TERHITUNG sejak 21 Maret lampau, sudah seratus orang ditangkap di Pontianak. Demikian menurut keterangan Kapolres Pontianak Letkol. Pol. Soepriyadi. Penangkapan-penangkapan tersebut didasarkan pada Perda No. 2/1976 dan Perda No. 4/1988, tentang penyelenggaraan ketertiban dan kebersihan. Termaktub di dalamnya adalah larangan bermain layang-layang. Dan penangkapan-penangkapan tersebut memang terjadi karena orang-orang itu bermain layang-layang -- tak lebih tak kurang. Maka, Rabu dan Sabtu pekan silam, Tim Angkasa (beranggotakan polisi, tibum, dan karyawan PLN) telah mengajukan 58 orang pemain layang-layang ke persidangan massal yang diselengarakan di ruang rapat Balai Kota Pontianak. Berdasarkan keputusan Hakim Syar'i Yusman Khan dari Pengadilan Negeri, orang-orang itu masing-masing didenda antara Rp 4 ribu dan Rp 15 ribu. Tidak semua tersangka tertangkap atau disita layang-layangnya ketika tengah mengerek layang-layangnya ke angkasa. Ada yang disita karena sekedar memilikinya. Untuk itu vonisnya bebas, sedangkan layang-layangnya sendiri tetap disita. Seperti dialami seorang ibu, yang mewakili dua anaknya, masing-masing berusia dua dan tiga tahun, yang jelas belum mampu menaikkannya ke angkasa. Pengharaman layang-layang itu dilaksanakan, menurut Wali Kota Pontianak Madjid Hasan, "Karena keluhan masyarakat konsumen listrik terhadap PLN. Bayangkan, dalam satu hari, listrik bisa padam sampai belasan kali." Tidak sedikit perkakas elektronik, dari kulkas sampai komputer, yang rusak akibat byar-pet byar-pet itu. Pihak PLN tidak memiliki kambing hitam lain, kecuali permainan layang-layang, sebagai biang keladinya. "Saya sendiri sudah tiga tahun mengalami gangguan akibat layang-layang itu," tutur Madjid Hasan. "Bukan hanya listrik yang terkena, tapi taman-taman yang baru ditata pun terinjak-injak. Belum lagi bahaya lalu lintas. Data lengkap tidak ada,tapi ada lho yang meninggal karena tersengat listrik dari tali layangan yang menggunakan kawat baja." Demikianlah tercatat, pada Januari lalu, 175 kali listrik padam. Pada Februari, setelah ada razia, menurun jadi 62 kali. Dan Maret kemaren, listrik padam cuma 19 kali. Menurut Kepala PLN Wilayah V Cabang Pontianak Djoko Suwono, semua itu telah mengakibatkan tiga unit pembangkit listrik rusak. "Memang tidak seluruhnya akibat permainan layangan," kata Djoko Suwono. "Tapi sekitar 75% gangguan adalah akibat tali layangan yang menggunakan kabel baja." "Alaa.. ., dasar listriknya saja tidak canggih," kata Mono berkomentar. Lelaki berusia 28 tahun ini termasuk yang terkena razia, didenda Rp 9 ribu, dan lima layangan dan talinya disita. Kata Mono lagi, "Dulu waktu saya kecil, main layangan tak membuat listrik padam. Sekarang zaman sudah maju, layangan jadi alasan listrik padam." Mono dan kelompok yang terkena razia memang merasa kesal. Apalagi karena penangkapan diberlakukan bagi semua orang, termasuk yang tengah main layangan di tepi sungai ataupun di lapangan, jauh dari jaringan listrik. Pemda, menyusul razia itu, memang telah berjanji untuk menyediakan atau menunjuk tempat-tempat yang dibolehkan sebagai arena permainan layangan. Tapi, bahwa listrik di Pontianak kondisinya kurang modern, tak disangkal oleh pihak PLN. Dari 19 mesin pembangkit, dengan kapasitas 80,9 MW, tak seluruhnya baru. "Lagi pula, jaringan kabelnya 70% masih jaringan lama. Banyak yang kendur, sehingga kalau ada gangguan, terutama dari tali layangaan, akan terjadi kondusi sesama kabel," kata Djoko Suwono. Idealnya, kota sebesar Pontianak menggunakan kabel bawah tanah, bukan lagi mengandalkan sistem kawat telanjang dengan tiang-tiang yang sudah kadaluwarsa. "Tapi untuk ideal itu perlu biaya besar. Anggarannya tak ada."Laporan Djunaini KS (Pontianak)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini