Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Yang Cepat Dan Mahal

Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin meresmikan pengoperasian 4 bis air bantuan Yugoslavia. Tarifnya 2 kali lipat Fery tapi lebih cepat dan jadwalnya teratur.

7 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EMPAT buah bis air bantuan Yugoslavia, akhir bulan lalu diresmikan pengoperasiannya di Riau oleh Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin. Ini yang ke-3 kalinya di Indonesia, sesudah Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Bagi Riau bantuan itu terang amat berguna mengingat sungai merupakan urat nadi utama perhubungan di kawasan ini. Ada 3 sungai penting di sini, seperti Siak, Indragiri dan Rokan dengan puluhan kota berjejer di sisinya. Selama ini kota-kota itu dihubungkan oleh motor-motor kecil, biasa disebut pongpong. Bahkan masih banyak yang dicapai dengan perahu berhari-hari untuk membawa orang atau barang. Oleh pihak LLASDF (Lalu Lintas Air, Sungai dan Fery) Riau, ke 3 sungai ini dibagi atas 3 lintasan. Yaitu lintasan Pekanbaru sampai Bengkalis, lintasan Tambilahan-Taluk Kuantan dan lintasan Sinaboi-Pasir Pangarayan. Di Riau selama ini meskipun arus hubungan sungai atau laut sudah bisa dikatakan memadai, lebih banyak dikuasai kemauan para pemilik. Sehingga jadwalnya jadi serampangan dan sulit dipegang. Apalagi kalau itu kemudian sudah dikuasai oleh para cincu yang lebih mengutamakan volume dan arus barang. Contohnya, trayek Pekanbaru-Selat panjang. Jalur ini dilayari tak kurang dari 10 buah fery. Tapi jadwal keberangkatannya seenak perut. ICadang-kadang, "barang ,sudah di kapal, tapi tiba-tiba batal atau terlambat berjam-jam" kata sementara pejabat di Pekanbaru. Dan ini sudah jadi semacam kebiasaan yang tak perlu lagi diprotes oleh yang merasa dikibuli. Makanya dengan 4 bis air (masing-masing untuk 42 penumpang) yang punya trayek tetap dan jadwal teratur, diharapkan kestabilan arus hubungan itu bisa dinikmati. Cuma tarif yang diterapkan pihak LLASDF Riau, dianggap terlalu mahal. Biasanya untuk jurusan Pekanbaru-Selatpanjang dengan fery biasa, cukup Rp 3000. Ini sudah termasuk sebuah tempat tidur dengan tilam busa, plus makan dan sarapan. Barang bawaan bisa 30-40 kg. Tapi dengan bis air ini tarif jadi 2 kali lipat yaitu Rp 6000. Sementara jumlah bawaan maksimal 25 kg. Sementara "Tapi tarif itu kan sementara. Nanti ditinjau lagi" ujar seorang staf di LLASDF Riau. Di samping, karena biaya operasionil bis itu lebih tinggi dan lebih cepat, jadi "tarif itu sudah cukup murah. Rata-rata Rp 20 per km" lanjutnya. Dengan kecepatan rata-rata 25 km sejam, jarak Pekanbaru-Selatpanjang bisa ditempuh dalam 16 jam. Sedangkan fery biasa, lebih dari 22 jam. Tapi perkiraan orang-orang LLASDF itupun baru di atas kertas. Sebab siapapun tahu kalau untuk melayari sungai Siak kecepatan yang puluhan Km itu tak bisa dilaksanakan apalagi malam. Di Sungai ini, dan sungai lain di Riau, momok sampah dan sisa-sisa log, semakin hari semakin menakutkan. Lagi pula kalau nanti bis air itu malah akan diteriaki penduduk yang berdiam di pinggir-pinggir sungai sebagai bencana. Karena kalau dengan kecepatan tinggi di alur yang cuma belasan meter lebarnya itu, tak mustahil alunnya akan menelungkupkan perahu-perahu penduduk yang didayungi para bocah yang kebetulan sedang menyeberang untuk sekolah. Akan halnya perkara sungai yang kotor dan rawan itu, anehnya baik pihak Pemda Riau maupun LLASDF, tak pula suka berterang-terang mengungkapkan: sudah sejauh mana urusan itu ditangani. Yang terang, setiap ada musibah di sungai akibat bencana sisa balok, seperti kasus Km Unggul beberapa bulan lalu, para peabat ramai-ramai mengeluh. Para pengusaha kayu dituduh kurang partisipasi untuk ikut memelihara kebersihan sungai. Padahal para pengusaha kayu di Riau, secara rutin sudah memberikan biaya untuk itu dari setiap M3 kayu yang mereka jual. Dari jumlah ini, ada sekian persen ditetapkan untuk resettlemet dan pengerukan sungai. "Dana itu sudah bermilyar rupiah" ujar seorang pengusaha kayu di Pekanbaru. Sampai saat ini, belum satu sungai dikeruk atau usaha resettlemet yang dilakukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus