Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Pendidikan Indonesia atau UPI Bandung untuk pertama kalinya memberikan ijazah kepada dua orang wisudawan secara in absensia karena telah wafat. Pemberian ijazah bagi kedua mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS) yang diterima oleh perwakilan keluarga itu dilakukan saat wisuda gelombang III pada Selasa, 10 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Pemberian ijazah secara in absensia yang pertama kali terjadi di UPI ini sebagai bentuk penghargaan atas pencapaian penting, ketekunan, dan dedikasi tinggi yang telah dilakukan oleh wisudawan,” kata Dekan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra atau FPBS UPI, Tri Indri Hardini, Rabu, 11 Oktober 2023 .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ijazah in absensia itu diberikan kepada istri Sri Harto dan ibu dari Naufariza Beno Santana. Sri Harto merupakan dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris di FPBS UPI. Sambil mengajar dia melanjutkan studi dengan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri atau BPPDN 2019.
Sri juga pernah menjabat sebagai Kepala Office of International Education and Relation (OIER) UPI selama dua periode. Dia dinilai berhasil menjembatani berbagai bidang kerja sama internasional antara UPI dengan berbagai universitas mancanegara.
Sosoknya dikenal hangat, rendah hati dan berkomitmen tinggi. Dengan kepribadiannya itu, kata Tri, beliau mampu memberikan teladan yang baik di antara kolega dan para mahasiswanya. “Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra serta keluarga sangat berterima kasih kepada seluruh sivitas UPI yang telah memberikan penghargaan Doktor Anumerta sebagai penghargaan akademik tertinggi kepadanya,” ujarnya.
Sementara Naufariza Beno Santana merupakan lulusan dari Program Studi Pendidikan Bahasa Sunda FPBS UPI. Lahir di Bandung pada 23 Maret 2001, ia dikenal sebagai mahasiswa yang berprestasi. Di antaranya pernah meraih Juara Umum Biantara Bahasa Sunda tingkat Provinsi Jawa Barat dan Juara I Dongeng Sunda.
Beno dikenal sebagai sosok yang selalu ramah, penuh insiatif, peduli terhadap teman-temannya, penuh tanggung jawab, dan selalu terbuka untuk membantu siapa saja yang membutuhkannya. Dia pernah membantu Tim Program Studi Pendidikan Bahasa Sunda menyiapkan berbagai data untuk Akreditasi Internasional AQAS dengan kemampuannya berbahasa Inggris.
Beno sempat menyelesaikan pengerjaan skripsi. Hanya menjelang ujian sidang, kesehatannya menurun hingga akhirnya kemudian meninggal dunia.