Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Petisi Dan Pamor Parlemen

Mendagri Amirmachmud tentang adanya petisi ke DPR, dikatakan sebagai ada yang memanfaatkan lembaga itu untuk manuver politik. Pamor DPR dipertanyakan apakah bisa naik.

28 Juni 1980 | 00.00 WIB

Petisi Dan Pamor Parlemen
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
UCAPAN Mendagri Amirmachmud ternyata ada buntutnya. Dua pekan lalu, seusai mengadakan konsultasi dengan Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Amirmachmud mengatakan: "Ada yang memanfaatkan lembaga DPR untuk manuver politik." Wakil Ketua DPA Soenawar Soekowati cepat menanggapi dengan mengatakan, DPR memang merupakan gelanggang untuk berpolitik . " Itu tidak melanggar UUD 1945 dan pengertian demokrasi Pancasila," ujar Soenawar. Kemudian Wapres Adam Malik tambah meramaikan suasana. Selesai mengadakan pertemuan mingguan dengan Presiden Soeharto di Bina Graha pekan lalu, Wapres yang dikerumuni wartawan memberikan keterangan panjang lebar. Kedatangan banyak delegasi masyarakat ke DPR, menurut Adam Malik, sampai saat ini belum merupakan kegiatan politik yang menjurus ke arah perbuatan negatif. "Mereka datang ke DPR baru pada tingkat bertanya, mungkin dalam bentuk petisi," ujarnya. Menurut Wapres, sepanjang hal itu dilakukan di DPR masih bisa diterima. "Cuma harus dipertimbangkan jangan sampai mengganggu situasi," tambahnya. DPR bertugas menerima apa pun yang disampaikan masyarakat. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana DPR menyalurkan aspirasi rakyat itu, dan itu harus dikonsultasikan dengan pemerintah. Menjawab pertanyaan wartawan, Adam Malik cenderung agar pers bisa memberitakan fakta kedatangan delegasi masyarakat ke DPR. Namun tentang isi pernyataan mereka, 'tunggu dulu," kata Wapres. Bekas Menlu yang dulu dijuluki Kancil ini sekaligus juga membantah desas-desus di luar negeri bahwa ada pemberontakan di Indonesia. "Bahwa ada petisi itu memang betul, tapi tidak ada pemberontakan," tegasnya. Bagi rakyat banyak pernyataan "ada petisi" itu sendiri mungkin membingungkan. Petisi yang mana? Sebab fakta adanya petisi itu sendiri tidak pernah disiarkan pers -- apalagi isi sang petisi. Tapi toh kata "petisi" hari-hari ini disebut para pejabat terus. Mendagri Amirmachmud misalnya akhir pekan lalu menyatakan bahwa mengajukan petisi itu boleh saja asal tidak dengan maksud untuk menghasut. Misalnya "maumerusak sistem demokrasi Pancasila". Ramainya pembicaraan mengenai petisi ini mendorong juga perhatian mengenai peranan DPR. Ada pendapat, berduyun-duyunnya orang mengadu atau menyampaikan pendapat ke DPR telah menaikkan pamor lembaga ini. Tidak saja rakyat kecil yang kini menyalurkan pendapatnya lewat DPR, tapi juga kelompok atas. Ketua DPR Daryatmo menanggapi perkembangan ini dengan gembira. "Itu berarti DPR semakin berbobot," ujarnya pekan lalu. Ia melihat perananDPRmakin "maju": tugas-tugas pclkok DPR semakin efektif dilaksanakan. Misalnya dalam pembahasan dan penentuan APBN, DPR makin berperanan. Kebijaksanan pintu terbuka DPR yang sejak semula dianutnya akan terus dilaksanakannya. "Karena keadaan yang paling jelek adalah kalau rakyat tak tahu ke mana tempat mengadu," katanya. Sabam Sirait dari F-PDI lebih menekankan peranan DPR dengan 3 tugas pokok: Bersama pemerintah menyusun UU, menyusun anggaran belanja negara dan mengawasi pemerintah "Jadi yang menjadi ukuran apakah DPR ini lebih maju, lebih punya pamor, bukanlah makin banyaknya orang memanfaatkan DPR untuk menyampaikan keluhan dan gagasan," katanya. Sabam bahkan tidak ingin DPR hanya dimanfaatkan sebagai tempat mengadu, sementara tugas pokoknya tak berjalan dengan baik. Menurutnya, secara umum DPR belum berperanan sebagaimana mestinya dan dalam melaksanakan tugas pokoknya masih mengalami kesulitan. "DPR sekarang masih berjalan lambat. Lebih cepat siput," ujar Sabam. Bendera DPR Sarwono dari F-KP mengambil perumpamaan lain. "Menaikkan peranan Dl'R sama dengan menarik barang berat dengan tali yang tipis. Harus pelan dan sabar," katanya. Ini karena kekuasaan dan kekuatan saat ini masih berat di sektor eksekutif. Sekretaris F-KP ini mengakui peran DPR belakangan ini lebih maju. Tapi adanya kelompok yang menyampaikan petisi ke DPR dinilai Sarwono masih dalam taraf "ngomong", mencetuskan suatu gagasan. "Kalau sudah sampai taraf aksi, artinya aksi politik, itu lain urusan," ujarnya. Menurut Ketua F-PP Nuddin Lubis, yang menjadi ukuran apakah DPR semakin naik pamornya adalah: Adakah DPK membuktikan punya hasil karya yang bisa dinikmati rakyat luas? "Kenyaaannya belum, " jawabnya sendiri. "Tidak saja DPR belum berhasil menyalurkan aspirasi rakyat, untuk menggunakan hak-haknya saja DPR belum berhasil." Ia tidak membantah pendapat, makin derasnya rakyat yang mengadu ke DPR mungkin karena lembaga ini makin dipercaya. "Tapi saya yakin mereka datang karena makin banyak yang dirasakan rakyat untuk disalurkan. Bukan karena makin berkibarnya bendera DPR," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus