Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Petir Disambar Gatal

Penyakit gatal menyerang penduduk kampung Petir, Bojongsari (Bogor). Diduga karena air limbah buangan dari peternakan ayam PT. Bojong Perkasa Indah sebagai penyebabnya. (ds)

31 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK dua tahun belakangan ini penduduk Kampung Petir diserang penyakit kulit. Rasa gatal menjangkiti sebagian besar penduduk yang berjumlah sekitar 5.000 jiwa itu. Kampung miskin yang sebagian besar penghuninya terdiri dari buruh tani itu, terletak di Desa Bojongsari, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Bogor (Ja-Bar) -- di pinggir jalan Bogor-Jakarta, lewat Parung. Penyakit itu mula-mula berjangkit di sekitar pangkal paha. Penderita biasanya suka menggaruk-garuk, karena gatal tak tertahankan. Akibatnya kulit berwarna kemerah-merahan dan mengeluarkan cairan bening. Penduduk menyebutnya gudik. "Pendeknya orang sini, lelaki maupun perempuan, sudah tak malu-malu lagi menggaruk-garuk paha di muka umum," kata Saar, salah seorang penduduk kampung itu. Dalam waktu setengah bulan penyakit itu menjalar ke seluruh tubuh. Penyakit itu biasanya juga menyerang seluruh anggota keluarga, karena gampang sekali menular. Manaf, berikut istri dan delapan anak-anaknya termasuk keluarga yang menderita gatal-gatal itu.'Yang paling parah kedua anaknya yang masih kecil, Rahimah dan Iwan, 4 dan 2 tahun. Sekujur tubuh kedua bocah itu memerah dan berair. "Kedua anak itu bahkan tak bisa lagi mengenakan pakaian. Habis tubuhnya banyak seperti itu," kata istri Manaf. Untunglah, 21 Oktober lalu Puskesmas Kecamatan Sawangan membuka pengobatan cuma-cuma. Puluhan penduduk, terutama anak-anak, diboyong ke balai pengobatan yang berjarak 2 km dari Kampung Petir itu. Hari itu 41 orang penderita yang tergolong parah diobati. Sungai Sampai akhir minggu lalu belum ada penyelidikan mengenai sebab-musabab penyakit gatal itu. Tapi penduduk menuding PT Bojong Perkasa Indah, sebuah perusahaan peternakan ayam di tengah-tengah pemukiman penduduk Petir sebagai penyebabnya. Peternakan besar itu bertembok beton dan seng setinggi 3 meter--segera terlihat menyolok di tengah sawah dan rumah-rumah penduduk yang nampak reot. Peternakan itu rnemang terletak di kawasan desa yang agak tinggi--di bawahnya mengalir sebuah sungai kecil. Di sungai itulah penduduk Petir mandi dan mencuci setiap hari. Mereka juga mempergunakan air sungai tersebut untuk minum, berikut untuk mengairi sawah dan kolam-kolam ikan. Pendeknya sungai yang lebarnya hanya dua setengah meter itu sangat vital bagi penduduk. Melalui dua batang pipa pembuangan, peternakan itu melempar limbahnya ke sungai tersebut. Lebih celaka lagi di musim hujan. Karena letaknya di ketinggian, air hujan menyeret semua kotoran ayam ke sungai, sawah, kolam dan pekarangan penduduk. Ditambah lagi hampir setiap hari tak kurang dari 10 bangkai ayam dibuang ke sungai itu. Eng Kim alias Halim Sulaiman, 41 tahun, Direktur PT Bojong membantah tudingari penduduk. "Lihat saja betapa bersihnya kandang-kandang ayam saya," kilahnya sengit. Ketika dua petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor memeriksa ke sana minggu lalu, kandangkandang itu memang dibersihkan secara besar-besaran. Celupkan Kaki Eng Kim kemudian menuduh penduduk iri melihat usahanya maju. Padahal, katanya, setiap lebaran ia selalu memberi beras dan pakaian kepada penduduk yang tinggal di sekitar peternakan. PT Bojong saat ini memiliki 17 kandang besar di atas areal 2 ha, memelihara 15.000 ayam petelur. Usaha itu dimulai sejak dua tahun lalu. Tapi penduduk tetap menuduh peternakan.itu sebagai sumber penyakit. Mereka menunjuk ke saluran limbah dari peternakan itu yang setiap hari mengalirkan air berwarna hijau dan berbau busuk. "Kalau mau merasakan gatalnya, celupkan kaki sekali saja ke dalam air sungai dekat saluran limbah itu," kata Enton, Ketua RT III Karnpung Petir. Menurut dr. Satriani, Kepala Puskesmas Sawangan, penyakit yang menyerang penduduk itu adalah sebangsa kadas yang disertai infeksi. Penyebabnya semacam virus yang cepat menular. Virus itu muncul karena lingkungan hidup yang kotor. Minggu lalu Satriani meninjau sungai kecil itu. Ia tak bisa memastikan apakah air sungai itulah penyebab gatal-gatal tersebut. Ia hanya mengambil contoh air untuk diperiksa di laboratorium. Tapi ia sendiri melihat "limbah peternakan itu memang dibuang ke sungai itu." Muhammad Arsyad, Kepala Desa Bojongsari, ikut resah. Ia merasa sudah berkali-kali memperingatkan Eng Kim. "Tapi tidak digubris, mungkin ia menganggap saya ini kecil saja," katanya. "Karena itu saya mau apa lagi. Paling-paling melapor atasan," tambahnya. Untuk sementara hampir setiap malam Arsyad berusaha menenteramkan hati penduduk. "Saya tak mau peristiwa seperti di Depok terjadi di sini. Sebab yang akan susah rakyat juga," katanya. Beberapa waktu lalu peternakan ayam di Depok dirusak penduduk karena dianggap mencemari lingkungan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus