Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bacharuddin Jusuf Habibie atau BJ Habibie menjabat sebagai Presiden ke-3 Republik Indonesia. setelah Soeharto memutuskan mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 1998.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari museumkepresidenan.id, BJ Habibie lahir di Parepare pada 25 Juni 1936. ia adalah anak keempat dari delapan bersaudara. Kecerdasannya sudah nampak sejak kecil, salah satunya terlihat ketika Habibie selalu menanyakan banyak hal. Habibie pun telah terbiasa untuk berbicara dalam bahasa Belanda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada Tempo pada 2012 silam, Habibie menceritakan awal pertemuannya dengan Soeharto.
"Saya pertama kali kenal Pak Harto pada awal 1950, ketika saya berumur 14 tahun dan Pak Harto 29 tahun," kata Habibie. Saat itu, ujar dia, sebagai komandan, Letnan Kolonel Soeharto datang ke Makassar untuk memimpin pasukan Brigade Mataram menumpas pemberontakan di wilayah Sulawesi Selatan pimpinan Andi Azis.
"Kebetulan, markas pasukan Pak Harto terletak di seberang rumah orang tua saya di Jalan Maricaya (Klapperland), Makassar," ujarnya.
Saat senggang, kata Habibie, pasukan Brigade Mataram sering bertamu ke ruma dia. Mereka, ujar Habibie, anak muda yang badannya tegap-tegap mirip aktor Van Damme. "Pak Harto dan pasukannya kemudian menjadi akrab dengan bapak-ibu saya," ujarnya.
Soeharto, kata Habibie memperlakukan dirinya seperti anaknya sendiri. Menurut Habibie, desanya dekat dengan makam keluarga ibu saya di Purworejo, Jawa Tengah.
"Lama-lama Pak Harto dan keluarga saya menjadi akrab. Dan hubungan Pak Harto dengan keluarga saya semakin dekat setelah seorang perwira Brigade Mataram, Kapten Subono Mantofani, menikah dengan kakak saya," ujar dia.
Kapten Subono merupakan bapak dari Adrie Subono (yang kini dikenal sebagai promotor musik).
Karier Politik BJ Habibie
Karier politik BJ Habibie bermula pada 1973, saat ia diminta kembali ke Tanah Air oleh Presiden Soeharto. Kala itu BJ Habibie ditunjuk menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan V pada 1983 - 1988.
BJ Habibie kembali dipercaya menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan VI pada 1988 - 1993 dan menjabat kembali menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan VII pada 1993 - 1998.
Karier politiknya kian melesat pada 1997, BJ Habibie dipilih menjadi Wakil Presiden RI ke-7 menggantikan Try Sutrisno yang dianggap tidak satu visi dan misi dengan Presiden Soeharto dalam merancang kabinet. Pada 1997, lengsernya Soeharto membuat BJ Habibie diangkat menjadi Presiden pada 1998-1999 hingga terpilihnya Abdurrahman Wahid (Gus dur).
Masa kepresidenan BJ Habibie ditandai dengan keterbukaan demokrasi di Indonesia. Habibie mengesahkan tiga undang-undang yang demokratis yaitu UU no. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik, UU no. 3 tahun 1999 tentang Pemilu dan UU no. 4 tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan MPR/DPR.
Ketiga undang-undang ini membuka keran demokrasi Indonesia dan membuka jalan untuk penyelenggaraan Pemilu 1999. Pemilu ini diikuti oleh 48 partai politik sebagai bentuk aspirasi masyarakat Indonesia.
BJ Habibie Ahli Teknologi Dirgantara
Selain terjun di dunia politik, BJ Habibie merupakan seorang ahli teknologi dirgantara. Latar belakangnya di bidang teknologi membuatnya dikenal sebagai Bapak Teknokrat.
Habibie berkecimpung dalam dunia teknik ketika ia belajar teknik mesin di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1954. Lalu melanjutkan studi di bidang teknik kontruksi ringan di RTWH Aachen, Jerman. Presiden ke-3 RI ini juga berhasil menemukan Teori Habibie atau Crack Progression Theory. Teori ini menjelaskan tentang titik awal retakan pada sayap dan badan pesawat. Teori yang ia buat berhasil menghitung letak dan besar retakan pada konstruksi pesawat.
Dalam perjalanan kariernya di bidang tenologi, BJ Habibie pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) pada 1978 hingga 1998. Di bawah kepemimpinanya, Indonesia berhasil menerbangkan pesawat terbang buatan dalam negeri untuk pertama kali pada 1995 dengan nama tipe N-250.
Presiden ke-3 sekaligus bapak teknokrat Indonesia ini tutup usia pada usia 83 tahun, Rabu 11 September 2019.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI I FIRDHY ESTERINA CHRISTY I JULI HANTORO