Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Sudharmono adalah Wakil Presiden Indonesia ke-5 yang menjabat semasa pemerintahan Presiden Soeharto. Selama hidupnya, Sudharmono aktif dalam dunia politik, terbukti dengan dilantiknya ia sebagai Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) tahun 1983-1988 dan Wapres Indonesia tahun 1988-1993.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut profil dan sepak terjang Sudharmono semasa hidupnya:
Awal mula karier politik
Mengutip Kabargolkar.com, tahun 1966 menjadi awal mula Sudharmono berkiprah di dunia politik. Pada tahun tersebut, ia diangkat sebagai Sekretaris Presidium Kabinet. Tak lama setelahnya, ia kemudian dilantik menjadi Sekretariat Negara yang berfokus pada Biro Hukum dan Perundang-undangan.
Baca : Presiden Jokowi Akui Tidak Nyaman Ditempel Paspampres Saat Awal Menjabat. Tapi...
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama tahun 1970 hingga 1988, Sudharmono yang lahir di Gresik, Jawa Timur pada 12 Maret 1927 ini sudah dikenal sebagai orang kepercayaan Soeharto. Terbukti dengan dirinya yang beberapa kali ditunjuk untuk menempati jabatan tertentu, seperti Menteri Sekretaris Negara,
Ketum Golkar
Sudharmono diangkat menjadi Ketua Umum Golkar pada Musyawarah Nasional (Munas) III tahun 1983 menggantikan Amir Moertono. Karena masa itu ia masih menjabat sebagai Sekretaris Presidium, ia akhirnya memegang dua jabatan sekaligus.
Karakteristik Sudharmono sebagai ketua umum terlihat dari pembawaannya yang demokratik. Terbukti dengan sikapnya yang selalu memperhatikan dan mempertimbangkan kebutuhan kelompoknya, serta memahami kesanggupan mereka dalam menerima pekerjaan.
Sudharmono disebut sebagai pemimpin yang mendengarkan bawahannya dengan baik, karena ia juga selalu terbuka dalam menerima saran dari berbagai pihak, termasuk anggota partai yang dipimpinnya.
Ketika menjabat menjadi Ketum Golkar, yakni pada tahun 1983 sampai 1988, Sudharmono pernah membuat kebijakan yang berhasil mengangkat suara partai tersebut. Ia menciptakanProgram Tri Sukses Golkar, yakni Sukses Konsolidasi, Sukses Repelita IV dan Sukses Pemilu 1987.
Adanya program tersebut membuat Partai Golkar mendapatkan 72% suara pada pemilu 1987, dari yang sebelumnya hanya 64%. Golkar pun menjadi bintang mutlak pada pemilu tahun tersebut, mengalahkan partai-partai lainnya.
Menjadi Wakil Presiden ke-5
Usai lengser dari jabatan Ketum Partai Golkar, Sudharmono lalu diangkat sebagai Wakil Presiden mendampingi Soeharto pada periode 1988-1993.
Mengutip dari buku berjudul “Letnan Jenderal (Purn) Sudharmono SH”, pria yang akrab disapa Pak Dharmono ini sempat mengalami ketegangan dengan Try Sutrisno yang juga dicalonkan sebagai wakil presiden saat itu.
Pak Dhar sempat dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI) oleh pendukung Try, namun pandangan tersebut berhasil ditepis. Hingga akhirnya pada Sidang Umum MPR Maret 1988, Pak Dhar ditunjuk langsung oleh Presiden Soeharto untuk selanjutnya dilantik oleh MPR sebagai wapres.
Berjasa Pembentukan Tentara Nasional Indonesia
Jauh sebelum berkecimpung di dunia politik, Pak Dhar lebih dulu terjun ke ranah militer, bahkan ia sekolah di Akademi Hukum Militer dan lulus pada tahun 1956.
Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi Hukum Militer dan lulus tahun 1962, lalu ke Sekolah Perwira Cadangan, dan Kursus Perwira Lanjutan Dua (Kupalda).
Sejak awal kemerdekaan Indonesia, Pak Dharmono bergabung dengan Divisi Ronggolawe dan menduduki jabatan Panglima Divisi.
Pak Dhar juga pernahmenjadi ketua Tim Operasionil Pusat Gabungan-V Komando Operasi Tertinggi (Koti) yang dibentuk Presiden Soekarno selama masa konfrontasi Indonesia dan Malaysia. Ia bahkan memerintahkan pengetikan naskah yang menyatakan PKI sebagai partai terlarang, maka banyak yang membelanya ketika terjadi ketegangan dengan Try Sutrisno.
Tutup usia pada 2006
Sudharmono wafat pada 25 Januari 2006, tepat 17 tahun yang lalu. Menurut Antara, Sudharmono meninggal di usianya yang ke 79 di Rumah Sakit Metropolitan Medical Center (MMC) Kuningan, Jakarta akibat kegagalan paru-paru.
Ia meninggalkan istrinya, Emma Norma, dan ketiga anaknya, yakni Dhaneswara Senowibowo Sudharmono, Dhani Isti Adityanti, dan Normastuti Adhini Nurkhadijah.
PUTRI SAFIRA PITALOKA
Baca juga : Paspampres Akan Lebih Humanis Saat Mengawal Presiden dan Wakil Presiden
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.