Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara PDIP Guntur Romli mengatakan anjloknya indeks persepsi demokrasi Indonesia sebanyak 3 peringkat menjadi posisi ke-59 untuk tahun 2024 disebabkan oleh arogansi Presiden ketujuh Joko Widodo. Pasalnya, Jokowi, kata dia, memanfaatkan negara untuk memenangkan anaknya, Gibran Rakabuming, yang turut berkontestasi dalam Pemilu 2024 sebagai Wakil Presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini dampak dari arogansi Jokowi sehingga indeks ini memperkuat Jokowi sebagai finalis OCCRP yang menyatakan pemimpin korup dan kejahatan terorganisir," kata dia lewat pesan pendek kepada Tempo, Kamis, 6 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor:Menangis di Eiger Adventure Land di Puncak Bogor, Dedi Mulyadi: Izinnya Bisa Dicabut Tidak?
Selain itu, Jokowi, menurut Guntur, juga turut mengacak-acak Mahkamah Konstitusi yang putusannya melonggarkan syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Hal tersebut sarat kepentingan untuk meloloskan Gibran menjadi calon Wakil Presiden. Terlebih, Ketua MK saat itu adalah Anwar Usman, yang tak lain adalah ipar Jokowi sendiri.
"Sekaligus mengacak-acak MK melalui kuasa ipar Jokowi, paman Gibran," ujarnya.
Ia mengatakan tidak terkejut dengan turunnya indeks persepsi demokrasi di Indonesia. Menurut dia, saat ini juga sering terjadi tindakan represif dan intimidasi secara masif oleh oknum aparat, termasuk kriminalisasi melalui kasus hukum serta penyalahgunaan wewenang.
"Poin penting dari laporan ini soal pemusatan kekuasaan dan kurangnya pengawasan, karena itu kami PDI Perjuangan semakin mantap berada di luar pemerintahan untuk melakukan kontrol dan pengawasan," ujarnya.
Sebagai informasi, The Economist Intelligence Unit (EIU), lembaga riset dan analisis yang berpusat di London, Inggris, mengeluarkan hasil risetnya terhadap kondisi demokrasi negara-negara di dunia. Dalam hasil penelitian tersebut, indeks persepsi demokrasi Indonesia hanya mendapatkan skor 6,44. Angka ini didapatkan lewat beberapa komponen penilaian seperti proses pemilihan dan pluralisme, fungsi pemerintahan, partisipasi politik, budaya politik, serta kebebasan sipil.
Secara khusus, EIU menyoroti jalannya demokrasi elektoral di Indonesia pada tahun 2024 lalu. Hal yang menjadi sorotan utama EIU adalah terpilihnya Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
"Di Indonesia, pemilihan presiden mengangkat Prabowo Subianto, seorang mantan jenderal militer dengan masa lalu yang kontroversial, yang mendapat dukungan diam-diam dari mantan presiden Joko Widodo," tulis EIU dalam dokumen hasil riset mereka yang diterima Tempo pada Rabu, 5 Maret 2025.
EIU menilai, manuver politik Jokowi dalam mendukung pencalonan Prabowo sekaligus menitipkan anak kandungnya, Gibran, sebagai wakil presiden telah menimbulkan kekhawatiran bagi iklim demokrasi. Potensi terjadinya sentralisasi kekuasaan dan hilangnya penyeimbang dalam demokrasi menjadi dua hal yang jadi fokus perhatian.
"Mengonfirmasi kecurigaan bahwa presiden masa lalu dan sekarang berkolusi untuk saling menguntungkan," ujar EIU kembali.
Daniel Ahmad Fajri dan Vedro Imanuel Girsang berkontribusi dalam tulisan ini.