Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi atau Kemendikbudristek menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang pendidikan SMA. Kebijakan ini sudah mulai diterapkan pada tahun ajaran 2024/2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemendikbud mengklaim sekitar 90-95 persen satuan pendidikan di tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK mulai menerapkan program Kurikulum Merdeka tersebut. Kebijakan ini tak hanya berdampak bagi murid tapi persiapan sekolah dan guru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengamat Pendidikan Edi Subkhan mengatakan guru memiliki peran penting untuk mengarahkan siswanya dalam memilih mata pelajaran. Misalnya, ketika siswa ingin melanjutkan kuliah ke program studi seni musik, guru dapat menyarankan siswa pada mata pelajaran yang menunjang. Menu mata pelajaran itu, tentu berbeda untuk studi lanjutan psikologi.
Edi khawatir ketika guru tidak bisa mengarahkan siswanya kebijakan ini bisa menjadi bumerang. "Siswa justru milih mata pelajaran yang tidak berkontribusi memberi bekal studi lanjutnya," tuturnya kepada Tempo, Senin, 22 Juli 2024.
Sekolah, kata dia, perlu mengantisipasi ketersediaan mata pelajaran yang mendukung studi lanjut atau karir siswa. Termasuk rencana sekolah ke depan ketika ada potensi kelas-kelas kecil lantaran hanya sedikit siswa yang mengambil mata pelajaran tersebut atau bahkan tidak ada.
Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi, Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu berujar, pemerintah harus memikirkan jumlah minimal jam mengajar guru dalam satu pekan. Kebijakan itu sendiri menuntut guru untuk memenuhi jumlah jam mengajar minimal mereka. Ketika tak dipenuhi, sertifikasi dan tunjangannya tersendat.
Sementara itu, pemerhati anak Holy Ichda Wahyuni mengatakan sekolah juga perlu menyiapkan fasilitas penunjang belajar dengan suasana yang kondusif. "Tes penunjang sangat perlu untuk membantu siswa menemukan minat, bakat, atau kecenderungan mereka," ucapnya.
Selain itu, sekolah dapat memberikan pilihan ekstrakurikuler yang variatif. Menurut dosen di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya itu, selain pembelajaran di kelas, keikutsertaan siswa dalam ekstrakurikuler atau kelompok-kelompok belajar bisa membantunya menemukan minat dan bakat mereka.
Baik Edi dan Holy sepakat jika kebijakan ini membebaskan siswa memilih mata pelajaran mereka sesuai minat dan bakat mereka. Serta menghapus stereotipe siswa IPA lebih unggul dibandingkan IPS atau Bahasa.