Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengaku yakin Presiden Joko Widodo memikirkan rakyat dan bangsa di balik keputusannya ihwal Undang-undang Cipta Kerja. Menurut Prabowo, karena itulah ia mau menjadi menteri di pemerintahan Jokowi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena itulah saya mau kerja sama. Kalau saya lihat beliau kurang nasionalis kan untuk apa, kan begitu," kata Prabowo dalam video yang dilansir DPP Gerindra, Senin, 12 Oktober 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum Partai Gerindra ini mengatakan partainya telah memberikan catatan kritis terhadap Undang-undang Cipta Kerja. Ia mengaku sejak awal menginstruksikan Fraksi Gerindra di Dewan Perwakilan Rakyat untuk meneliti RUU Cipta Kerja tiap klaster hingga pasalnya.
Menurut Prabowo, semuanya harus diupayakan demi kepentingan nasional. Prabowo mengklaim partainya termasuk yang paling keras untuk menyaring, menelusuri, dan mengurangi pasal-pasal yang dinilai terlalu liberal.
"Kami mendukung tapi kan juga menyaring. Banyak sekali juga kami kurangi yang terlalu liberal. Jadi banyak kalangan kita yang masih gandrung dengan liberalisme," kata Prabowo.
Prabowo berpendapat tak semua kesulitan harus diatasi dengan liberalistik. Menurut dia, pemerintah pun memiliki kekuatan untuk menentukan arahnya sendiri.
Meski begitu, Prabowo mengakui perbedaan pandangan ihwal liberalisme itu wajar dalam demokrasi. Dia pun mengakui ada kemungkinan pengusaha-pengusaha melobi para pembuat undang-undang.
"Saya yakin ada banyak pengusaha yang lobi-lobi, pengusaha itu mungkin banyak teman di dalam pemerintah juga, jadi ini wajar lah," kata mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus ini.
Sebagian publik mengkritik dan menolak UU Cipta Kerja yang telah disahkan pemerintah dan DPR pada Senin, 5 Oktober lalu. Omnibus law ini dinilai terlalu memberikan karpet merah untuk para pengusaha, tetapi merugikan buruh dan kelestarian lingkungan.
Publik juga mengkritik proses penyusunan rancangan undang-undang yang dinilai tak transparan serta proses yang tergesa-gesa. Para pihak yang menolak mendesak Presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) untuk membatalkan omnibus law ini.
BUDIARTI UTAMI PUTRI