PENA wartawan ternyata mampu menjebol beton bertulang. Paling tidak di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Di daerah wisata nan sejuk itu, sebuah bendungan beton bertulang dibongkar setelah pers membeberkan kehadirannya yang tak sesuai dengan izin yang diberikan. Adalah Suara Pembaruan yang pertama kali memberitakannya, pekan lalu. Harian sore Ibu Kota ini rupanya menganggap kehadiran bendungan swasta tersebut layak untuk dipasang menjadi berita utama. Dan selama hampir sepekan berita bendungan Tugu ini mendapat kehormatan untuk menghuni halaman pertama beberapa koran besar. Tak kurang dari Emil Salim yang buka suara. Begitu membaca koran, Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup ini segera angkat telepon. Dia memutar nomor untuk Gubernur Jawa Barat. Adalah Suhud Warnaen yang menyambut telepon itu. Wakil Gubernur Jawa Barat ini menyatakan tak pernah memberi izin pendirian bendungan swasta di kawasan itu. Bupati Bogor, yang kemudian juga ditelepon Emil Salim, ternyata memberi jawaban senada. Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Barat memang tak pernah mengizinkan pihak swasta untuk membendung Sungai Ciliwung. Namun, kantor di Pemda Bogor ternyata mengeluarkan izin untuk membangun cekdam. Ini adalah bendungan khusus untuk menahan erosi sungai. Itulah sebabnya cekdam biasanya dibuat lebih rendah dari permukaan sungai. Sebab, ia berfungsi untuk menahan aliran lumpur. Bukan aliran air. Alhasil, karena bendungan jenis ini dianggap menguntungkan lingkungan, maka izin pun akhirnya keluar juga. Tapi yang menjadi persoalan adalah ini: temyata yang dibangun bendungan biasa. Bangunan beton melengkung ini tingginya mencapai 7 m dari dasar sungai. Tapi lebarnya mencapai 30 m. Maklum, pemilik bendungan memang merencanakan untuk membuat danau buatan. Danau itu, menurut Rachmat Suhirman, sang pemilik, "dibuat dengan tujuan untuk keindahan." Pemilik danau yang juga pengusaha pelayaran ini mengaku tak tahu mengenai peraturan membangun bendungan. Sebab, semua proses pengurusan telah dia serahkan kepada H. Saca, seorang pemborong. Pemborong ini mulai membangun bendungan sejak 1987, kendati izinnya baru keluar September 1988. Dan ketika mulai dibongkar Senin lalu, "sudah hampir selesai," kata Suhirman. Terbukti danau sekitar 1.000 m2 itu telah terbentuk pekan lalu. Dan kehadirannya memang menambah keindahan taman Suhirman yang sarat dengan bunga. Keindahan barangkali memiliki arti penting bagi Suhirman. Terbukti hal itu yang membuatnya membeli kawasan seluas 7 hektar pada 1953. Sekalipun sang pemilik baru bisa membangun vilanya hampir 30 tahun kemudian. Namun, gedung yang asri, taman bunga yang rapi, dan gemericik Sungai Ciliwung saja agaknya belum lengkap bagi Suhirman. Mungkin juga cerobong air setinggi hampir 10 m dengan diameter sekitar 3 m di samping vila dirasa tak cukup untuk menampung air guna mengairi taman di musim kemarau. Maka, bendungan itu pun dibuat. Dan sungai yang mulanya hanya selebar satu meteran itu pun melebar di belakangnya. Namun, seperti danau buatan dalam legenda Sangkuriang, impian lelaki yang menyongsong usia 70 ini ternyata tak berusia panjang. Alhasil, mulai Senin pekan ini, bendungan yang dihiasi batu besar tiruan di dinding hilirnya itu mulai dibongkar: Sepuluh pekerja sibuk menghantam bangunan yang kabarnya telah menghabiskan lebih dari Rp 50 juta. Itu bukan aliran uang yang terakhir. Sebab, pemerintah membebankan biaya pembongkaran, yang diperkirakan membutuhkan waktu dua bulan itu, kepada pemilik nya. Tapi Dirut PT pelayaran Nusantara Kalimantan ini tak mengeluh. "Saya ikhlas menerima keputusan pembongkaran bendungan," kata orang tua itu kepada TEMPO. Pengusaha ini memang tak punya pilihan lain. Sebab, pembangunan bendungan ini melanggar sejumlah peraturan pemerintah. Antara lain UU Pengairan 1974, PP No. 22/1982, dan Keppres No. 48/1983 yang dijabarkan dalam Perda 3/1988. Perda ini mencakup kaasan khusus berupa 14 kecamatan yang mengelilingi jakarta. Yakni sebelas kecamatan di Kabupaten Bogor, dua di Kabupaten Cianjur, dan satu di Kabupaten Tangerang. Kawasan ini dianggap vital sebagai pendukung Jakarta.Itulah sebabnya daerah Bogor-Puncak-Cianjur ini diatur dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yang terinci, yang diuraikan lagi menjadi beberapa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Semua pengaturan ketat ini dilakukan karena pertumbuhan penduduknya, menurut Emil Salim, "sangat cepat, mencapai 6% setahun." Maka, penjagaan daya dukung lingkungan terpaksa diperhatikan dengan cermat. Bahkan pembongkaran bendungan Suhirman pun tak dilakukan dengan sembarangan. Melainkan akan dikembalikan kebentuk yang sesuai dengan izin yang diberikan, yaitu berupa cekdam. Dengan demikian, maka proyek Suhirman malah akan menjadi bermanfaat bagi mas- yarakat memakai air sungai Ciliwungn Sebab, akan membantu menahan erosi yang terjadi di sungai yang bermuara d Jakarta ini. Namun, bagi Suhirman, ada yang lebih penting lagi."Saya berharap, bendungan yang dibongkar ini tak akan merusakkan keindahan lingkungan," katanya. Nah, siapa tahu, pena wartawan dapat membantu harapan Suhirman.Diah Purnomowati & Bambang Harymurti (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini