SEKALI ini soal karet di Propinsi Kalimantan Selatan. Paling
kurang ada 2 masalah yang sedang dihadapi para pemilik pabrik
getah di daerah ini. Pertama, jumlah getah semakin ciut. Ini
akan berakibat 9 buah pabrik crumbrubber yang ada terancam.
Malahan sekarang saja sudah ada pabrik yang mengurangi
produksinya di bawah izin yang diberikan.
Menurut drs. U. Tarigan dari Gapkindo (Gabungan Produsen Karet
Indonesia) Kalimantan Selatan, produksi getah daerah ini di
tahun 1969 masih 46.000 ton lebih. Sekarang, kata Tarigan,
sekitar 21.000 ton. Dengan kata lain, setiap tahun produksi
turun sekitar 4,4%. Padahal di lain pihak kapasitas lisensi
crumb-rubber daerah ini 37.000 ton pertahun dengan produksi
nyata 36.000 ton.
Pengurangan jumlah tenaga kerja, adalah kekhawatiran utama dari
keadaan serupa itu. Dari 9 pabrik crumb-rubber tadi, tercatat
kurang lebih 3.000 tenaga kerja. Untuk waktu sekarang memang
belum ada buruh yang diberhentikan. "Tapi 4 atau 5 tahun akan
datang jika produksi terus turun, hal ini tak dapat dihindari"
ucap Tarigan. Karena itu pihak Gapkindo daerah ini pagi-pagi
sudah mengingatkan pihak Pemda Kalimantan Selatan agar
memperhatikan peremajaan pohon-pohon karet. Sebab, "pola
peremajaan karet selama ini agak salah arah"
sebagaimana diungkapkan seorang anggota Gapkindo mengutip ucapan
seorang anggota pengurus pusatnya. Dicontohkannya, pemerintah
dalam soal peremajaan ini lebih menaruh perhatian pada
kebun-kebun negara, bukan rakyat.
Manipulasi Kwalitas
Masalah kedua, "ada indikasi kuat telah terjadi manipulasi mutu
karet yang di ekspor" begitu dikatakan drs. Asmadji, Sekretaris
Gapkindo Kalimantan Selatan. Yaitu dengan mencampurkan karet
mutu rendah dengan RSS IV yang diekspor. Asmadji menunjuk data
ekspor RSS IV yang kian melonjak semenjak pemerintah pada 1977
melarang ekspor karet RSS mutu rendah. Menurut Asmadji 1971
ekspor RSS IV hanya sekitar 5.000 ton, tahun berikutnya turun
jadi 3 .500 ton. Tapi 1977 meningkat jadi 6.000 ton lebih dan
semester pertama tahun ini sudah mencapai 4.000 ton lebih.
Kalangan Gapkindo daerah ini menilai kenaikan ekspor RSS IV itu
sebagai tak masuk akal jika tanpa permainan mutu.
Karena itu kenaikan jumlah ekspor RSS IV bukan hal yang
menggembirakan kalangan perkaretan daerah ini. Menurut Tarigan,
permainan mutu itu bisa merusak nama baik karet Kalimantan
Selatan di pasaran internasional. Apalagi karena pihak pembeli
tak peduli karet itu berasal dari anggota Gapkindo atau bukan.
Menurut Tarigan mungkin juga pemalsuan kwalitas itu dilakukan
pengusaha musiman yang bila harga sedang baik saja ramai-ramai
berdagang karet.
Untuk mengatasi hal itulah pihak Gapkindo menyarankan agar
Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan membentuk tim penilai mutu
RSS yang diekspor melalui Pelabuhan Banjarmasin. Tarigan
mengusulkan agar tim itu kelak terdiri dari unsur bea cukai,
Kanwil Deperdagkop, Pemda Tingkat I dan Gapkindo sendiri. Pihak
Pemda Kalimantan Selatan belum memberi tanggapan apaapa soal
itu.
Menurut Dinas Perkebunan Kalimantan Selatan, tahun 1969 luas
kebun karet di daerah ini tercatat 87.000 ha. Tapi tahun 1977
hanya tinggal 61.000 ha. Inipun masih dibagi "yang produktif
73%, non produktif 10% dan yang produktif non ekonomis 17%
seperti dituturkan drs. Asmadji. Jika tanpa peremajaan,
diperkirakan paling lama sesudah 20 tahun lagi Kalimantan
Selatan tak akan menghasilkan getah karet lagi. Maka akan
hilanglah riwayat daerah ini sebagai penghasil karet penting
selama ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini