Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tujuh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia atau mahasiswa UI mengajukan gugatan uji formil terkait revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI atau UU TNI ke Mahkamah Konstitusi. Kuasa hukum pemohon Abu Rizal Biladina mengatakan gugatan uji formil UU TNI dilayangkan lantaran proses pembentukannya yang dinilai inskonstitusional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Proses pembentukkannya tidak sangat janggal dan tergesa-gesa," kata Abu Rizal di gedung Mahkamah Konstitusi, Jumat, 21 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejanggalan itu, kata Abu Rizql, dapat dilihat pada bagaimana DPR mengabaikan tata cara pembentukan dan penyusunan aturan perundang-undangan.
Menurut dia, dalam proses pembentukkan aturan perundang-undangan telah diamanatkan oleh Undang-Undang tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan atau P3 untuk mematuhi azas-azas yang berlaku. Azas tersebut adalah azas keterbukaan yang dalam hal ini tidak dapat dilaksanakan oleh DPR dalam pembahasan RUU TNI.
"DPR tidak memberikan atau mempublikasikan naskah akademis sebelum RUU ini disahkan, sehingga jelas ini adalah bentuk pelanggaran," kata Abu Rizal.
Adapun gugatan ini teregistrasi di situs resmi Mahkamah dengan Nomor Perkara 48/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.
Kemarin, di tengah gelombang penolakan, rapat paripurna DPR ke-15 masa persidangan II Tahun 2024-2025 mengesahkan RUU TNI menjadi undang-undang.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan pembahasan revisi UU TNI hanya berfokus pada tiga substansi, yaitu mengenai ketentuan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) di Pasal 7; penempatan prajurit aktif di jabatan sipil pada Pasal 47; serta batas usia pensiun di Pasal 53.
Pada Pasal 7, kata Puan, terdapat penambahan tugas pokok dari semula 14 menjadi 16. Dua tambahan tugas itu meliputi perbantuan penanggulangan ancaman siber dan penyelamatan warga negara, serta kepentingan nasional di luar negeri. Sedangkan Pasal 47 juga dilakukan penambahan pos jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI aktif, dalam UU TNI lama, prajurit aktif hanya diperbolehkan menempati jabatan sipil di 10 kementerian atau lembaga.
Namun, dalam revisi UU TNI, DPR menyetujui usul pemerintah untuk menambahkan 4 pos jabatan baru. "Berdasarkan permintaan dan kebutuhan pimpinan kementerian dan lembaga," kata Puan dalam rapat paripurna.
Kemudian, Pasal 53 yang mengatur batas usia pensiun prajurit dari semula untuk golongan tantama dan bintara maksimal 53 tahun, serta perwira maksimal 58 tahun, diubah menjadi maksimal 55 tahun untuk tantama dan bintara, dan 62 tahun untuk perwira tinggi bintang 3. "Kami bersama pemerintah menegaskan perubahan UU TNI tetap berlandaskan nilai demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, dan ketentuan hukum nasional," ujar politikus PDIP itu.
Pembahasan revisi UU TNI telah menjadi kontroversi sejak era Presiden Joko Widodo. Ditambah, sejak dilanjutkan oleh DPR periode 2024-2029, sejumlah pasal dalam revisi UU TNI terus dihujani penolakan dari kalangan koalisi masyarakat sipil. Perubahan pasal dalam undnag-undang tersebut dinikai dapat mengembalikan dwifungsi mikiter yang mengganggu demokrasi.