OPSTIB sudah ia ditunggu di Maluku. Terutama setelah Laksamana
Sudomo selaku Ketua Opstib Pusat mulai melakukan serangkaian
kunjungan ke luar Jawa. Atau kalau Sudomo berhalangan,
sekurang-kurangnya kunjungan Menpan Sumarlin diharapkan dapat
memecahkan masalah kronis yang dihadapi oleh sementara pegawai
negeri, guru, dan anggota ABRI di propinsi 999 pulau itu, yang
konon tingkat kemahalannya setara dengan Irian Jaya. Yaitu 30%
di atas Jakarta.
Hampir setiap tahun rakyat Maluku dikejutkan oleh kelambatan
gaji, rapel atau jatah beras dan uang lauk-pauk para abdi negara
di sana. Belum lama ini, guru-guru di Maluku Tengah mengeluh
tentang gaji dan jaminan beras yang entah ke mana. Tutup tahun
lalu, terbetik berita dari seorang anggota DPRD tingkat II
Maluku Tengah, bahwa jururawat dan pegawai RSU di Saparua "sudah
delapan bulan tak terima gaji."
Dalam suasana begitu, tindakan Opstibda yang diketuai Brigjen
Soehodo, Pangdam XV/Pattimura baru-baru ini ada membawa sedikit
angin segar. Seperti diberitakan Merdeka, 16 Januari lalu,
Opstibda telah menahan seorang perwira keuangan di Perusahaan
Umum Asuransi ABRI, A.T.Oknum ini dituduh menyelewengkan Rp 29
juta dari kas perusahaan itu. Dengan cara mencantumkan sejumlah
nama dari daerah Kodim 1501 Ternate yang sesungguhnya tak ada
dalam daftar registrasi Kodam XV/Pattimura, Berdasarkan hasil
pemeriksaan Pandam XV-Patimura A.T, mengaku bekerjasama
dengan, bekas kepala kantor pos Ternate yang sudah pindah ke
Ujungpandang.
Sayangnya 'kejutan' Opsibda itu sudah berumur 1« tahun sebab
A.T. sudah ditahan sejak Agustus 1977. Sementara itu, banyak
penyelewengan lain yang juga menyangkut masih ratusan abdi
pemerintah kelas teri masih berlangsung terus. Tak ketinggalan
di lingkungan Kodam dan Komdak XX Maluku, yang justru
diharapkan menjadi motor dan ujung tombak Operasi Tertib di
daerah.
OKB Rapel
Menurut sumber TEMPO di Ambon, masalah "rapel hangus" bukan
ralasia lagi di jajaran Komdak XX. Tapi anehnya, dalam setiap
Rapim tahunan, Kakudak XX Maluku Letkol (Pol) Z. Paays, selalu
menyebutkan telah membayar rapel gaji antara Rp 10 sampai 17
juta. Diberikan kepada siapa, tak ada yang tahu. Hal itu
dibenarkan oleh beberapa bintara polisi di Ternate yang sudah 4
tahun belum menerirna rapel gaji sejak kenaikan pangkat Agustus
1973. Atau sudah menerima, tapi belum penuh. Sementara jatah
beras anggota Polri atau pegawai sipil di pulau-pulau terpencil
di Maluku Utara itu, juga sering terlambat atau tak diterima
sama sekali.
Susahnya, mengingat disiplin ABRI serta perhubungan laut yang
belum lancar di Maluku, hal-hal semacam itu baru terungkap bila
ada petugas-petugas dari Ambon datang menanyakan.
Petugas-petugas Irdak XX itu, ada juga menemukan rapel palsu
sampai Rp 5,8 juta yang katanya dibayarkan setiap bulan sekitar
Rp 900 ribu. Manipulasi gaji, rapel, dan jatah beras itu dapat
terjadi, karena tanda bukti penerimaan langsung ditandatangani
oleh jurubayar Serda P.C. Lefulefu. Bukan oleh orang yang berhak
menerimanya.
Karena itu tak heran bila di Amboll muncul tokoh-tokoh yang
dijuluki "OKB-OKB Rapel." Mereka itu umumnya angota Polri serta
pegawai sipil anak buah Pakudak (Perwira Keuangan Daerah
Kepolisian) XX Maluku, berikut keluarganya. Adapun di Ambon
sendiri, jatah peralatan dan prasarana Polri sendiri ikut
terbengkalai. Misalnya: Airud yang mestinya sudah lama menerima
mobil, sepeda motor dan kapal motor tempel untuk patroli, sampai
sekarang baru mendapat di atas kertas saja. Pembangunan asrama
bam, juga terlunta-lunta. Sementara jatah beras untuk para
anggota Polri di luar Arnbon, dapat dibeli dengan harga mahal di
Toko Naga Kuning di kota Arnbon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini