Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Pernyataan Dudung Abdurachman soal Bubarkan FPI Dinilai di Luar Ranah TNI

Pernyataan Dudung Abdurachman menegaskan nuansa kental masa lalu, yang masih menonjolkan TNI yang arogan, suka menakut-nakuti.

22 November 2020 | 19.53 WIB

Panglima Kodam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman saat memberikan keterangan lanjutan kasus pengerusakan Polsek Ciracas  Markas Puspomad, Gambir, Jakarta, Rabu, 23 September 2020. Secara umum, total prajurit dari tiga matra TNI yang sudah diperiksa sebanyak 125 orang. TEMPO/Muhammad Hidayat
Perbesar
Panglima Kodam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman saat memberikan keterangan lanjutan kasus pengerusakan Polsek Ciracas Markas Puspomad, Gambir, Jakarta, Rabu, 23 September 2020. Secara umum, total prajurit dari tiga matra TNI yang sudah diperiksa sebanyak 125 orang. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Co-founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan bahwa pernyataan Panglima Daerah Militer Jayakarta alias Pangdam Jaya, Mayor Jenderal TNI Dudung Abdurachman yang mengatakan akan membubarkan Front Pembela Islam (FPI), tak tepat. Secara fungsi, Khairul menegaskan, TNI tak bisa membubarkan ormas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Pencopotan baliho adalah urusan penegakan hukum (menyangkut legalitasnya adalah urusan Satpol PP setempat, menyangkut kontennya jika melanggar hukum ya urusan polisi), sedangkan soal pembubaran FPI merupakan wilayah politik," kata Khairul saat dihubungi, Ahad, 22 November 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia meragukan langkah pencopotan baliho dukungan terhadap Imam Besar FPI Rizieq Shihab, merupakan inisiatif pribadi Pangdam Jaya. Ia melihat tindakan itu merupakan rangkaian peristiwa dan narasi yang dibangun oleh Panglima TNI dalam sekitar sepekan terakhir.

"Artinya, bisa saja hal itu dilakukan atas arahan dan perintah pimpinan," kata dia.

Ia menilai pernyataan Dudung tersebut menegaskan nuansa kental masa lalu, yang masih menonjolkan TNI yang arogan, suka menakut-nakuti, dan menunjukkan lembaga-lembaga lain lemah. Khairul menegaskan TNI tetap harus diingatkan agar tak terlalu jauh masuk ke ruang politik melampaui mandatnya, yang justru bisa mengancam demokrasi, supremasi sipil, HAM dan ketentuan hukum.

"Bagaimanapun selalu ada pintu masuk bagi TNI untuk ikut terlibat dalam urusan penyelenggaraan negara. Tapi kata kuncinya adalah politik negara. Sepanjang ada kebijakan dan keputusan politik negara yang mendasarinya, ya itu aman bagi TNI," kata dia.

Egi Adyatama

Bergabung dengan Tempo sejak 2015. Alumni Universitas Jenderal Soedirman ini sejak awal meliput isu politik, hukum, dan keamanan termasuk bertugas di Istana Kepresidenan selama tiga tahun. Kini menulis untuk desk politik dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus