Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap 1 Juni, Indonesia memperingati hari lahir Pancasila. Penetapannya berdasarkan surat Keputusan Presiden atau Keppres Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila. Peringatan ini sebagai wujud pentingnya mengingat sejarah lahirnya ideologi bangsa yang dicetuskan oleh para tokoh pahlawan bangsa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejarah Pancasila lahir saat sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan/BPUPKI) yang digelar pada 29 Mei – 1 Juni 1945 di Gedung Pancasila di Jalan Taman Pejambon, Jakarta Pusat. Selama tiga hari persidangan itu, para tokoh BPUPKI yang diketuai Dr Radjiman Wedyodiningrat membahas landasan dan rumusan dasar negara untuk kemerdekaan Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Radjiman mengawali sidang dengan meminta para anggota sidang untuk memberi pandangan mengenai rumusan dasar negara Indonesia. Tiga tokoh yang gagasannya tersohor, yaitu Sukarno, Muhammad Yamin, Dr. Soepomo. Namun, sebenarnya selama sidang tersebut ada 12 orang yang maju menyatakan gagasan mereka. Namun, gagasan dari tiga tokoh tersebut lebih dinilai mengandung makna filosofis yang diambil dari pandangan hidup bangsa Indonesia. Berikut profil singkat dari tiga tokoh yang berpengaruh dalam perumusan dasar negara pancasila:
1. Sukarno
Sukarno menyampaikan pidatonya yang berjudul Lahirnya Pancasila tepat pada 1 Juni 1945. Ia mengemukakan idenya soal dasar negara yang berjumlah 5 dengan nama Pancasila. Secara etimologis, Pancasila berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata "panca" berarti lima dan kata "sila" berarti prinsip atau asas. Soekarno menyebutkan lima asas negara versinya, yaitu Kebangsaan Indonesia; Internasionalisme atau Perikemanusiaan; Demokrasi; Keadilan Sosial; Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sukarno lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901. Ia memiliki riwayat pendidikan di Eerste Inlandse School, Europeesche Lagere School (ELS) dan Hoogere Burger School (HBS) Surabaya. Ia kemudian melanjutkan pendidikan lanjutnya di ITB Bandung. Mengutip dari laman Puspen TNI, Sukarno mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926. Soekarno mengambil ujian untuk gelar insinyur dan berhasil lolos pada 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama tokoh penting delapan belas insinyur saat itu.
2. Muhammad Yamin
Muhammad Yamin merupakan ahli hukum asal Sawahlunto menjadi tokoh pertama yang maju mengemukakan pandangannya terkait dasar negara Indonesia. Sebagai dasar negara, ia mengusulkan lima prinsip yakni Peri Kebangsaan; Peri Kemanusiaan; Peri Ketuhanan; Peri Kerakyatan; dan Kesejahteraan.
Dasar negara yang dikemukakannya tak semata dirumuskan begitu saja. Mengutip dari laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Muhammad Yamin merupakan sosok yang beruntung bisa menikmati pendidikan hingga jenjang sarjana. Dia belajar di bidang hukum Recht Hogeschool (RHS), Jakarta dan berhasil mendapatkan gelar Meester in de Rechten ‘Sarjana Hukum’ pada tahun 1932.
Selain mahir di bidang hukum, Muhammad Yamin juga merupakan sosok yang mencintai dunia sastra, terutama sastra Belanda kala itu. Dirinya sangat menyukai membaca buku-buku yang meliputi banyak genre dan kisah, baik fiksi maupun non-fiksi. Hingga disebutkan bahwa pembacaan yang dia dapat dalam sastra Belanda diserap Yamin sebagai seorang intelektual sehingga mampu memadukan konsep sastra Barat dengan gagasan budaya yang nasionalis.
3. Dr. Soepomo
Dr. Soepomo mendapat kesempatan untuk menyampaikan pemikirannya tentang dasar negara pada 31 Mei 1945. Saat itu Dr. Soepomo mengungkapkan pentingnya dasar negara yang berlandaskan pada pandangan luhur masyarakat Indonesia. Ia mengemukakan rumusan dasar negara Indonesia yaitu Persatuan; Kekeluargaan; Keseimbangan lahir dan batin; Musyawarah; dan Keadilan Sosial.
Soepomo sendiri memiliki riwayat pendidikan sebagai sarjana hukum. Melansir dari laman Mendagri, ia mengawali sekolahnya di ELS (Europeesche Lagere School) di Boyolali (1917), MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Solo (1920), dan menyelesaikan pendidikan jurusan hukum di Bataviasche Rechtsschool di Batavia pada tahun 1923.
Setelah lulus dari sarjana hukum, Soepomo melanjutkan pendidikannya ke negeri Belanda, tepatnya di Rijksuniversiteit Leiden. Ia mendapatkan kesempatan untuk berada dalam bimbingan Cornelis van Vollenhoven, salah satu konseptor Liga Bangsa Bangsa. Van Vollenhoven juga dikenal sebagai seorang profesor hukum, khususnya "arsitek" ilmu hukum adat Indonesia dan ahli hukum internasional. Dalam kesempatan tersebut Soepomo mendapatkan banyak tambahan wawasan yang tak hanya soal hukum, tetapi juga soal kebudayaan masyarakat Indonesia sendiri.
SAVINA RIZKY HAMIDA | RIZKI DEWI AYU