketersediaan kulit udang yang cukup tinggi dan belum termanfaatkan secara maksimal.