Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim meneken peraturan baru untuk mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan pendidikan, yaitu lewat Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Permendikbud baru itu menggantikan aturan sebelumnya, yaitu Permendikbud Nomor 85 Tahun 2015.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Permendikbudristek PPKSP melindungi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dari kekerasan yang terjadi saat kegiatan pendidikan, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan," kata Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di peraturan sebelumnya, pencegahan dan penanganan kekerasan yang diatur hanyalah untuk peserta didik. Pembaruan peraturan ini memperluas sasaran hingga mencakup pendidik dan tenaga kependidikan.
Terlebih lagi, Permendikbudristek PPKSP mendefinisikan secara lebih rinci bentuk-bentuk kekerasan, yaitu fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual, serta diskriminasi dan intoleransi. Pembentukan tim penanganan kekerasan dan mekanisme pencegahan pun diatur dengan lebih jelas dan terstruktur.
Permendikbud baru ini juga memuat mengenai tata cara penanganan kekerasan yang berpihak pada korban dan mendukung pemulihan. Tepatnya, langkah-langkah ini dijabarkan dalam bab kelima Permendikbudristek tentang tata cara penanganan kekerasan.
Langkah-langkah tersebut terdiri dari penerimaan laporan, pemeriksaan, penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan dan pemulihan.
Lima langkah penanganan kekerasan itu dilakukan oleh satuan pendidikan melalui Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), pemerintah daerah melalui satuan tugas dan kementerian melalui kelompok kerja khusus. Ketiga elemen tersebut akan saling berhubungan dalam melakukan penanganan.
Dalam hal TPPK tidak melaksanakan penanganan kekerasan, satgas akan memberi peringatan dan melakukan penanganan sendiri jika satgas tak kunjung menangani. Sedangkan, penanganan oleh pemerintah melalui pokja dilakukan saat satgas tidak menjalankan tugasnya dalam menangani kasus. Jika terjadi, kementerian dapat merekomendasikan sanksi kepada dinas pendidikan atau kepala daerah.
Pendampingan
Sebelum ke tahap penerimaan laporan, ketiga elemen yaitu satuan pendidikan, pemerintah daerah dan kementerian dapat memberikan pendampingan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kasus.
Pendampingan difasilitasi oleh TPPK berupa konseling, layanan kesehatan, bantuan hukum, advokasi, bimbingan sosial dan rohani dan/atau layanan pendampingan lain.
Penerimaan Laporan
Jika ada dugaan kekerasan di satuan pendidikan, laporan dapat disampaikan kepada TPPK, satgas, pemerintah daerah dan/atau kementerian. Ada berbagai cara laporan dapat disampaikan, yaitu secara langsung, tidak langsung, atau bentuk penyampaian lain yang memudahkan pelapor.
Laporan secara tidak langsung bisa melalui surat tertulis, telepon, pesan singkat elektronik, atau surat elektronik. Setelah menerima laporan, elemen-elemen yang ditugaskan menangani kekerasan akan memfasilitasi berbagai kebutuhan, yaitu keamanan korban dan saksi, bantuan pendampingan psikis dan keberlanjutan hak pendidikan atau pekerjaan korban dan saksi.
Pemeriksaan
Setelah menerima laporan, TPPK atau satgas memanggil pelapor/korban, saksi dan terlapor melalui surat tertulis maupun secara lisan. Sesudah itu, akan dilakukan pemeriksaan dugaan yang diselesaikan maksimal 30 hari kerja sejak permintaan keterangan dari pelapor/korban. Pemeriksaan akan dituangkan dalam berita acara.
Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Usai pemeriksaan, TPPK dan satgas akan menyusun kesimpulan dan rekomendasi sebagai bagian dari laporan hasil pemeriksaan. Kesimpulan dapat memuat informasi terbukti atau tidak terbukti adanya kekerasan.
Dalam hal terbukti adanya kekerasan, rekomendasi akan berupa sanksi administratif kepada pelaku, pemulihan korban/pelapor dan/atau saksi jika dibutuhkan dan tindak lanjut keberlanjutan layanan pendidikan. Sedangkan, dalam hal tidak terbukti adanya kekerasan, rekomendasi memuat tindak lanjut keberlanjutan layanan pendidikan dan pemulihan nama baik terlapor.
Laporan hasil pemeriksaan ini kemudian disampaikan TPPK atau satgas kepada kepala satuan pendidikan atau Kepala Dinas Pendidikan.
Tindak Lanjut Laporan
Kepala satuan pendidikan atau Kepala Dinas Pendidikan akan menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan maksimal lima hari kerja dengan menerbitkan keputusan. Keputusan tersebut akan memuat pengenaan sanksi administratif terhadap terlapor jika terbukti adanya kekerasan, atau pemulihan nama baik terlapor jika tidak terbukti.
Tingkat sanksi administratif yang diberikan dapat bersifat ringan, sedang, atau berat. Sanksi ringan dapat berupa teguran tertulis atau pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di media publikasi yang dimiliki satuan pendidikan. Sanksi sedang terdiri atas pengurangan hak atau pemberhentian sementara dari jabatan sebagai pendidik/tenaga kependidikan.
Sementara itu, sanksi berat bagi terlapor pendidik dan tenaga kependidikan non-ASN berupa pemutusan hubungan kerja. Sanksi ini merupakan upaya terakhir yang hanya diberikan dalam kondisi tertentu.
Kondisi pertama adalah kekerasan yang dilakukan mengakibatkan luka fisik berat, kerusakan fisik permanen, kematian, dan/atau trauma psikologis berat. Kondisi lainnya adalah terlapor melakukan kekerasan minimal tiga kali dalam masa jabatannya, yang menyebabkan luka fisik atau dampak psikologis ringan.
Permendikbudristek PPKSP juga mengatur pengajuan keberatan atas laporan, yang bisa diajukan oleh korban atau pelaku maksimal 30 hari sejak putusan diterima.
Pemulihan
Setelah melalui rangkaian proses sampai tindak lanjut, selanjutnya akan dilakukan pemulihan. Tahap ini diawali dengan identifikasi dampak psikis, fisik, proses pembelajaran, dan pekerjaan yang dialami korban, saksi, dan pelaku peserta didik berusia anak sejak tindakan kekerasan dilaporkan. Layanan pemulihan terhadap korban, saksi, dan pelaku peserta didik berusia anak dilaksanakan oleh TPPK dan satgas, difasilitasi oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.