Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Itulah suasana persiapan perayaan Natal di salah satu gereja yang menjadi korban kerusuhan Ketapang, November lalu. "Natal kali ini sangat dramatis buat mereka," kata Ketua Persatuan Gereja-Gereja Indonesia, Pendeta Sularso Sopater, kepada TEMPO.
Peristiwa Ketapang adalah amuk yang menyentakkan banyak pihak dan menorehkan luka baru di atas kekerabatan sesama anggota masyarakat di negeri ini. Amuk yang berawal dari perkelahian antarkelompok yang kemudian, entah apa sebabnya, berbuntut perusakan sejumlah gereja. Lalu, sepekan kemudian, di Kupang, Nusatenggara Timur, terkesan terjadi aksi balas dendam. Beberapa masjid dibakar massa. Kecemasan umum pun muncul; jangan-jangan konflik ini bakal menjalar. Syukurlah, kecemasan itu reda bersama redanya ketegangan antarpemeluk agama yang dicoba untuk "dipancing-pancing".
Badan Musyawarah Antaragama, yang terdiri dari para tokoh Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan yang lain, menilai bahwa di belakang kerusuhan itu ada sebuah rekayasa politik dari kelompok tertentu. Bahkan, K.H. Abdurrahman Wahid, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, kepada wartawan mengungkapkan, "Peristiwa yang terjadi di Ketapang, Kupang, dan Banyuwangi semua dilakukan pengikut Pak Harto," katanya, seusai bertemu mantan presiden itu dua pekan lalu.
Bila begitu, peristiwa Ketapang dan Kupang untuk sementara bisa disimpulkan bukan konflik antarumat beragama. Maka, seruan dari Badan Musyawarah Antaragama tepat adanya, agar umat beragama bahu-membahu membangun kembali tempat-tempat ibadah yang rusak. Substansi seruan itu jelas: ide-ide perseteruan antarkelompok agama semestinya dibuang ke keranjang sampah.
Untuk menghayati Natal dan kerukunan antarumat beragama, cerita yang ditulis seorang imam Katolik, Anthoni de Mello S.J., dalam buku Burung Berkicau laik direnungkan.
"Jesus Kristus berkata bahwa Ia belum pernah menyaksikan pertandingan sepak bola. Maka, kami mengajak-Nya menonton. Sebuah pertandingan sengit berlangsung antara kesebelasan Protestan dan kesebelasan Katolik. Kesebelasan Katolik memasukkan bola terlebih dahulu. Jesus bersorak gembira dan melemparkan topinya tinggi-tinggi. Lalu ganti kesebelasan Protestan yang mencetak gol. Dan Jesus bersorak gembira serta melemparkan topinya tinggi-tinggi lagi.
Hal ini rupanya membingungkan orang yang duduk di belakang kami. Orang itu menepuk pundak Jesus dan bertanya: "Saudara berteriak untuk pihak yang mana?". "Saya?," jawab Jesus yang rupanya sedang terpesona oleh permainan itu. "Oh, saya tidak bersorak bagi salah satu pihak. Saya hanya senang menikmati permainan ini." Penanya itu berpaling kepada temannya dan mencemooh Jesus: "Ateis!".
Sewaktu pulang, kami memberitahu Jesus tentang situasi agama di dunia dewasa ini. "Orang-orang beragama itu aneh, Tuhan," kata kami. "Mereka selalu mengira bahwa Allah ada di pihak mereka dan melawan orang-orang yang di pihak lain." Jesus mengangguk setuju. "Itulah sebabnya Aku tidak mendukung agama; Aku mendukung orang-orangnya," katanya. "Orang lebih penting dari agama. Manusia lebih penting dari Hari Sabat."
"Tuhan, berhati-hatilah dengan kata-kata-Mu," kata salah seorang di antara kami dengan was-was. "Engkau pernah disalibkan karena telah mengucapkan kata-kata serupa itu." "Ya dan justru hal itu dilakukan oleh orang-orang beragama," kata Jesus sambil tersenyum kecewa.
Kelik M. Nugroho, Wenseslauss Manggut
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo