Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Munculnya 11 Sarjana Hindu

Institut Hindu Dharma berkembang, meluluskan 11 sarjana untuk pertama kalinya. Institut ini sudah memiliki kampus baru dan merencanakan menambah satu fakultas lagi.

31 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGAIKAN seorang pertapa yang diterima permohonannya, perguruan tinggi itu kini berwajah cerah. Institut Hindu Dharma (lHD), satu-satunya lembaga pendidikan tinggi Agama Hindu di Indonesia, 10 Oktober lalu mewisuda 11 sarjana baru. Itu untuk pertama kalinya setelah 18 tahun yang penuh usaha. "Merupakan lembaran baru bagi IHD," kata Ida Bagus Suanda Wesnawa SH, sang rektor, dengan lega. Maklum. Lembaga yang didirikan berdasar Piagam Campuhan itu--hasil Kongres Parisadha Hindu Dharma I 1960 di Campuhan, Bali---boleh dikata hanya bermodal niat dan semangat mengabdi umat saja. Kuliahnya pun, yang mulai pada 1963 menumpang pada sekolah milik Yayasan Dwi Jendra--sekolah menengah Hindu. Dosennya hampir semua pinjaman dari Universitas Udayana atau perguruan tinggi lain. Dan banyak di antara mereka malah menyumbangkan honorarium mengajarnya untuk IHD--agar ihstitut ini tidak macet, syukur berkembang. Apa boleh buat, Yayasan Hindu Dharma yang punya inisiatif memang boleh dikatakan tak bermodal. "Pada dasarnya kami masuk IHD ingin mencari kepuasan jiwa," kata Drs. I Gusti Ayu Wedhariyadnya, salah satu sarjana yang diwisuda. Ia ibu 5 anak, dan menjadi mahasiswa sejak 1969. Baru setelah sepuluh tahun berjalan, 1973, IHD menerima bantuan insidentil dari Departemen Agama. Ini memang meringankan sedikit. Dan 1978 yang lalu gubernur Bali (Sukarmen, waktu itu) menyumbangkan tanah seluas 3 ha untuk kampus. Kampus itu sendiri lantas berdiri berkat bantuan Pemda Bali, Dep. Agama, bantuan Presiden dan bantuan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VI. Fakultasnya pun berkembang: dari satu menjadi tiga. Fak. Keguruan Pendidikan Agama, Fak. Agama dan Pengetahuan Kemasyarakatan dan sebuah lagi--cakal bakal perguruan tinggi ini--Fak. Agama dan Kebudayaan. Tenaga pengajar juga bertambah. Ada 64 dosen dan asisten dosen (tetap maupun honorer), termasuk 3 orang guru besar. Mahasiswanya kini lumayan banyak, 1100 orang. Sementara sarjana muda yang telah diluluskannya tercatat 213 orang. Toh, menurut Suanda Wesnawa, rektor itu, IHD belum mampu mencukupi tenaga ahli agama Hindu--untuk umat yang berjumlah sekitar 3 juta. "Umat Hindu 'kan tak di Bali saja," tuturnya. Mungkin karena ini baik jebolan maupun lulusan IHD praktis tak susah mencari kerja. Di samping, kebanyakan mahasiswanya memang telah bekerja--jadi dosen, guru, pejabat dinas pembinaan mental ABRI umpamanya. Ini bisa berarti: IHD belum benar-benar seirama dengan perkembangan umat Hindu. Kebijaksanaan yang ditempuh kini: dikeluarkannya surat keputusan yang mengharuskan para alumni institut mengabdikan ilmunya kepada alma mater--dengan rnenjadi dosen. Dengan demikian berangsur-angsur jumlah dosen pinjarnan bisa dikurangi. Tentu, peraturan itu bisa efektif sepanjang tidak bertubrukan dengan kesibukan penuh si lulusan yang telah terikat. Fakultas Baru Agaknya masa kerektoran Suanda Wesnawa merupakan masa pembenahan lebih lanjut. Rektor keempat IHD itu, pensiunan Letkol CPM dan bapak dari tujuh anak, merencanakan membuka satu fakultas lagi: Fak. Agama dan Filsafat. Tentang sarana akademisnya sendiri meski telah jauh berkembang dibanding pada awal-awal berdirinya, masih dirasa kurang cukup. Itulah mungkin yang kini menjadi masalah bagi perubahan status 11 ID menjadi institut negeri -- seperti IAIN misalnya. Apalagi prestasi akademisnya sendiri belum terdengar. Karena itu statusnya masih tetap sama seperti 18 tahun lalu: terdaftar. Padahal, menurut Suanda, IHD telah melakukan dialog. dengan DPR Pusat mengenai penegeriannya. Dan konon, ketika meninjau institut itu beberapa hari sebelum wisuda yang lalu, Menteri Agama telah memberikan "lampu hijau". Dari Ditjen Bimas Hindu-Buda Departemen Agama sendiri hal itu memang menjadi pemikiran. "Perkembangan IHD tak disangka. Ternyata peminatnya banyak," tutur Dirjen Bimas Hindu-Buda, Gde Pudja SH. Singkat kata, menurut Dirjen yang pernah belajar di lembaga perguruan tinggi Agama Hindu di India itu, ia sangat setuju penegerian IHD. "Tapi kirakira nanti empat-lima tahun lagi," katanya. Soalnya, bagaimana perguruan tinggi bisa baik bila perpustakaan saja, misalnya, belum memadai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus