Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pintu Masuk Prajurit TNI - Polri Duduki Jabatan Sipil, Ingat Kembali Strategi Dwifungsi ABRI Orde Baru

Dwifungsi ABRI merupakan jabatan ganda prajurit TNI dan Polri sehingga mendapatkan jabatan sipil, hal itu muncul pada zaman Orde Baru. Muncul lagi?

17 Maret 2024 | 15.15 WIB

Apel Gelar Pasukan Skala Besar Pengamanan Pemilu di Lapangan Benteng Medan, Kamis 11 April 2019. Tempo/Sahat Simatupang
Perbesar
Apel Gelar Pasukan Skala Besar Pengamanan Pemilu di Lapangan Benteng Medan, Kamis 11 April 2019. Tempo/Sahat Simatupang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah hendak memberikan pintu masuk bagi prajurit TNI-Polri untuk menduduki jabatan sipil. Berdasarkan laporan Koran Tempo edisi 16 Maret 2024, hal itu tertera dalam rancangan peraturan pemerintah Pasal 47 ayat 2 UU TNI yang mengatur bahwa prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain bidang koordinator bidang politik dan keamanan negara, prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada kantor pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotika nasional, dan Mahkamah Agung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf menyebutkan bahwa ketentuan UU TNI tersebut merupakan kemunduran reformasi. Hal itu disebabkan reformasi mengamanatkan penghapusan dwifungsi ABRI. “Seharusnya TNI dan Polri tetap dalam bidang pertahanan dan keamanan,” katanya.

Mengenal Dwi Fungsi ABRI/TNI era Orde Baru

Berdasarkan artikel ilmiah berjudul “Dwifungsi ABRI dalam sosial politik sebagai gerakan akar rumput pada masa Orde Baru”, Dwifungsi ABRI adalah konsep yang menggambarkan peran ganda Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan (Hankam) serta kekuatan sosial politik dengan menduduki jabatan sipil.

Konsep ini digagas oleh AH Nasution pada 12 November 1958. Di bawah kepemimpinan Orde Baru, khususnya Jenderal Soeharto, Dwifungsi ABRI menjadi lebih terfokus pada aspek kekuatan sosial politik. Hal ini dimanfaatkan oleh Soeharto untuk memperkuat dan mempertahankan kekuasaannya.

Dalam konteks ini, Dwifungsi ABRI bukan hanya menjadikan ABRI sebagai kekuatan militer, tetapi juga memasukkan ABRI ke dalam semua aspek kehidupan bernegara. Hal ini terkait dengan upaya Soeharto untuk melanggengkan kekuasaannya dengan menggunakan ABRI sebagai alat politik. Salah satu contohnya adalah melalui keterlibatan ABRI dalam pemilihan umum dan dukungan terhadap Partai Golkar.

Partai Golkar menjadi salah satu partai politik terbesar di Indonesia pada masa Orde Baru. Partai ini didukung oleh tiga kekuatan dominan dalam Orde Baru, yaitu ABRI, birokrasi, dan masyarakat yang diorganisir melalui KORPRI. Golkar digunakan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan Orde Baru melalui proses politik yang dianggap demokratis seperti pemilihan umum dan sidang umum MPR.

Dengan demikian, dwifungsi ABRI dan peran Partai Golkar merupakan bagian dari strategi politik Soeharto dalam mempertahankan kekuasaannya selama masa Orde Baru.

Pasca reformasi, Dwifungsi ABRI dihilangkan pada masa Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001). Dalam pemerintahannya, Gus Dur mencoba memberikan ruang seluas-luasnya bagi kelompok sipil untuk memberikan sumbangsih dalam pembinaan pertahanan negara. Hal ini terlihat dari penghapusan fraksi TNI-Polri dari parlemen.

ANANDA BINTANG I  HENDRIK YAPUTRA  I  AMELIA RAHIMA SARI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus