PERUNDINGAN babak kedua itu hanya berlangsung 45 menit. Rencana
semula 2 jam. Wajah Menlu Vietnam Nguyen Co Thach dan anggota
delegasinya tampak tegang dan kesal begitu keluar dari ruang
perundingan di gedung Deplu, Pejambon, Jakarta. Dan tidak
seperti biasanya, seusai perundingan Menlu Mochtar Kusumaatmadja
tidak mengantar rekannya dari Vietnam sampai ke pintu mobil.
Perundingan Indonesia Vietnam pekan lalu gagal?
Rupanya Menlu Thach tidak menganggapnya begitu. Perundingannya
dengan pihak RI yang dilakukan dalam awal kunjungan 6 harinya ke
Indonesia disebutnya "sangat memuaskan". Ini diucapkannya dalam
konperensi pers Sabtu lalu. "Kami puas karena pembicaraan dengan
Menlu Mochtar berhasil mencapai tujuan realistis," ujarnya
dengan wajah cerah.
Maksudnya, Indonesia dan Vietnam secara blak-blakan telah
membuka pendirian masing-masing tentang masalah Kamboja. Vietnam
tidak setuju penyelesaian Kamboja menjadi prasyarat kerjasama
Asia Tenggara. Sedang Indonesia -- yang bertolak dari
kesepakatan Asean -- berpendapat: kerjasama regional Asia
Tenggara tidak mungkin tanpa penarikan mundur pasukan asing dari
Kamboja.
Masalah Kamboja memang merupakan ganjalan utama hubungan Asean
Vietnam. Dan itu yang menjadi topik utama pembicaraan RI-Vietnam
pekan lalu. Perundingan ini dianggap penting karena hasilnya
akan dibawa dalam pertemuan para Menlu Asean di Kualalumpur
pekan ini. Namun sikap Vietnam ternyata tidak berubah.
Telantar
Itu jelas tercermin dari ucapan Menlu Thach Vietnam tidak akan
menarik mundur pasukannya dari Kamboja selama pasukan RRC tetap
mengancam perbatasannya. "Tidak usah disuruh, kalau ancaman dari
RRC itu tidak ada, kami pasti mundur," ujar Thach pekan lalu.
Sikap Asean pada Vietnam dinilainya "bermusuhan" sejak 1979.
"Mengapa Asean menuntut penarikan mundur pasukan Vietnam dari
Kamboja, tapi tidak menuntut RRC menarik pasukannya dari
perbatasan kami, " tanyanya dalam konperensi pers.
Menlu Mochtar membantah kesimpulan itu. "Saya tegaskan
kepadanya, bahwa Asean tidak memusuhi Vietnam. Sikap Asean itu
didasarkan pada prinsip internasional yang umum dan dianut juga
oleh Vietnam, " kata Mochtar. Asean, katanya, juga mengakui
faktor RRC dalam konflik Kamboja, "sekedar sebagai kaitan
logis." RRC memang mempunyai peranan dalam peredaan ketegangan
di Asia Tenggara. "Terserah pada yang punya hubungan dengan RRC
untuk menyampaikannya, lepas dari mau tidaknya RRC berbuat
demikian," kata Mochtar.
Thach rupanya mempunyai kesimpulan sendiri dari perundingannya
dengan Mochtar. "Kedua pihak (Indonesia dan Vietnam) sama paham
bahwa faktor RRC merupakan ancaman dalam masalah Kamboja," kata
Menlu Republik Sosialis Vietnam itu. Karena itu pembicaraannya
dengan pihak Indonesia dinilainya "paling memuaskan dan sukses"
dibanding negara lain.
"Siapa saja yang bicara dengan saya pasti puas," gurau Menlu
Mochtar dalam konperensi pers 1 jam seusai konperensi pers Menlu
Thach. Tapi nampaknya pihak Indonesia sendiri tidak puas dengan
sikap Vietnam yang dianggap agak kaku. "Akhirnya kedua pihak
sepakat untuk tidak sepakat," kata Mochtar. Hasil inilah yang
akan dibawa Mochtar ke Kualalumpur pekan ini.
Macetnya perundingan masalah Kamboja ternyata membawa akibat
samping: masalah bilateral Indonesia-Vietnam yang direncanakan
akan dirundingkan menjadi "telantar". Padahal kunjungan Menlu
Thach ini antara lain diharapkan akan dapat mencairkan kemacetan
perundingan tingkat teknis tentang landas batas kontingen
RI-Vietnam.
Perundingan tentang masalah ini telah dimulai sejak Juni 1978.
"Karena adanya perbedaan pendapat, terjadilah daerah sengketa,"
kata Dubes RSV Tran My pada TEMPO. RSV bahkan pernah memrotes
Indonesia karena di daerah sengketa -- yang meliputi luas
sekitar 40.000 Im2 di utara kepulauan Natuna -- beroperasi
perusahaan minyak asing kontraktor Pertamina (TEMPO, S April
1980). Dalam kunjungan Menlu Thach kali ini, masalah ini tidak
dibicarakan secara mendalam. "Kami biarkan karena masih ada
harapan akan dapat diselesaikan tim teknis," kata Menlu Mochtar.
Masalah bilateral yang telantar lainnya adalah pelaksanaan
rencana pertukaran tenaga ahli. RSV pernah meminta bantuan
tenaga ahli perminyakan Indonesia. Tapi "tidak sempat
dibicarakan dalam perundingan," kata Menlu Mochtar .
Kesepakatan lain sebelumnya seperti kemungkinan RSV membeli
minyak dan pupuk Indonesia juga tidak disinggung dalam
perundingan. "Tidak ada pembicaraan soal minyak," tukas Mochtar.
Mungkin ini alasan mengapa Menlu Thach kemudian mengurungkan
rencananya mengunjungi kilang pencairan gas alam serta
pengeboran minyak lepas pantai di Bontang, Kalimantan Timur,
walau secara resmi alasannya karena Thach "sakit tenggorokan."
Meskipun begitu, Thach dan 3 anggota delegasinya sempat
melancong ke Bali dan menonton Pekan Raya Jakarta. Kecuali
bertemu Presiden dan Wapres, ia juga mengadakan pembicaraan
denan Menpen Ali Moertopo dan berdiskusi dengan para ahli dari
Pusat Pengkajian Masalah Internasional dan Strategis (CSIS). Di
Jakarta, selama menginap di Hotel Indonesia Sheraton, ia juga
jogging di pagi hari dan berenang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini