Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Pelaut Indonesia Rebut Kapal Perang Belanda De Zeven Provincien, Begini Kisahnya

89 tahun lalu, pelaut Indonesia lakukan pemberontakan di Kapal perang De Zeven Provincien, kapal milik kerajaan Belanda istimewa pada masanya.

5 Februari 2022 | 18.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kapal de zeven provincin. Foto : Wikipedia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam aksi pemberontakan anti-kolonial pada 5 Februari 1933, para prajurit laut Indonesia berhasil merebut kapal De Zeven Provinciën. Kapal tersebut merupakan kapal perang terbesar milik pemerintah Hindia-Belanda, yang kemudian menjadi simbol nama aksi bersejarah itu ‘Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi’. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kapal perang De Zeven Provinciën menjadi sasaran pemberontakan oleh pelaut-pelaut Indonesia karena menjadi kapal kebanggaan pemerintah Belanda. Sebab, kapal ini dirancang khusus dengan segala perlengkapan memadai untuk keperluan perang. Di sisi lain, bahtera besar yang berada di atas kapal, difungsikan sebagai tempat karantina bagi sejumlah marinir dari bangsa Eropa, Belanda, dan pribumi. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melansir Random de Rondom de Muiterij op De Zeven Provinciën (1934), J.C. Mollema mengungkapkan bahwa kapal perang itu juga berguna untuk tempat pelatihan marinir. Mereka yang berlatih, adalah prajurit laut Indonesia yang telah merampungkan Pendidikan Dasar Pelaut Bumiputera di Makassar, Sulawesi Selatan. 

Asal-usul penamaan De Zeven Provinciën, atau dalam bahasa Indonesia “Tujuh Provinsi”, diketahui mengacu pada bentuk konfederasi negara Belanda yang terdiri atas tujuh provinsi otonom. Mulanya, kapal ini dibangun pada 1664-1665 oleh rancangan Shipbuilder Salomon Jansz van den Tempel untuk keperluan Admiralty of de Maeze di Rotterdam, Belanda. 

Dilansir dari laman military-history.fandom.com, De Zeven Provinciën yang menjadi kapal andalan Laksamana Michiel de Ruyter ini berukuran panjang 151 kaki, dengan lebar 40 kaki (12 meter). Di dek bawah, kapal ini dipersenjatai 12 36-pdrs dan 16 24-pdrs, serta 14 18-pdrs dan 12 12-pdrs di dek atas. Pun terdapat 76 senjata rakit tambahan sebagai amunisi. 

Oleh Laksamana De Ruyter, kapal tersebut digunakannya selama Perang Inggris-Belanda III pada 1672-1673. Kapal ini bertugas melawan armada gabungan Inggris dan Perancis dalam empat kali pertempuran besar. Saat pertempuran Barfleur dan La Hogue tahun 1692, kapal itu sempat rusak parah tetapi berhasil diperbaiki kembali. 

Tercatat dalam sebuah artikel berjudul “Karena Seven Proviencien dan Ordonansi Golongan Belanda Tjemas dan Beraksi” dalam koran Medan Ra’jat edisi 4 Februari 1933, kapal ini pernah dikuasai oleh prajurit laut Indonesia. Aksi perebutan kendali kapal itu, dimaksudkan sebagai aksi protes terhadap kebijakan pemotongan upah sebesar 17 persen oleh pemerintah Hindia Belanda. 

Aksi pemberontakan yang dikenal sebagai Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi itu, dilakukan oleh orang-orang pribumi, di antaranya yakni Paradja, Romambi, Gosal, dan Kawilarang. Serta, dibantu oleh awak kapal berdarah Belanda yang berpihak ke Indonesia. Namun, selang lima hari dari peristiwa itu, Belanda kembali mengambil alih kapal De Zeven Provinciën di Selat Sunda

HARIS SETYAWAN 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus