Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Penghapusan jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai pelaksanaan Kurikulum Merdeka bisa membuat guru kekurangan jam mengajar. Hal itu diakui sejumlah Kepala SMA di Bandung yang telah meniadakan jurusan IPA dan IPS sejak 2022. “Itu juga jadi dilema yang bisa terjadi,” ujar Kepala SMA 16 Bandung Eha Julaeha, Rabu 24 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penghapusan jurusan IPA dan IPS di SMA membuat siswa bisa memilih mata pelajaran apa saja untuk pendalaman, terkait rencana studi lanjutan ke perguruan tinggi. Akibatnya ada mata pelajaran yang sangat diminati dan sebaliknya, sehingga guru kekurangan jam mengajar. “Kalau menurut saya, performa guru, bagaimana kualitas mengajarnya, ikut berpengaruh juga,” kata Eha.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, guru bersertifikat memiliki syarat jam mengajar tertentu agar bisa mendapat tunjangan profesi. Jika kekurangan jam mengajar di sekolah, guru dibolehkan mengajar di sekolah lain. “Kalau di SMA 16 aman, kita juga ikut mengatur soal itu,” ujarnya.
Selain mencari tambahan jam mengajar di sekolah lain, menurut Kepala SMA Guna Dharma Bandung Ade D. Hendriana, guru bisa diberi jabatan tertentu. Misalnya sebagai Kepala Perpustakaan, Kepala Laboratorium, atau Wakil Kepala Sekolah. “Kalau jabatan sudah terisi semua, guru bisa menambah kekurangan jam mengajarnya ke sekolah lain,” kata dia.
Wakil Direktur Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Kampus Serang, Banten, Iik Nurulpaik, mengatakan pemilihan mata pelajaran sesuai minat jurusan kuliah siswa nantinya seperti tidak menghapus jurusan IPA dan IPS di sekolah.
Menurutnya, penghapusan jurusan itu seharusnya menjadikan semua siswa SMA belajar mata pelajaran yang sama secara umum. “Baru ketika mereka ke perguruan tinggi silakan pilih pelajarannya dengan dasar pengetahuan yang sama di SMA,” ujarnya.
Pendalaman mata pelajaran, menurutnya, bisa dimulai sejak siswa baru masuk SMA. Dia membantah metode seperti itu akan membebani siswa. Alasannya karena sejak SD hingga SMP, siswa belajar tanpa pengelompokan mata pelajaran. “SMA juga harusnya sama belajar pengetahuan dasar yang mempersiapkan siswa memiliki kemampuan akademik untuk melanjutkan ke perguruan tinggi,” kata Iik.