SELAIN gemerlap, belakangan, kota-kota besar di Indonesia punya ciri menonjol yang lain: kemacetan lalu lintas. Keluhan mengenai masalah ini sudah lama menumpuk, tanpa jalan keluar yang jelas. Akhirnya Kepala Negara terpaksa turun tangan sendiri. Rabu pekan lalu, Presiden Soeharto menugaskan Menteri Perhubungan Azwar Anas untuk mengurusi soal kemacetan lalu lintas, terutama di Jakarta, Bandung, Surabaya. dan Medan. Sebab, seperti dikatakan Azwar, kemacetan lalu lintas di empat kota besar itu sudah harus diantisipasi secara serius. Pernyataan Azwar didukung oleh survei tim Ditjen Perhubungan Darat, tahun 1986, dan observasi di sejumlah jalan utama, tahun lalu. "Sebenarnya kita punya dua persoalan, lalu lintas yang menyangkut jumlah kendaraan dan transportasi yang menyangkut jumlah penumpang atau barang" kata Giri Suseno Hadihardjono, Dirjen Perhubungan Darat. Sebab, berdasarkan penelitian itu, tampak adanya ketimpangan antara jumlah kendaraan dan penumpangnya. Di empat kota itu, lalu lintas rata-rata dipenuhi 80,35 persen kendaraan pribadi. Sedangkan angkutan umum hanya rata-rata 10, 10%., dari jumlah kendaraan. Di Jakarta tercatat ada 84,3% kendaraan pribadi atau 1.073.539 mobil dan motor, dan hanya 4,2% angkutan umum. Selebihnya truk. Padahal lebih banyak warga mengandalkan kendaraan umum ketimbang mobil atau motor pribadi. "Untuk Jakarta, 87% kendaraan pribadi itu hanya mengangkut 45% penumpang, sedangkan 4% kendaraan umum itu mengangkut 55% warga yang memerlukan transportasi," ujar Giri. Repotnya lagi, dengan fakta itu, penggunaan luas bidang jalan tidak efektif. Terlalu banyak kendaraan yang dimanfaatkan oleh sedikit orang. Di Jakarta, umpamanya, pernah dilakukan survei pada 9 lintasan utama. Ternyata kebanyakan kendaraan roda empat hanya ditumpangi oleh 1 orang (45%), dan cuma 4% angkutan yang dimanfaatkan oleh 4 orang atau lebih. Padahal satu bis besar PPD dengan luas 25 meter persgi, umpamanya, bisa mengangkut 60 orang. Kini di Jakarta ada 11.082 unit bis, dengan kapasitas angkut 3,6 juta orang. Atau sekitar 45% penduduk Jakarta. Tak heran bila dianggap perlu ada aturan main baru untuk transportasi dan lalu lintas ini. "Kendaraan umum harus diprioritaskan. Jumlahnya sedikit, tetapi sahamnya di dalam mengangkut besar, " kata Giri Suseno. Maka, kalau bisa, "Dia itu jangan kena macet-lah." Sebab, berarti bahwa pelayanan kepada masyarakat bisa ditingkatkan. Dalam waktu dekat ini, rencananya, di Jakarta akan dibuat jalur-jalur khusus untuk kendaraan umum. Prioritas pertama pada jalur Senen-Jatinegara, Grogol-Cililitan, dan Blok M-Jakarta Kota. "Pajak kendaraan pribadi yang diperbesar juga merupakan alternatif lain, " ujar Azwar Anas. Dudung Purwadi, pakar teknik transportasi dari Surabaya, setuju dengan cara pemecahan "menganakemaskan" angkutan umum dan "menganaktirikan" kendaraan pribadi, seperti yang juga diterapkan di AS dan Eropa Barat. Dengan kenyamanan angkutan umum ini, menurut Dudung, "Perbandingan antara penggunaan kendaraan umum terhadap kendaraan pribadi mencapai paling tidak 10:1," katanya. Ini terbukti sebagai jalan keluar yang efektif.Bunga S, Tommy Tamtomo, dan Wahyu Muryadi (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini