Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Menapak jurus averroes

Iain syarif hidayatullah & universitas averroes di jakarta, dalam seminar terpisah, membicarakan peran tokoh filsafat klasik: ibn rusyd, yang di barat dikenal dengan nama averroes, terhadap peradaban islam.

3 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Indonesia karya utama Ibn Rusyd, Tahafut al-Tahafut alias Kerancuan Buku Rancu, baru dibicarakan di mulut. Padahal, isinya menyanggah Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Filosof) karangan al-Ghazali Kitab itu "tenggelam" dan belum pernah singgah di sini, entah karena awalnya dilarang Pengharaman tersebut dari Amir Ya'qub al-Mansur, gubernur Sevilla di Spanyol. Itu dulu. Sekarang lain. Di Jakarta, nama Ibn Rusyd diungkit lagi Kamis dan Sabtu pekan lalu. Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah dan Universitas Averroes, dalam seminar terpisah, menampilkan peran tokoh filsafat klasik itu terhadap peradaban Islam dan ilmu pengetahuan. Seminar ini agaknya juga cermin mempelajari filsafat yang mulai mcningkat. Misalnya di IAIN tadi, tahun silam mahasiswa jurusan filsafat hanya 14 orang, kini bengkak 100. Di sini, filsafat Islam konon diperkenalkan mulai 1937. Pada awalnya dengan Cultuur Islam yang ditulis M. Natsir. Bekas tokoh partai Masyumi ini membicarakan sejumlah ilmuwan dan filosof. Bahasannya berkait antara ajaran Islam dan filsafat: menghormati akal tapi menikam taklid. Direktur Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), Jakarta, M. Dawam Rahardjo, menyebutkan M. Natsir adalah orang pertama yang menyulut api semangat baru: etos kesarjanaan muslim. Uraiannya mengenai Ibn Rusyd, kata Dawam dalam makalah, mempengaruhi cara pikir muslim generaci sesudahnya. Ini lalu dilanjutkan oleh Aboebakar Atjeh, K.H. Amir Ma'sum, atau Geys Attamimi. Ibn Rusyd lahir di Cordova (Spanyol) pada 520 Hijriatau 1126 Masehi, setelah 15 tahun Imam al-Ghazali tiada. Sedang karyanya yang beredar di pesantren hanya sebuah kitab fikih, Bidayat al-Mujtahid (Pengantar Pengijtihad). Selain memang ahli fikih, dia menguasai bidang kedokteran, fisika, dan sastra. Nama Ibn Rusyd di Barat adalah Averroes, dan melambung setelah Tahafut al-Tahafut itu beredar luas. Berbeda dari al-Ghazali. Ia berpendapat, alam itu kekal, tanpa berawal atau berakhir. Dan alam akhirat, katanya, juga tak ada. Karena itu, surga tak ada pula. Malah ia kurang percaya adanya mukjizat, yang keluarbiasaannya nyaris tanpa beda dengan sihir. "Mukjizat menolak adanya hukum sebab-akibat. Padahal, semua peristiwa alam terjadi dari sebab dan akibat," katanya. Pendapatnya itu, yang sebenarnya adaptasi dari Aristoteles (filosof Yunani) diributkan, walau sebelumnya juga dikemukakan al-Farabi dan Ibn Sina. Ulama protes dan banyak memfitnah dia zindik dan kafir. Tangan kekuasaan lalu main. Gubernur memaksa Ibn Rusyd menarik pendapatnya tadi. Ia menolak. Kemudian semua buku karyanya dibakar pemerintah. Ketika bersama putranya mau salat asar di Masjid Cordova, dia diusir -- setelah dengan kasar ada yang membentaknya. "Itulah penderitaan yang paling pahit. Kekasaran yang kuterima itu, dan bukan hukuman dikucilkan," katanya. Ibn Rusyd dicopot sebagai ketua Mahkamah Agung. Ia diadili dan didakwa "penjahat merusakkan agama dan pikiran orang banyak." Ia bungkam dan tidak meniru Socrates minum racun sehabis membaca pembelaannya yang terkenal: Apologia. Ibn Rusyd, yang berusia 70 tahun, malah tetap memilih diam yang mahal itu, walau vonis atas dirinya diasingkan ke Lausanne, terpencil dari Cordova. Tapi hikmah dari "diam" itu, setelah penguasa melek, ia dibebaskan. Ajarannya berserak ke Eropa. Terutama di Bologna dan Padua, yang pada abad ke-13 hingga ke-14 sebagai pusat Averroisme. Penerusnya adalah Filippo Algeri da Nola (dihukum ke dalam air mendidih) dan Agustino Nifo. Bagi Ibn Rusyd, filsafat lebih unggul dari wahyu atau apa kata Kitab Suci. Sikap ini diikuti Pomponazzi di abad ke-16. Sambil mengaku Kristen (taat), profesor ini menolak doktrin gereja. "Sebagai agamawan, saya menerima malaikat dan roh. Sebagai filosof, tidak," katanya. Melalui profesor ini, skeptisisme malah mencuat ke Italia, lalu mendorong timbul renaisans dan menjadi puncak Averroisme di Barat. Skeptisisme itu sendiri memang dipungut dari Averroisme. Ibn Rusyd juga mengemukakan ide emansipasi wanita. Pada 598 Hijri (1198 Masehi) ia meninggal, di saat Averroisme merasuki pemikiran Barat, yang dipelopori para sarjana Yahudi, seperti keluarga Tibboni dan kelompok biarawan dari ordo Fransiskan. Siger de Brabaut, pembela Averroes, pada 1377 dipenjara di Curia, lalu dibunuh di Orvieto. Sebaliknya, Frederick II, kaisar Roma, memerintahkan Michael Scott agar menerjemahkan karya Ibn Rusyd. Sementara itu, di dunia Islam, di Timur, pendapat Averroes enyah, dikalahkan oleh dominasi pemikiran klasik al-Ghazali. Sambil menggebuk filsafat, para Suni seperti Ibn Taymiyyah dan Ibn Khaldun mengembangkan filsafat realisme. Bagi Ibn Taymiyyah, "Kebenaran itu ada di realitas kenyataan, bukan di pikiran." Tapi di tangan ulama Syiah Iran, menurut Jalaluddin Rakhmat, dosen ilmu komunikasi di Universitas Padjadjaran Bandung, filsafat Islam berkembang bahkan ke politik. Sementara Ibn Rusyd berpengaruh pada kebudayaan Barat hanya dalam semangat intelektualitasnya. Sedangkan di segi produk teknologi, ia tak nyantol. Bahkan menghambat. Filsafat Ibn Rusyd, konon, hanya mengacu kepada cara mengambil kesimpulan deduksi, bukan dari induksi, alias penelitian yang menentukan perkembangan teknologi kekinian. Misalnya, komputer itu hanya diperoleh dari penelitian. Karena itu, filsafat yang dominan kini adalah humanisme, rasionalisme, dan materialisme. Namun, masyarakat Barat tidak puas dengan teknologi belaka. Untuk itu, Armahedi Mahzar, sarjana fisika dan dosen ITB Bandung, sejak 1980-an mengembangkan filsafat baru yang dia namai hikmat alwahdatiyyah, integralisme. Ini diperolehnya setelah menelusuri filsafat Islam klasik dan kosmologi modern, lalu dianalisa berdasarkan pendekatan struktural. Penulis buku Integralisme: Sebuah Rekonstruksi Filsafat Islam (1983) ini prihatin melihat manusia tak bisa bersatu dengan alam. "Manusia berjarak sangat jauh dengan alam sembari melakukan eksploitasi," katanya. Karena di tangannya terpegang senjata teknologi, malah itu "bisa menjadi laknat". Di Barat memang telah berkembang wawasan holisme. Ini sebagai jawaban yang dipelopori kaum pecinta lingkungan hidup, psikolog dan fisikawan pasca-modernis. Tapi holisme tak memuat dimensi transendental mutlak. Karena itu, Armahedi Mahzar mengajukan integralisme. Filsafat ini berintikan pandangan: yang mutlak dan yang nisbi tersusun menjadi suatu kesatuan berjenjang. Jadi, tidak ada keterputusan hubungan antara keduanya. Ini hampir sama dengan ajaran Ibn Arabi tentang kesatupaduan alam nyata dengan Tuhan. Lalu, wallahu'alam jurus Averroes dipentalkan. Ahmadie Thaha & Zakaria M. Passe

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus