UCAPAN Mendagri Amirmachmud ternyata ada buntutnya. Dua pekan
lalu, seusai mengadakan konsultasi dengan Dewan Pertimbangan
Agung (DPA), Amirmachmud mengatakan: "Ada yang memanfaatkan
lembaga DPR untuk manuver politik."
Wakil Ketua DPA Soenawar Soekowati cepat menanggapi dengan
mengatakan, DPR memang merupakan gelanggang untuk berpolitik . "
Itu tidak melanggar UUD 1945 dan pengertian demokrasi
Pancasila," ujar Soenawar.
Kemudian Wapres Adam Malik tambah meramaikan suasana. Selesai
mengadakan pertemuan mingguan dengan Presiden Soeharto di Bina
Graha pekan lalu, Wapres yang dikerumuni wartawan memberikan
keterangan panjang lebar. Kedatangan banyak delegasi masyarakat
ke DPR, menurut Adam Malik, sampai saat ini belum merupakan
kegiatan politik yang menjurus ke arah perbuatan negatif.
"Mereka datang ke DPR baru pada tingkat bertanya, mungkin dalam
bentuk petisi," ujarnya.
Menurut Wapres, sepanjang hal itu dilakukan di DPR masih bisa
diterima. "Cuma harus dipertimbangkan jangan sampai mengganggu
situasi," tambahnya. DPR bertugas menerima apa pun yang
disampaikan masyarakat. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana
DPR menyalurkan aspirasi rakyat itu, dan itu harus
dikonsultasikan dengan pemerintah.
Menjawab pertanyaan wartawan, Adam Malik cenderung agar pers
bisa memberitakan fakta kedatangan delegasi masyarakat ke DPR.
Namun tentang isi pernyataan mereka, 'tunggu dulu," kata Wapres.
Bekas Menlu yang dulu dijuluki Kancil ini sekaligus juga
membantah desas-desus di luar negeri bahwa ada pemberontakan di
Indonesia. "Bahwa ada petisi itu memang betul, tapi tidak ada
pemberontakan," tegasnya.
Bagi rakyat banyak pernyataan "ada petisi" itu sendiri mungkin
membingungkan. Petisi yang mana? Sebab fakta adanya petisi itu
sendiri tidak pernah disiarkan pers -- apalagi isi sang petisi.
Tapi toh kata "petisi" hari-hari ini disebut para pejabat terus.
Mendagri Amirmachmud misalnya akhir pekan lalu menyatakan bahwa
mengajukan petisi itu boleh saja asal tidak dengan maksud untuk
menghasut. Misalnya "maumerusak sistem demokrasi Pancasila".
Ramainya pembicaraan mengenai petisi ini mendorong juga
perhatian mengenai peranan DPR. Ada pendapat, berduyun-duyunnya
orang mengadu atau menyampaikan pendapat ke DPR telah menaikkan
pamor lembaga ini. Tidak saja rakyat kecil yang kini menyalurkan
pendapatnya lewat DPR, tapi juga kelompok atas.
Ketua DPR Daryatmo menanggapi perkembangan ini dengan gembira.
"Itu berarti DPR semakin berbobot," ujarnya pekan lalu. Ia
melihat perananDPRmakin "maju": tugas-tugas pclkok DPR semakin
efektif dilaksanakan. Misalnya dalam pembahasan dan penentuan
APBN, DPR makin berperanan. Kebijaksanan pintu terbuka DPR yang
sejak semula dianutnya akan terus dilaksanakannya. "Karena
keadaan yang paling jelek adalah kalau rakyat tak tahu ke mana
tempat mengadu," katanya.
Sabam Sirait dari F-PDI lebih menekankan peranan DPR dengan 3
tugas pokok: Bersama pemerintah menyusun UU, menyusun anggaran
belanja negara dan mengawasi pemerintah "Jadi yang menjadi
ukuran apakah DPR ini lebih maju, lebih punya pamor, bukanlah
makin banyaknya orang memanfaatkan DPR untuk menyampaikan
keluhan dan gagasan," katanya.
Sabam bahkan tidak ingin DPR hanya dimanfaatkan sebagai tempat
mengadu, sementara tugas pokoknya tak berjalan dengan baik.
Menurutnya, secara umum DPR belum berperanan sebagaimana
mestinya dan dalam melaksanakan tugas pokoknya masih mengalami
kesulitan. "DPR sekarang masih berjalan lambat. Lebih cepat
siput," ujar Sabam.
Bendera DPR
Sarwono dari F-KP mengambil perumpamaan lain. "Menaikkan peranan
Dl'R sama dengan menarik barang berat dengan tali yang tipis.
Harus pelan dan sabar," katanya. Ini karena kekuasaan dan
kekuatan saat ini masih berat di sektor eksekutif. Sekretaris
F-KP ini mengakui peran DPR belakangan ini lebih maju.
Tapi adanya kelompok yang menyampaikan petisi ke DPR dinilai
Sarwono masih dalam taraf "ngomong", mencetuskan suatu gagasan.
"Kalau sudah sampai taraf aksi, artinya aksi politik, itu lain
urusan," ujarnya.
Menurut Ketua F-PP Nuddin Lubis, yang menjadi ukuran apakah DPR
semakin naik pamornya adalah: Adakah DPK membuktikan punya hasil
karya yang bisa dinikmati rakyat luas? "Kenyaaannya belum, "
jawabnya sendiri. "Tidak saja DPR belum berhasil menyalurkan
aspirasi rakyat, untuk menggunakan hak-haknya saja DPR belum
berhasil." Ia tidak membantah pendapat, makin derasnya rakyat
yang mengadu ke DPR mungkin karena lembaga ini makin dipercaya.
"Tapi saya yakin mereka datang karena makin banyak yang
dirasakan rakyat untuk disalurkan. Bukan karena makin
berkibarnya bendera DPR," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini