LEBIH dari 1.000 pengusaha genteng rakyat tersebat di beberapa
tempat di Ja-Bar. Tapi kini, sekitar 50. 5 000 buruh (dan
keluarganya) terancam oleh pemasaran genteng asbes JHI. Sebagian
besar produksi genteng rakyat di Plered (Purwakarta), misalnya,
dulu digunakan untuk SD Inpres. "Tapi pasarannya sekarang
direbut asbes," kata Edi Martinis, Ketua Asosiasi Genteng Plered
yang beranggotakan 75 pengusaha kecil.
Dengan buruh sekitar 9.000 orang (upah tiap orang rata-rata Rp
500/hari), para pengusaha genteng Plered memproduksi 5 juta
genteng setiap bulan. Jumlah produksi tersebut maupun mutunya
bisa ditingkatkan, karena pabrik-pabrik di sana mulai
menggunakan tungku pembakar dengan bahan bakar solar.
Haji Abbas, pemilik pabrik genteng Super juga mengeluh. "Kalau
pemerintah tidak membantu pemasaran, pengusaha kecil sulit
mengembalikan kredit," katanya. Pengusaha lain menegaskan, kalau
pemasaran genteng asbes tidak direm, para pengusaha genteng
rakyat akan tergencet. "Misalnya saja, harga genteng rakyat akan
turun sampai Rp 10/buah, produksi merosot sampai 40.000 buah dan
buruh akan banyak menganggur," Edi Martinis menambahkan.
Genteng Plered selama ini dipasarkan ke Jakarta, Serang, Bogor,
Cianjur, Bandung, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Cirebon.
Produksi genteng rakyat di seluruh Ja-Bar diperkirakan lebih
dari 200 juta buah setiap tahun. Harga di pasaran selama ini
berkisar antara Rp 45-Rp 50/buah.
Menurut sebuah penelitian di AS, 1964, asbes ternyata mengandung
bahan yang bisa menyebabkan kanker paru-paru. General Manager
JHI, J.R. Cherry, mengaku belum pernah mendengar hasil
penelitian tersebut. "Saya baru mendengarnya sekarang," katanya
minggu lalu. Asbes sudah dipergunakan selama 75 tahun di
berbagai negara dan selama itu aman-aman saja," tambahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini