Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Persahabatan KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari, Pendiri Muhammadiyah dan NU Satu Guru

Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan dan pendiri Nahdlatul Ulama atau NU KH Hasyim Asy'ari memiliki satu guru, bahkan saat keduanya di Mekah.

26 Juli 2023 | 09.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama atau NU yang didirikan KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari kini menjadi dua organisasi Islam terbesar di Indonesia. Keduanya berbeda dalam membawa nilai keislaman. Muhammadiyah dikenal dengan konsep pemurnian Islam dan gebrakan dalam dunia pendidikan. Sementara NU lebih lunak dan toleran terhadap tradisi-tradisi di Tanah Air.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melansir muhammadiyah.or.id, dalam sejarahnya, Muhammadiyah dan NU adalah persaudaraan yang erat. Meski memiliki konsep berbeda,  KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari ternyata bersahabat karib semenjak remaja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Merujuk pada buku K.H Ahmad Dahlan Sang Penyantun (2018) karya Imron Mustofa, dua bapak umat Islam di Indonesia ini bersahabat sejak sama-sama berguru kepada Kiai Saleh Darat asal Semarang. Imron menulis, saat itu Dahlan berumur 16 tahun sedangkan Hasyim berumur 14 tahun. Kiai Hasyim memanggil Kiai Dahlan dengan panggilan ‘Mas’ (kakak), sedangkan Kiai Dahlan memanggil Kiai Hasyim dengan sebutan ‘Adi’ (adik).

KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. wikipedia.org

Melansir nu.or.id, namun kebersamaan mereka saat berguru dengan Kiai Saleh Darat tidak berlangsung lama. Dua tahun belajar di sana, keduanya akhirnya berpisah. Kendati begitu, saat menimba pendidikan di Mekah, keduanya ternyata berguru kepada orang yang sama, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Selama di Mekah inilah yang membuat keduanya mempunyai kecenderungan yang berbeda. KH Hasyim Asy’ari sangat menyukai hadis. Sedangkan KH Ahmad Dahlan lebih tertarik pada pemikiran dan gerakan Islam.

Dengan semangat pergerakan Islamnya, KH Ahmad Dahlan giat mendirikan lembaga pendidikan Islam yang formal dengan mengadaptasi pada sistem sekolah kolonial. Sosok Kiai Dahlan terkenal pragmatikus, sedikit bicara, banyak bekerja. Dalam upaya menjawab persoalan umat, ia bersama dengan orang-orang di sekitarnya mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah.

Sedangkan KH Hasyim Asy’ari sepulang dari Mekah, kemudian mendirikan pondok pesantren atau Ponpes Tebuireng, Jombang. Dia memilih untuk fokus pada kajian salafiyah, kitab-kitab kuning. Santri-santrinya banyak yang berdatangan untuk menimba ilmu. Dia bercita-cita mendirikan jamiyah ulama yang moderat dan berasas pada Ahlussunnah wal Jamaah. Kemudian dibentuklah organisasi NU sebagai bentuk asosiasi ulama-ulama salafi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus