Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mimpi buruk canberra

Koran the national times yang terbit di sydney memuat berita berjudul the bomb for indonesia: canberra probe. berita itu melaporkan adanya kecemasan di kalangan intelijens australia.(nas)

5 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENTERI Riset dan Teknologi B.J. Habibie tertawa ngakak tatkala pekan lalu dicegat pertanyaan: Betulkah Indonesia secara diam-diam sedang mengembangkan pembuatan bom nuklir? "Kita kan masih mempunyai banyak persoalan. Buat apa kita membuat bom nuklir? Yang lebih penting kan 'bom' makanan," katanya disusul tertawa berderai lagi. Buat banyak orang Indonesia pertanyaan itu mungkin menggelikan. Namun kekhawatiran itu ternyata ada--dan rupanya kuat--di Australia. Koran mingguan The National Times yang terbit di Sydney dan mempunyai sirkulasi lebih 100 ribu pada edisi 15 November silam secara menyolok di halaman depannya memuat berita berjudul The Bowb For Indonesia: Canberra Probe. Dihiasi gambar Presiden Soeharto, berita itu melaporkan adanya kecemasan di kalangan pejabat intelijens Australia yang khawatir Indonesia secara diam-diam tengah mengembangkan pembuatan bom nuklir. Menteri Pertahanan Australia Jim Killen dilaporkan sangat khawatir setelah menerima informasi rahasia tentang kegiatan nuklir Indonesia tersebut. "Tampaknya ia cemas bila para pejabat Indonesia percaya bahwa Australia sedang mengembangkan pembuatan senjata nuklirnya sendiri," tulis The National Times. Koran ini juga mengutip sumbersumber intelijens di Canberra yang mengungkapkan adanya penelitian khusus untuk mempelajari masalah ini. Sehari kemudian Jim Killen membantah berita itu. "Saya tidak pernah menerima informasi yang mengungkapkan Indonesia tengah mengembangkan kemampuan nuklirnya," ujarnya seperti dikutip The Sydney Morning Herald. Ia juga menegaskan, Australia sebagai penandatanganan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir menjunjung tinggi perjanjian ini. Adanya berita itu agaknya menunjukkan masih membayangnya kecemasan pada sebagian orang Australia terhadap kemungkinan ancaman Indonesia. Awal tahun ini pers Australia juga menghebohkan terungkapnya suatu studi berisi petunjuk bagi pemerintah Australia menghadapi kemungkinan invasi. Laporan yang ditulis tiga pejabat senior Departemen Pertahanan pada pertengahan 1970-an itu menyebutkan juga kemungkinan invasi dari Indonesia yang bersenjatakan nuklir (TEMPO, 4 April 1981). Jauh sebelum ini, tatkala Indonesia sedang memperjuangkan kembalinya Irian Barat, Australia juga mencemaskan Indonesia yang memiliki pesawat pengebom TU-16 yang mampu menjangkau Australia. Kecemasan itu memuncak tatkala almarhum Presiden Soekarno pada pertengahan 1960-an mengatakan Indonesia akan segera memiliki bom atom. Tak Khawatir Masyarakat Indonesia sendiri tampaknya tak pernah khawatir akan kemungkinan ancaman dari Australia. Dalam suatu pengumpulan pendapat umum oleh TEMPO pada 1980, hanya 3,8% responden yang menyebut Australia sebagai ancaman, dibanding sekitar 30% yang menuding RRC. Membuat bom nuklir sendiri tidak begitu gampang. "Peralatan yang kita miliki sekarang masih belum memungkinkan kita untuk membuatnya," kata Budi Sudarsono, Kepala Biro Pengendalian Radiasi dan Zat radio aktif Badan Tenaga Atom Nasional. Menurut dia untuk bisa membuat bom, diperlukan sekitar 10 kg uranium atau plutonium. "Sedang uranium 235 yang kita datangkan dari Amerika setahunnya hanya antara 3 sampai 4 kg saja," katanya. Uranium sejumlah itu dipakai untuk dua reaktor nuklir kecil di Bandung dan Yogyakarta. Reaktor Bandung, yang diresmikan pada 1964, berkapasitas 1 MW sedang Reaktor Yogya yang diresmikan Maret 1979 berkekuatan 100 KW saja. Menurut Budi Sudarsono, di samping terikat pada Perjanjian Non Proliferasi Nuklir yang ditandatangani Indonesia padal979, IAEA (International Atomic Energy Agency) setiap tahun memonitor reaktor negara-negara penandatangan perjanjian itu. Tahun depan Indonesia memang mulai membangun reaktor nuklir di Serpong yang bakal berkekuatan 30 MW dan diharapkan selesai dalam 4 tahun. "Reaktor ini dimaksudkan sebagai pembangkit tenaga listrik. Ia merupakan reaktor nuklir untuk material test dan pembuat isotop," kata Menteri Habibie.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus