PEKAN ini ada tamu dari negara tetangga. Dialah: Perdana Menteri Australia Paul John Keating. Kunjungannya ke Indonesia merupakan lompatan pertama dari "diplomasi kanguru"nya setelah menduduki kursi kepala pemerintahan sejak empat bulan lalu. Memberikan prioritas Indonesia sebagai negara pertama yang dikunjungi tampaknya bisa diartikan bahwa Australia akan membuka babak baru dalam politik luar negeri. Keating bahkan sudah mencanangkan di depan Presiden George Bush dan Ratu Elizabeth, yang mengunjunginya beberapa hari setelah pelantikan, bahwa Australia tak lagi berkiblat ke Inggris. Australia akan lebih mandiri dan mendekat ke Asia. Bahkan ada yang menyebut, Australia di masa depan akan menjadi "Asia Putih". Dalam kunjungannya di Jakarta ini, kecuali menyaksikan penandatanganan beberapa persetujuan kerja sama, seperti pajak berganda, perikanan, dan ekstradisi, Keating, 48 tahun, juga mengaku ingin belajar dari Pak Harto, yang dianggapnya sebagai negarawan senior di kawasan ini. Di samping itu, ia juga akan melontarkan idenya memantapkan kerja sama antarnegara Asia Pasifik. Bahkan kalau disepakati, Australia siap menjadi motor untuk suatu konperensi tingkat tinggi (KTT) Asia Pasifik itu, yang berarti bisa mengangkat pamornya sebagai negarawan terkemuka di kawasan ini. Indonesia sendiri masih melihat ada beberapa masalah yang perlu dibereskan untuk mengangkat kerja sama Asia Pasifik lebih jauh dari sekadar kerja sama ekonomi tingkat menteri seperti sekarang. Namun, apa pun yang dibicarakan Keating selama di Jakarta tentunya tak lepas dari hubungan bilateral kedua negara yang sering mengalami pasang surut di masa lalu. Ketegangan hubungan kedua negara, misalnya, di akhir tahun lalu sehubungan dengan Insiden Dili 12 November 1991 ketika PM Bob Hawke masih memimpin Australia, tampaknya dikendurkan sama sekali oleh Keating. Sejumlah bantuan untuk pembangunan Timor Timur bahkan disodorkan oleh Perdana Menteri baru itu. Namun, kemesraan hubungan kedua negara sekarang ini tentunya tak terlepas dari pasang surut hubungan kedua negara tetangga itu di masa lalu. Ini yang mau disajikan dalam Laporan Utama kali ini. Australia kini tampaknya tak terlalu menonjolkan topik "Indonesia sebagai ancaman dari Utara". Bahkan kedua negara telah merumuskan perjanjian Celah Timor, yang menunjukkan bahwa Australia tak mempersoalkan lagi integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia. Di masa lalu memang ada beberapa kerikil yang mengganggu kenyamanan hubungan kedua negara. Kecuali permainan politik di dalam negeri, pers Australia juga mempunyai andil yang cukup besar dalam mengganggu hubungan RI-Australia. Bahkan pers Australia, yang sering dianggap "kelewat batas", sempat dilarang beroperasi beberapa waktu di sini. Kecuali pasang surut hubungan dua negara bertetangga itu, Laporan Utama ini juga menampilkan wawancara TEMPO dengan PM Keating. Juga disajikan sosok politikus muda Australia yang kini sedang naik daun itu serta istrinya, Annita, yang mendampingi kunjungannya ke Indonesia pekan ini. Apa pun yang terjadi, "diplomasi kanguru" Keating ini tampaknya telah membuka babak baru bagi hubungan Indonesia-Australia. Ini diharapkan menjadi awal hubungan yang lebih mesra di masa datang. Namun, tidak berarti badai pasang surut hubungan kedua negara bakal reda selamanya. Sebab apa yang dilakukan Keating bukan tak luput dari kritik di dalam negeri Australia. Bukan mustahil langkah diplomasi Keating suatu ketika kelak jadi bumerang bagi karier politiknya. A. Margana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini