ACUH tak acuh, para karyaan krematorium di Inggeris itu
menunggui api bersuhu 800øC itu melalap sesosok mayat. Tahu-tahu,
terdengar ledakan keras dari dalam ruang pembakaran mayat.
Dinding batanya retak-retak dan lidah-lidah api nyaris menjilat
ke luar. Untung tak ada korban karyawan yang terpaksa mengiringi
sang jenazah.
Setelah diperiksa, ledakan krematorium di bulan September 1977
disebabkan oleh benda asing yang masih terpendam di dalam tubuh
tak bernyawa itu. Almarhum, di akhir hayatnya harus menggunakan
alat pemacu jantung yang menggunakan baterai seng-merkuri
sebagai sumber tenaganya. Nah, sel Zn-Hg itulah yang meledak
ketika disambar api, begitu hebatnya sehingga ruang pembakaran
itu nyaris jebol.
Itulah risiko yang kini semakin sering harus dihadapi oleh
petugas-petugas pembakaran mayat, begitu tulis British Aedical
Journal dalam editorialnya baru-baru ini. Sambil menambahkan:
"ledakan itu, selanjutnya dapat melepaskan gas-gas beracun dan
zat-zat berbisa dari tubuh mayat." Apalagi dengan penggunaan
baterai lithium yang lebih mudah meledak, menggantikan sel
sengmerkuri dalam alat pacu jantung yang nyaris menyeret korban.
Belum lagi generasi baru alat pacu jantung buatan tahun 1970-an
yang sudah dicoba menggunakan isotop Plutonium 238 yang sangat
berbisa itu.
Pati Obong
Makanya, seperti dibeberkan South China Morning Post, 14 Januari
lalu, alat-alat plutonium yang mau ditanamkan ke dalam jantung
si penderita harus lulus semacam test pati obong. Dalam tes itu,
alat-alat kedokteran mutakhir itu 'dibakar' dengan temperatur
1.300øC selama 90 menit. Kalau lolos dari test itu, dianggap tak
berbahaya untuk tetap bersarang dalam jasad yang biasanya musnah
jadi abu setelah dibakar selama sejam dengan suhu api 800øC.
Sementara itu, bagaimana caranya Federasi Pembakaran Mayat
Inggeris mengurangi risiko karyawannya? Mereka minta dokter yang
mendampingi sang almarhum di saat-saat akhir hayatnya menjawab
dua pertanyaan dalam formulir kremasi. Pertama, apakah orang itu
menggunakan alat pacu jantung. Dan kedua, apakah alat itu sudah
dicopot dari tubuh sang mendiang.
Namun itu baru langkah pertama yang akan diambil federasi
krematorium itu menghadapi bahaya 'polusi mayat' itu. Sebab
belakangan ini, teknologi kedokteran telah menghasilkan
bermacam-macam tabung atau jarum berisi zat-zat radio-aktif --
caesium, iridium, dan radium - dalam tubuh penderita untuk
keperluan penyembuhan. Barangbarang itu, kalau mayat dibakar,
dikhawatirkan akan mengeluarkan debu atau asap radio-aktif yang
membahayakan pekerja krematorium. Kalau tak kontan meledak, api
tak akan membinasakan alat-alat itu sehingga bahaya radiasinya
akan lebih langgeng.
Ada Gunting Juga
Pokoknya, menurut satu studi di Inggeris, 5% dari semua jenazah
yang dibakar ternyata mengandung benda-benda logam. Antara lain
siku palsu, paku atau logam penyambung pecahan tulang, katup
jantung, dan alat pacu jantung. Kebanyakan peralatan itu
membantu pembedahan tulang (orthopaedic). Namun dalam koleksi
yang terkumpul oleh federasi krematorium Inggeris termasuk pula
sepasang gunting dan tang bedah yang kelupaan di dalam perut
gara-gara kelalaian seorang dokter bedah. Walhasil, tulis
editorial jurnal kedokteran Inggeris itu, "kremasi pun, dalam
abad peralatan kedokteran yang ultra-modern ini, telah menjadi
industri yang berbahaya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini