Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Nasib Prabowo Subianto Setelah Soeharto Lengser, Surat DKP Hentikan Karier Militernya

Soeharto lengser pada Kamis, 21 Mei 1998 berpengaruh besar terhadap karier militer menantunya dulu, Prabowo yang kini presiden terpilih Pilpres 2024.

21 Mei 2024 | 18.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Kedua RI Soeharto lengser pada Kamis, 21 Mei 1998 berpengaruh besar terhadap menantunya, Prabowo Subianto, presiden terpilih Pilpres 2024. Seiring mundurnya Soeharto, karier Prabowo di militer pun bubar jalan. Tiga bulan setelah Orde Baru runtuh, mantan suami putri kedua Soeharto, Siti Hediati Hariyadi, itu dipecat dari Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagi Prabowo Subianto, era 1998 bisa jadi merupakan tahun terburuknya: mertuanya dilengserkan sebagai Presiden, terpaksa bercerai dengan Titiek Soeharto karena seteru politik antarakeluarga Cendana dengan keluarganya, lalu dipecat dari militer karena tuduhan lakukan pelanggaran Hak Asasi HAM berat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prabowo diberhentikan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), sekarang TNI, tiga bulan setelah Soeharto lengser, tepatnya pada Agustus 1998. Kala itu, Prabowo ditetapkan bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan dan kesalahan, termasuk melakukan penculikan terhadap beberapa aktivis prodemokrasi pada 1997/1998.

Penculikan aktivis 1997/1998 merupakan kasus penculikan terhadap aktivis pro-demokrasi yang terjadi antara Pemilu 1997 hingga jatuhnya Soeharto pada 1998. Penculikan terjadi dalam tiga tahap: sebelum Pemilu pada Mei 1997, dua bulan sebelum sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada Maret 1998, dan pada periode sebelum pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei 1998.

Lulusan Akademi Militer 1974 itu pensiun saat berpangkat letnan jenderal. Kariernya sebagai abdi negara pupus setelah 24 tahun berkecimpung sebagai prajurit TNI. Di usianya yang ke-47 tahun saat itu, Prabowo terpaksa melepaskan karier militernya setelah mendapatkan surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) Nomor: KEP/03/VIII/1998/DKP.

Kesalahan Prabowo adalah soal penugasan Satuan Tugas Mawar atau Tim Mawar untuk menculik aktivis prodemokrasi 1997/1998. Prabowo dinyatakan bersalah oleh DKP pada 21 Agustus 1998. Ia terbukti memerintahkan Komandan Grup 4/Sandi Yudha Kopassus dan anggotanya dari Tim Mawar dan Satuan Tugas Merpati “merampas kemerdekaan orang lain”.

Adapun anggota DKP yang menyidang Prabowo kala itu terdiri dari tujuh perwira TNI. Mereka adalah Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo, Letnan Jenderal Fachrul Razi, Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Letnan Jenderal Yusuf Kartanegara, Letnan Jenderal Agum Gumelar, Letnan Jenderal Arie J. Kumaat, dan Letnan Jenderal Djamari Chaniago.

Anak buah Prabowo dalam pemeriksaan oleh DKP mengaku meyakini penculikan aktivis prodemokrasi pada 1997/1998 itu sebagai operasi resmi. Alasannya, Prabowo mengatakan “sudah melaporkan ke pimpinan” dan “atas perintah pimpinan”. Nyatanya, Prabowo baru melaporkan operasi kepada Panglima TNI pada April 1998. Prabowo melapor setelah didesak Kepala Badan Intelijen ABRI.

DKP kemudian mendakwa Prabowo melampaui kewenangan dengan menjalankan operasi pengendalian stabilitas nasional tersebut. Operasi itu dilakukan berulang-ulang di Aceh, Irian Jaya—sekarang Papua, dan pengamanan presiden di Vancouver, Kanada, oleh Kopassus. Prabowo juga dinilai bersalah lantaran kerap pergi ke luar negeri tanpa izin Kasad atau Panglima ABRI.

Atas sejumlah tindakan Prabowo, DKP menilai Prabowo mengabaikan sistem operasi, hierarki, dan disiplin di lingkungan militer. Prabowo juga dianggap tidak menjalankan etika profesionalisme dan tanggung jawab. DKP mengklaim Prabowo melakukan tindak pidana berupa ketidakpatuhan. Pidana lainnya adalah perintah merampas kemerdekaan orang lain dan penculikan.

Meski rekam jejak Prabowo Subianto di militer tak panjang, kini status Ketua Umum Partai Gerindra itu adalah Jenderal TNI Kehormatan. Gelar istimewa itu disematkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Februari lalu. Jokowi memberikan gelar istimewa bintang empat itu di Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, kawasan Cilangkap, Jakarta Timur.

"Penganugerahan ini adalah penghargaan sekaligus peneguhan berbakti sepenuhnya pada bangsa dan rakyat Indonesia," kata Jokowi pada Rabu, 28 Februari 2024.

HENDRIK KHOIRUL MUHID I MUHAMMAD MUHYIDDIN | FRANSISCO ROSARIANS | RIKY FERDIANTO | DANIEL A. FAJRI 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus