Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Plered pun ikut seret

Beberapa pengusaha dan burtuh perusahaan genteng di plered (Purwakarta) terancam oleh pemasaran genteng asbes JHI. Pemerintah dihimbau untuk mengatasi hal ini.

19 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH dari 1.000 pengusaha genteng rakyat tersebat di beberapa tempat di Ja-Bar. Tapi kini, sekitar 50. 5 000 buruh (dan keluarganya) terancam oleh pemasaran genteng asbes JHI. Sebagian besar produksi genteng rakyat di Plered (Purwakarta), misalnya, dulu digunakan untuk SD Inpres. "Tapi pasarannya sekarang direbut asbes," kata Edi Martinis, Ketua Asosiasi Genteng Plered yang beranggotakan 75 pengusaha kecil. Dengan buruh sekitar 9.000 orang (upah tiap orang rata-rata Rp 500/hari), para pengusaha genteng Plered memproduksi 5 juta genteng setiap bulan. Jumlah produksi tersebut maupun mutunya bisa ditingkatkan, karena pabrik-pabrik di sana mulai menggunakan tungku pembakar dengan bahan bakar solar. Haji Abbas, pemilik pabrik genteng Super juga mengeluh. "Kalau pemerintah tidak membantu pemasaran, pengusaha kecil sulit mengembalikan kredit," katanya. Pengusaha lain menegaskan, kalau pemasaran genteng asbes tidak direm, para pengusaha genteng rakyat akan tergencet. "Misalnya saja, harga genteng rakyat akan turun sampai Rp 10/buah, produksi merosot sampai 40.000 buah dan buruh akan banyak menganggur," Edi Martinis menambahkan. Genteng Plered selama ini dipasarkan ke Jakarta, Serang, Bogor, Cianjur, Bandung, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Cirebon. Produksi genteng rakyat di seluruh Ja-Bar diperkirakan lebih dari 200 juta buah setiap tahun. Harga di pasaran selama ini berkisar antara Rp 45-Rp 50/buah. Menurut sebuah penelitian di AS, 1964, asbes ternyata mengandung bahan yang bisa menyebabkan kanker paru-paru. General Manager JHI, J.R. Cherry, mengaku belum pernah mendengar hasil penelitian tersebut. "Saya baru mendengarnya sekarang," katanya minggu lalu. Asbes sudah dipergunakan selama 75 tahun di berbagai negara dan selama itu aman-aman saja," tambahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus