GEOGRAFI atau Ilmu Bumi ternyata tidak jelas posisinya dalam,
Kurikulum 1975. Di Jurusan IPA, Ilmu Bumi digolongkan sebagai
pelajaran minor dan digabung dengan Astronomi. Di Jurusan IPS
pelajaran itu dijadikan pelajaran mayor, dan di jadikan satu
dengan Sejarah. Dan di Jurusan Bahasa, pelajaran itu digabungkan
dengan Antropologi, hal itu disebut-sebut Nursid Sumaatmadja,
51, ketua Jurusan Pendidikan Geologi di IKlP Bandung, yang 22
Oktober lalu meraih doktor. Disertasinya, yang mendapat predikat
sangat memuaskan di IKIP Yoyakarta berjudul "Geografi sebagai
Nilai Eksistensi untuk Menunjang Perwujudan Kesatuan Bangsa dan
Negara".
Dengan mengambil responden 52 guru Geografi dan 1.004 siswa SMA
dari 29 SMA di Jawa Barat, Nursid ingin mengungkapkan yang
diperoleh siswa dari pelajaran ini. Sebab, menurut bapak empat
anak ini, Geografi penting. Pelajaran ini merupakan jembatan
antara ilmu pengetahuan alam dan ilmu sosial-budaya."Yang
belajar Ilmu Bumi seharusnya memahami keberadaan dirinya di
tengah alam dan lingkungan," katanya. Selain itu, Ilmu Bumi pun
mengandung aspek edukatif, "dapat meningkatkan daya pikir dan
keterampilan siswa."
Tapi, seperti sudah bisa diduga, dari penelitian lapangan selama
dua bulan, Februari dan Maret 1981, Nursid menarik kesimpulan
bahwa pelajaran ini tak mencapai sasarannya. "llmu Bumi di dalam
kelas ternyata hanya bicara soal peta dan atmosfer," kata orang
yang pernah 24 tahun menjadi guru Ilmu Bumi di sekolah menengah
ini. "Jadinya, tidak menarik anak-anak."
Kelemahan pelajaran Ilmu Bumi terutama terletak pada guru, yang
kurang menggali contoh-contoh nyata dalam kehedupan sehari-hari.
"Mereka cuma terpaku pada buku," tutur Nursid. Padahal, menurut
Nursid, llmu Bumi bisa dikembangkan, misalnya disinggungkan
ke masalah pengangguran, banjir, kelaparan, dan kerusakan
lingkungan. Tapi memang, menurut catatan Nursid, sekitar 50%
guru Geografi di sekolah menengah di Jawa Barat tidak mempunyai
latar belakang pendidikan Geografi.
Disimpulkan oleh Nursid dalam disertasinya setebal 463 halaman
itu, dibanding dengan kurikulum sebelumnya, Ilmu Bumi dalam
Kurikulum 1975 mundur. "Keseimbangan luas materi dengan waktu
yang disediakan pincang," katanya. Itu menjadi kelemahan kedua
bagi Geografi dalam Kurikulum 1975. Menarik, perbandingan nilai
rata-rata yang dicapai siswa SMA sewaktu Kurikulum 1950, 1964,
1968 dan 1975. Ternyata yang dihasilkan Kurikuium 1975 paling
rendah. Ketiga kurikulum pertama menghasilkan masing-masing
angka rata-rata 6,86, lantas 7,43, dan 7,71. Kurikulum 1975 cuma
mencapai 6,71.
Angka-angka itu bisa mencerminkan pengetahuan dan keterampilan
guru mengajar. Juga bisa menggambarkan kegairahan siswa
mengikuti pelajaran. Dan bila kelemahan pelajaran Geografi dalam
Kurikulum 1975 bukan merupakan kelemahan Ilmu Bumi saja -
kelemahan yang menyangkut soal guru dan materi yang terlalu luas
- agaknya pelajaran yang lain pun dalam kurikulum yang segera
akan diganti itu, selama ini, sama-sama tidak mencapai
sasarannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini