Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Mastuki mengatakan mengatakan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja akan menyederhanakan proses sertifikasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mastuki mengatakan ada sejumlah aturan di dalam Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang akan berubah. Namun ia membantah jika tidak omnibus law itu menghapus kewajiban sertifikasi halal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mastuki menjelaskan banyak pasal dalam UU 33 tahun 2014 yang dibahas dan akan mengalami penyesuaian. Pasal-pasal itu adalah: pasal 1, 7, 10, 13, 14, 22, 27-33, 42, 44, 48, 55, 56, dan 58. “Pasal 4 tentang kewajiban sertifikasi halal bagi produk, tidak jadi dibahas,” kata dia dalam keterangan resmi dikutip dari situs Kemenag, Rabu, 22 Januari 2020.
Mastuki mengatakan BPJPH ikut terlibat dalam pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja. Pembahasan yang dilakukan bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, dan sejumlah lembaga terkait ini sudah berlangsung hingga pertengahan Januari 2020.
Dalam konteks jaminan produk halal, kata dia, ada empat titik tekan omnibus law. Pertama, penyederhanaan proses sertifikasi halal. “RUU Omnibus Law ini semangatnya pada percepatan waktu proses sertifikasi halal, baik di BPJPH, MUI, maupun Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Harus ada kepastian waktu,” ucap dia.
Kedua, pembebasan biaya bagi usaha mikro dan kecil (UMK) saat akan mengurus sertifikasi halal. Ketiga, mengoptimalkan peran dan fungsi LPH, auditor halal, dan penyelia halal guna mendukung pelaksanaan sertifikasi halal. Penyesuaian akan dilakukan dalam sejumlah persyaratan, prosedur, dan mekanismenya akan disesuaikan.
Keempat, ada pemberian sanksi administratif dan sanksi pidana. “Arahnya bagaimana mendorong pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi halal. ”Pendekatan yang dikedepankan adalah persuasif dan edukatif. “Karena itu, dalam pembahasan kami menghindari sanksi pidana, hanya sanksi administratif,” kata Mastuki.