Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Para Pelindung Noor Din

Para Wijayanto terus diburu. Diduga senior Noor Din M. Top, ia tak mahir dakwah dan ilmu militer.

11 Januari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH dua pekan Baharudin Latip alias Baridin ”menghilang”. Kecuali polisi, kini tak seorang pun boleh menemuinya. Ia dan Ata, anaknya, saat ini intensif diinterogasi aparat. Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Jenderal Ito Sumardi, anak-beranak itu diduga menyembunyikan Noor Din M. Top, sebelum buron kakap teroris itu didor polisi 16 September lalu. Baridin adalah ayah Arina Rachmawati, istri ketiga Noor Din.

Penangkapan Baridin dan Ata di Pameungpeuk, Garut Selatan, menjelang Natal lalu membuka spekulasi baru tentang jaringan teroris. Sumber Tempo mengatakan, dalam pemeriksaan Baridin, muncul nama Para Wijayanto—orang dekat sekaligus ditakuti Noor Din. ”Detasemen Khusus 88 tengah mengurai keterkaitan Para dan Noor Din,” kata sang sumber, Jumat pekan lalu.

Siapa Para Wijayanto? Anak pasangan Wikanto, pensiunan TNI Angkatan Udara, dan Wuryaningsih itu lahir di Kalijati, Subang, Jawa Barat, 9 Agustus 1964. Sarjana teknik sipil Universitas Diponegoro 1989 itu nyaris ditangkap enam tahun silam di Kudus, Jawa Tengah. Tapi, ”Pentolan Jamaah Islamiyah Jawa Tengah itu lolos,” kata sumber Tempo.

Pagi itu, dia pergi dari rumahnya di Perumahan Muria Indah, Kudus, menuju kantornya, Divisi Engineering PT Pura Barutama, di kota yang sama. ”Siangnya dia minta izin ke luar kantor karena tahu hendak ditangkap,” kata sumber Tempo. Hingga kini ia menghilang. Toyota Kijang miliknya ia tinggal di tepi jalan.

Para bekerja di pabrik pembuat kertas uang, tinta, kertas hologram itu sejak 5 Juni 1990. Jabatan terakhirnya manajer umum sumber daya manusia. ”Dia punya bakat di bidang mesin, meski sarjana teknik sipil,” kata bekas anak buahnya. Para pernah menjadi Manajer Divisi Repro/Pre-press, Manajer Divisi Engineering, dan Manajer Technical Development Centre di perusahaan yang sama. Ia dikenal cerdas, santun, dan rajin beribadah. ”Dia pernah dapat beasiswa ke Malaysia enam bulan, cuti di luar tanggungan perusahaan,” kata seorang karyawan.

Di kantor, Para mendirikan majelis taklim, beranggota 20 orang. Di rumah ia juga memimpin kelompok pengajian dan kerap jadi khatib salat Jumat.

Ayah enam anak ini selain suka humor, berekonomi lumayan. ”Saya masih bergaji Rp 2 juta, Pak Para sudah Rp 10 juta,” kata rekannya. Penghasilannya makin gede karena punya usaha kacamata yang dikelola istrinya. Tapi, ”Keluarga itu tak pernah bergaul,” kata Zaenuri, pengurus rukun tetangga tempat keluarga Para tinggal.

Penasihat senior International Crisis Group, Sidney Jones, menjelaskan, nama Para muncul pertama kali pada 2003. Sosoknya makin jelas setelah pe­nangkapan Abu Dujana pada 2007 dan penangkapan Abu Husna 2008. ”Pada 2004, ada komando sentral Jamaah Islamiyah bernama Lajnah Ikhtiar ­Linasbil Amir atau LILA,” kata Sidney. Ini adalah panitia pencari amir baru yang diketuai Zarkasi alias Zurohni, amir sementara.

Di bawah Zarkasi, ada empat orang ketua: Abu Husna alias Abdul Rohim (pendidikan), Para Wijayanto (logistik), Abdul Halim (dakwah), dan Abu Dujana (militer). ”LILA tak setuju aksi ­anarkistis dan pengeboman Noor Din,” kata Sidney.

Sebagai penanggung jawab logistik dan pengumpul infak, Para menolong Abu Husna dan Dr Agus dua pentolan Jamaah Islamiyah lainnya—ketika hendak ke Damaskus akhir 2007. Pada 2003-2007, Para adalah anggota majelis qaidah atau majelis pemimpin wakala (bagian) Jawa Tengah. Baridin sendiri sudah jadi anggota wakala Jawa Tengah sejak 1999. Sebagai sesama senior, ”Wajar jika Baridin minta tolong Para,” kata Sidney. ”Tapi bukan berarti Para mendukung Baridin.”

Sidney juga tak yakin Para adalah senior Noor Din di Moro, Filipina. Soalnya, sejak 2004 Noor Din jalan sendiri. Pada 2000, Para ikut kursus singkat tiga bulan di Moro. Menurut Sidney, kursus hanya boleh diikuti anggota senior. Maka bisa jadi di Moro Para bertemu dengan Noor Din. ”Baridin mungkin minta bantuan Para untuk melindungi Noor Din, tapi bukan berarti dia terlibat dalam aksi Noor Din,” kata Sidney.

Pada 2001, Para ikut mencarikan persembunyian bagi anggota Jamaah Islamiyah Singapura yang lari ke Indonesia. Menurut Sidney, tugas yang selalu teknis menunjukkan dia bukan ideolog. ”Aneh jika dikaitkan dengan aksi Noor Din,” katanya.

Dwidjo U. Maksum, Cornila Desyana (Jakarta), Bandelan Amarudin (Kudus), Sohirin (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus