WAKTU itu hujan rintik-rintik. Dengan berpayung dan diantar oleh Romo Sulistyo, pimpinan Gereja Katolik setempat, Y.B. Mangunwijaya memasuki kompleks kantor Bupati Boyolali, Jumat sore pekan lalu. Di sana Bupati Boyolali Mohamad Hasbi sudah menunggu. Pembicaraan konon berlangsung akrab selama sekitar satu jam. "Kami bicara mencari penyelesaian yang terbaik. Saya utarakan bahwa pemerintah sigap, cepat, dan rapi menangani penduduk yang masih tinggal, termasuk kesehatan, keselamatan, dan pendidikan anak-anak mereka," kata Bupati Hasbi. Sebelum menjadi bupati, Hasbi adalah Komandan Kodim Yogyakarta. Tak aneh kalau ia kenal akrab dengan Mangunwijaya, atau Romo Mangun, pastor yang gigih memperjuangkan nasib penduduk pinggiran Kali Code di Yogyakarta itu. Romo Mangun masih tetap berkeinginan untuk mengunjungi penduduk yang masih bertahan di Kedungombo. Dalam pertemuan dengan Hasbi, soal itu kembali dibicarakan Romo Mangun. Belum ada kata sepakat, karena hal itu masih akan dibicarakan dalam pertemuan berikutnya. Begitu pun, kata Romo Mangun, "Saya cukup puas dan lega bisa mengadakan pembicaraan ramah-tamah dengan Pak Bupati." Begitulah, sejak pekan lalu masalah Kedungombo kelihatan mulai mencair. Gubernur Jawa Tengah Ismail, Rabu pekan lalu, malah menyatakan bahwa penduduk boleh mendiami kawasan hutan milik Perhutani di seputar Waduk Kedungombo. Padahal, selama ini tempat penampunan yang disediakan Pemda hanya di Kayem Kecamatan Juwangi, tak jauh dari waduk. atau bertransmigrasi ke luar Jawa. Tuntutan penduduk agar mereka diberi tanah penampungan di sekitar waduk ditampik Pemda. Adakah Gubernur melunak dengan kebijaksanaan baru ini? "Siapa bilang kebijaksanaan itu baru? Semua itu sudah lama dalam rencana. Tapi kapan, itu rahasia perusahaan," kata Gubernur Ismail sambil senyum. Kepada TEMPO, Ismail menyebutkan perkembangan di Kedungombo menggembirakan. Sudah 148 KK yang mendaftarkan diri untuk bertransmigrasi. Dari jumlah itu, Jumat pekan lalu 76 KK diberangkatan ke proyek transmigrasi di Provinsi Bengkulu. Maka, yang masih bertahan di desa-desa tergenang di Kedungombo ditaksir tinggal 1.100 KK. Mulai hari Minggu pekan lalu, anggota Satgas pengamanan Kedungombo mulai mendatangi rumah penduduk dari pintu ke pintu. Mereka menawarkan tampat penampungan di hutan Perhutani, bila penduduk bersedia meninggalkan daerah calon tenggelam di Kedungombo itu. Selain tawaran menempati hutan Perhutani itu, penduduk diizinkan pula bercocok tanam di daerah-daerah tertentu di waduk. Menurut perhitungan, pada musim kemarau, saat elevasi permukaan air waduk pada titik terendah, sebagian daerah itu akan kering karena air menyurut. Sampai saat ini belum diketahui berapa penduduk yang berminat. Perum Perhutani juga masih mendata tanahnya di sekitar waduk yang bisa didiami penduduk. Kelak di bekas hutan Perhutani itu akan dibangun masjid, sumur, pasar, sekolah, puskesmas, dan berbagai sarana desa lainnya. Penduduk akan mendapat sertifikat atas tanahnya. Jaswadi, tokoh masyarakat Kedungombo, menyambut gembira tawaran Gubernur. Bahkan bila pemerintah memberikan tanah Perhutani itu, kata Jaswadi, "Saya jamin persoalan Kedungombo akan selesai." Artinya, rakyat yang masih bertahan di dalam waduk segera akan keluar dari sana. Jaswadi berharap, kalau bisa tiap penduduk menerima tanah seluas tanahnya dulu yang sudah tenggelam. Belum jelas apakah itu akan dikabulkan. Tapi, kabarnya, Gubernur Ismail bersedia berdialog dengan Jaswadi dkk.AN, Kastoyo Ramelan, Nanik Ismiani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini