Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Guru diwisuda, bukan lulusan ikip...

Dari 9 perguruan tinggi negeri (ptn) non ikip, beberapa diantaranya berhasil meluluskan calon guru mipa. program mipa di ikip akan terus dibenahi. lulusan d iii mipa ui banyak diserbu peminat.

3 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI wisuda yang kesekian kalinya di kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Seribu lebih yang diwisuda hari itu, Sabtu dua pekan lalu. Tapi begitu Ratna Sariningsih menerima ijazah dari Rektor UGM Prof. Kusnadi Harjasumantri dan kuncir toganya disibakkan Purek I UGM Prof. Mohamad Adnan, tepuk tangan terdengar riuh. Ada yang istimewa. Bukan hanya karena Ratna lulusan terbaik dan mewakili 94 lulusan program D III Fakultas MIPA UGM. Peristiwa ini tonggak baru dalam dunia pendidikan, sejumlah calon guru dihasilkan oleh universitas umum nonkeguruan. "UGM merasa berbahagia dapat turut serta menyumbangkan partisipasinya dalam penyediaan tenaga pengajar MIPA yang sangat dibutuhkan itu," kata rektor UGM dalam sambutannya. Pada hari yang sama, di Universltas Indonesia Jakarta juga diwisuda 72 lulusan program D III MIPA. Di Institut Teknologi Bandung pun sudah diwisuda 61 lulusan yang sama. Akan menyusul di Universitas Padjadjaran Bandung, Universitas Hasanuddin Ujungpandang, Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Sumatera Utara Medan, Institut Pertanian Bogor, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Kesembilan perguruan tinggi negeri nonkeguruan itu sejak tiga tahun lalu ditugaskan pemerintah untuk mencetak tenaga guru MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam). Bukan berarti Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) dikesampingkan. Hanya saja, lulusan MIPA IKIP sedang disorot, baik jumlah maupun mutu. Tahun 1985 ketika Sumarlin menjadi Menteri P dan K ad interim, ia melihat betapa lemahnya pendidikan matematika, fisika, kimia, dan biologi di sekolah menengah. Lebih-lebih di luar Jawa. Ketika Sumarlin bersama Dirjen Pendidikan Tinggi Sukadji Ranuwihardjo menghadap Presiden, lahirlah kemudian Instruksi Presiden yang menugasi 9 perguruan tinggi non-IKIP melaksanakan program terobosan itu. "Jadi, proyek ini lahir berdasarkan pemikiran lulusan SLTA lemah dalam pelajaran MIPA," kata Prof. Prayoto, M.Sc. Dekan Fakultas MIPA UGM. Target yang hendak dicapai adalah terpenuhinya 6.000 guru untuk empat bidang mata pelajaran MIPA itu. "Sasarannya memang untuk luar Jawa," kata Prayoto. Dan proyek ini, menurut rencana, akan ditutup setelah angkatan keenam -- tahun ini memasuki angkatan keempat. Kebutuhan selanjutnya dikembalikan kepada IKIP. Berbeda dengan IKIP, peminat program di luar IKIP ini membludak. "Secara psikologis, umumnya lulusan SLTA lebih senang kuliah di UGM dibandingkan IKIP," kata Prayoto. Di UGM setiap tahun program ini diminati sekitar 3.000 pelamar. Padahal, daya tampung setiap angkatan hanya 180 orang. Begitu pula di UI, ITB, dan Unair. Lantas, apakah IKIP merasa disaingi ? "Kami tidak menganggap itu saingan, tapi justru saling mengisi dan melengkapi," kata Rektor IKIP Yogyakarta Prof. Arma Abdullah. Ia mengakui, saat ini kualitas lulusan MIPA IKIP masih di bawah standar yang diharapkan. "Tapi, pada perjalanannya, sekitar 5 tahun mendatang, akan tercapai titik persamaan. Kami sedang mengarah ke titik itu," kata Arma. Maksudnya, sementara universitas umum menjalankan program D III MIPA, IKIP terus dibenahi, baik tenaga pengajarnya maupun laboratoriumnya. Menurut Arma sekarang ini banyak guru di SLTP dan SLTA terpaksa mengajar rangkap, walaupun itu dalam kelompok studi MIPA. Misalnya, guru spesialisasi bidang studi kimia mengajar rangkap biologi atau sebahknya. "Guru rangkap semacam inilah yang menjatuhkan citra lulusan IKIP," kata Arma. Rektor IKIP Bandung, Drs. Abdul Kodir, M.Sc., keberatan kalau disebut lulusan IKIP mutunya lebih rendah dari lulusan universitas. Program di luar IKIP itu, menurut Abdul Kodir merupakan terobosan positif untuk memenuhi tenaga pengajar MIPA di sekolah menengah luar Jawa. "Tapi, kalau lulusannya juga ditempatkan di Jawa, ya, tumpah tindih," katanya. Ia yakin, jumlah lulusan D III yang dihasilkan Fakultas MIPA IKIP Bandung, yang setahunnya sekitar 400 orang, sudah mampu memenuhi kebutuhan guru untuk SLTA se-Jawa Barat. Soal mutu, memang belum bisa diperbandingkan, karena lulusan non-IKIP ini belum mengajar. Tapi soal kurikulum, penekanannya sedikit berbeda. Tanpa bermaksud merendahkan mutu lulusan IKIP, Dekan Fakultas MIPA UGM Prof. Prayoto menyebutkan, "IKIP lebih banyak menekankan pada masalah pendidikan, sedang UGM lebih mengutamakan penguasaan ilmu atau materi" Menurut Prayoto, betapa hebatnya seorang guru menguasai teknik mengajar, dia tidak akan berarti jika tidak menguasai materi yang diajarkan. "Karena itu, program D III UGM ini penekanan kurikulumnya pada penguasaan ilmu," kata Prayoto. Yang lebih tegas menyebutkan guru MIPA -- terutama kimia -- keluaran IKIP mutunya rendah adalah Muhammad Wirahadikusumah, Ph.D. Masalahnya, menurut lulusan ITB tahun 1967 dan ketua Himpunan Kimia Indonesia (HKI) ini, "di IKIP itu yang dipelajari pertama-tama adalah bagaimana menjadi guru, baru kemudian belajar kimia. Di luar IKIP, yang menjadi pokok pelajarannya kimia dulu, untuk teknik mengajar persoalan kedua." Memang terlalu pagi untuk menilai apakah mutu guru MIPA keluaran non-IKIP itu lebih baik. Yang jelas, lulusan D III MIPA UI yang baru diwisuda itu diserbu peminat. "UI kewalahan memenuhi permintaan DKI. Kepala-kepala sekolah yang tempatnya pernah dipakai praktek kerja mahasiswa kami semua minta guru MIPA keluaran UI," kata Mahful, Ketua Jurusan Program D III MIPA UI. Kebetulan lulusan UI ini boleh juga mengajar di Jakarta, tak mesti dilempar ke luar Jawa. Yusroni Henridewanto, Aries Margono (Yogya), Heddy Susanto (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus