Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Barangkali Anda pernah membaca cara hidup dengan berburu dan meramu dari buku-buku sejarah. Namun, tahukah Anda bahwa suku yang bertahan hidup dengan cara berburu dan meramu masih ada sampai hari ini di Indonesia. Mereka adalah Suku Punan Batu, suku yang masih mempertahankan cara hidup berburu dan meramu di Kalimantan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari artikel bertajuk Deep ancestry of collapsing networks of nomadic hunter–gatherers in Borneo oleh J.S. Lansing dkk., Suku Punan Batu merupakan penjaga terakhir cara hidup berburu dan mengumpulkan makanan di dalam hutan Kalimantan. Sebagai salah satu kelompok yang pertama mendiami pulau Kalimantan, mereka telah mampu bertahan hidup dengan mandiri tanpa banyak campur tangan dari pemerintah atau perhatian dari masyarakat luas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Data yang diperoleh dari sensus yang dilakukan pada 2003-2004 memberikan gambaran tentang populasi Punan di Kalimantan Timur, yang berjumlah sekitar 8.956 orang. Sensus tersebut dianggap mencakup lebih dari 90 persen dari total populasi Punan di wilayah tersebut. Meskipun demikian, para peneliti juga mencatat kemungkinan adanya kelompok Punan Batu yang terisolasi di daerah Berau, yang belum tercakup dalam sensus tersebut.
Menariknya, ada individu-individu dalam komunitas Punan Batu yang memiliki kemampuan berbicara dalam bahasa Melayu, selain bahasa tradisional mereka sendiri. Hal ini menunjukkan adanya kontak antara mereka dengan masyarakat di sekitarnya. Meskipun ada anggota komunitas Punan Batu yang memilih untuk menetap di satu tempat, sebagian besar dari mereka masih menjalani gaya hidup pengumpul nomaden, terus berpindah mencari sumber daya di hutan.
Namun, program pemukiman jangka panjang yang dilakukan oleh pemerintah dan deforestasi telah membawa konsekuensi yang signifikan bagi suku Punan Batu. Mereka yang sebelumnya menjalani kehidupan sebagai pemburu-pengumpul penuh waktu kemudian banyak beralih menjadi menetap. Banyak dari mereka kini tidak lagi mengandalkan kegiatan berburu dan mengumpulkan sebagai sumber utama mata pencaharian mereka.
Masa depan mereka kini terancam oleh ekspansi perusahaan kayu dan perkebunan kelapa sawit yang mengambil alih lahan mereka. Hutan-hutan tempat mereka mencari makanan dan berburu semakin sempit, mengakibatkan penurunan populasi hewan buruan seperti babi hutan, rusa, kura-kura, dan kera. Selain itu, eksploitasi sumber daya alam ini juga menyulitkan pertumbuhan umbi-umbian liar yang merupakan sumber makanan utama bagi Punan Batu.
Akibatnya, Suku Punan Batu harus menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan cara hidup mereka yang tradisional. Mereka terpaksa berhadapan dengan konflik antara kebutuhan mereka akan lahan dan sumber daya alam dengan dorongan perkembangan ekonomi modern. Semakin terbatasnya ruang hidup mereka mengancam keberlanjutan budaya dan keberadaan Punan Batu sebagai kelompok pemburu-pengumpul terakhir di Kalimantan.
Pilihan Editor: Mengenal Panglima Suku Dayak yang Legendaris