Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Pasca Putusan MK, CLS FH UGM Mendesak Pembatasan Kekuasaan Presiden

"Rezim anaknya ini kan hanya melanjutkan apa yang terjadi," kata akademisi Zainal Arifin Mochtar soal nasib demokrasi pasca Putusan MK.

25 April 2024 | 21.47 WIB

Pakar hukum sekaligus Ketua Departemen Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar. Tempo/Pribadi Wicaksono.
Perbesar
Pakar hukum sekaligus Ketua Departemen Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar. Tempo/Pribadi Wicaksono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pasca Putusan MK, Constitutional Law Society (CLS), sebuah komunitas studi hukum tata negara yang terdiri dari mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, menyerukan adanya pembatasan terhadap kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden RI.

Seruan ini muncul sebagai respons terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kasus sengketa Pemilihan Presiden 2024 yang diumumkan pada Senin, 22 April 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Koordinator CLS FH UGM, Lintang Nusantara, menekankan pentingnya membangun demokrasi yang sehat yang mendorong para mahasiswa untuk mempertimbangkan pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden RI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Meskipun keputusan MK bersifat final dan mengikat, kita dihadapkan pada isu serius tentang bagaimana kita mengelola kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih," kata Lintang pada Selasa, 23 April 2024 dalam Konferensi Pers yang diadakan oleh CLS UGM menanggapi putusan MK.

Selain itu, Lintang mengutip pepatah Latin "Inde datae leges be fortoir omnia posset," yang artinya hukum diciptakan untuk mencegah individu yang kuat agar tidak memiliki kekuasaan yang tidak terbatas.

Pandangan Ahli Tata Negara UGM

Dalam konferensi pers tersebut, CLS FH UGM juga menghadirkan dua akademisi dan dosen FH UGM, yaitu Zainal Arifin Mochtar alias Uceng dan Herlambang P Wiratraman.

Zainal Arifin Mochtar dalam paparannya menyoroti tetang dampak putusan MK tersebut terhadap masa depan demokrasi Indonesia.

"Ketakutan terhadap kemenangan saat ini adalah saat demokrasi bisa diinjak-injak dengan mudah. Proses penegakan hukum pemerintahan itu dirusak," kata Uceng, yang juga Ketua Departemen Hukum Tata Negara UGM.

"Siapa yang bisa menjamin di masa yang akan datang tidak terjadi penidasan seperti hari ini? Rezim anaknya ini kan hanya melanjutkan apa yang terjadi hari ini kan," lanjut Uceng.

Uceng juga mengibaratkan Presiden Joko Widodo seperti seseorang yang sedang bermain game.

"Saya lihat ini seperti orang sedang mau game, misal batas main game adalah dua kali, tetapi dia mau main sampai tiga bahkan empat kali. Akhirnya, dia membuat akun baru. Dengan akun baru tersebut, bisa main tiga sampai empat kali," lanjut Uceng.

Di sisi lain, Uceng juga menyatakan bahwa harus ada yang bertanggung jawab terhadap kejahatan demokrasi, misalnya bantuan sosial yng direkayasa menuju ke arah pemilihan dan penggunaan aparat.

"Siapa yang melanggar aturan hukum, siapa yang merusak penegakan hukum, siapa yang merusak demorkasi harus tetap dibawa ke pertanggungjawaban hukum. Saya rasa dalam putusan tersebut terdapat tiga orang hakin yang memberikan dissenting opinion," kata Uceng.

Uceng menutup paparannya dengan mengatakan bahwa maasyarakat sipil harus memperkuat kemampuan untuk mengontrol pemerintahan dengan berkonsilidasi.

"CLS FH UGM berkomitmen untuk aktif memberikan kontribusi pemikiran bagi Indonesia. Kami mengajak semua elemen masyarakat sipil dan media massa untuk mendukung upaya memunculkan gagasan pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden RI sebagai isu publik yang menjadi perhatian bersama bangsa Indonesia," kata Lintang dalam akhir konferensi pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus