ACARA Sabtu lalu itu berlangsung meriah dan penuh gelak tertawa.
Sambil antre, para pimpinan Panitia Pemilihan Indonesia dan
Lembaga Pemilihan Umum (LPU) menandatangani daftar calon
sementara Pemilu 1982. Tidak nampak sisa-sisa bentrokan
sebelumnya yang mengiringi penyusunan daftar calon itu.
Begitulah. Akhirnya, sesuai dengan jadwal, daftar calon
sementara itu disahkan.
Menurut daftar calon tersebut, Partai Persatuan Pembangunan
mengajukan 625 orang calon, Golkar 719 dan PDI 456 orang. Daftar
ini akan resmi diumumkan pada 15 Desember nanti. Masyarakat akan
diberi kesempatan selama 30 hari sampai 15 Januari 1982 untuk
meneliti dan menilai para calon anggota DPR tersebut. Yang
berkeberatan dapat mengajukannya secara tertulis pada Panitia
Pemilihan Pusat untuk anggota DPR Pusat dan pada Panitia
Pemilihan Daerah bagi anggota DPRD.
Seperti dalam pemilu terdahulu, Golkar memajang banyak nama
tokoh terkenal sebagai votegetter (pengumpul suara) yang
dipasang dalam urutan atas. Ini sesuai dengan hasil penelitian
Golkar, bahwa kultur pemilih di Indonesia "masih bersifat
paternalistis" dan mengikuti arus siapa yang berkuasa. Di Aceh
sebagai pengumpul suara ditampilkan Ketua Bulog Bustanil Arifin
dan bekas Menteri P&K Syarif Thayeb. Adam Malik, Daoed Joesoef,
M. Panggabean dan Cosmas Batubara dipasang di Sumatera Utara. Di
Jawa Tengah, selain Sultan Hamengkubuwono IX dimajukan juga
bekas KSAD Widodo, Menko Kesra Surono, Menteri Sosial Sapardjo
dan Mashuri. Menko Widjojo Nitisastro seperti Pemilu 1977
ditampilkan di Jawa Timur sedang Menteri Ristek Habibie di
Sulawesi Selatan.
Kelompok "wajah lama" Golkar tetap terdiri dari para tokoh
terkemuka. Di DKI Jakarta, yang dianggap pusat intelektual,
dipasang nama-nama seperti Sugiharto dan Sarwono Kusumaatmadja.
Ketua Umum DPP Golkar Amir Moertono kali ini muncul sebagai
calon Jawa Tengah setelah Jawa Timur konon menolaknya. Sukardi,
Ketua DPP Golkar, tampil sebagai wakil Jawa Timur bersama Mas
Isman. Sedang Suharto Kusumoyudho dari Kosgoro yang sekarang
menjabat Wakil Ketua F-KP tidak muncul lagi dalam daftar calon.
Dari Jawa Timur muncul nama K.H. Wahib Wahab, bekas tokoh NU
yang kini mewakili Golkar.
PDI masih tetap memasang nama para tokoh lama pada urutan
pertama. Jawa Tengah, yang pada Pemilu 1977 menghasilkan 12
kursi DPR buat PDI, menampilkan Soenawar Soekowati, Soemarjo,
Suryadi dan Achmad Soebagio.
Hardjantho Sumodisastro, Marsusi dan Adipranoto dipasang di Jawa
Timur. Eks unsur non-PNI yang dipasang antara lain Sabam Sirait
di Sumatera Utara, V.B. da Costa (NTT), John Tahamata (Maluku)
dan J. Samosir untuk Irian Jaya.
Kelereng
Yang paling menarik perhatian adalah daftar calon PPP yang
sempat bikin gempar. Wajah lama yang merupakan "calon pasti
jadi" karena dipasang pada urutan atas antara lain Sudardji dari
Nuddin Lubis (Sumatera Utara), Ismail Hasan Mataereum dan Tengku
Saleh (Aceh), Ridwan Saidi (DKI Jaya), Amin Iskandar (Jawa
Barat) dan Imam Sofwan dan Chalid Mawardi (Jawa Tengah).
Banyak nama tohoh NU yang hampir pasti tidak akan terpilih lagi
karena dipasang di urutan bawah. Misalnya di Jawa Timur Jusuf
Hasjim, K.H. Masykur, Saifuddin Zuhri, Rachmat Moeljomiseno,
Zamroni dan Imron Rosyadi.
Menurut Ketua LPU/Menteri Dalam Negeri Amirmachmud, masih ada
kemungkinan daftar calon sementara ini berubah. Dan itu
tergantung pada organisasi yang bersangkutan. "Tapi jangan
sampai daftar calon sementara itu diubah secara prinsipiil. Itu
tidak bisa. Kalau dua atau tiga orang bergeser, itu mungkin
bisa," ujarnya seusai menemui Presiden Soeharto di tempat
kediamannya Jalan Cendana pekan lalu.
Menilik penegasan itu, tampaknya daftar calon sementara itu
tidak akan berubah banyak. Bisa dipastikan yang paling keberatan
adalah NU yang bakal kehilangan sekitar enam kursi kalau urutan
tidak berubah. Sedang pihak Muslimin Indonesia jelas akan
menentang perubahan itu. "MI akan berjuang agar urutan ini tidak
berubah," kat. Sekjen MI Ali Tamin.
Amin Iskandar sendiri, tokoh NI. yang pasti terpilih lagi,
merasa pesimistis akan kemungkinan perubahan. "Jika diubah akan
menimbulkan persoalan baru lagi," katanya di rumahnya pekan
lalu. "Politik itu selamanya tidak di atas dan selalu menang.
Suatu saat NU pun bisa di bawah," tambahnya.
Sampai awal pekan ini, protes dari NU bellm muncul. Yang
muncul--dan dianggap mengagetkan--adalah pengunduran diri tokoh
NU Saifuddin Zuhri dari jabatan Ketua DPP PPP. Alasan utama
keputusannya: terjadinya disintegrasi dan pertengkaran dalam
tubuh PPP akibat lengahnya sistem kepemimpinan. "PPP tinggal
menjadi nama. Masing-masing berjalan sendiri tanpa menghiraukan
tata hirarki organisasi," kata bekas Menteri Agama yang suka
menulis di koran ini dalam suratnya tertanggal 19 November itu.
Menurut dia semua ini akibat pimpinan PPP senantiasa menghindari
tanggung jawab dan tidak serius mencari jalan keluar dari tiap
kesulitan.
Pengunduran dirinya, menurut Saifuddin, tidak ada hubungannya
dengan ditempatkannya namanya pada urutan bawah daftar calon
Pemilu 1982. "Pengunduran saya bukan karena kelerengnya, tapi
cara permainannya. Masingmasing unsur dalam PPP telah bertindak
sendiri-sendiri. Saya sudah tidak bisa lagi melihat pimpinan PPP
yang sudah menghalalkan segala cara," katanya.
Ia mengharapkan pengunduran dirinya bisa mengingatkan kembali
pada adanya fatsoen (kesopanan) dalam politik. Apakah
tindakannya ini akan diikuti para tokoh NU lain terrnasuk Idham
Chalid dan Masykur seperti "diramalkan" tokoh MI Sudardji? "Saya
tidak tahu," jawab Saifuddin. "Apalah artinya jika saya
mengundurkan diri. Kalau ibarat kapal, paling-paling saya kan
hanya markonisnya," tambahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini