Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Tanda Bahaya Sinila

Kawah Sinila di kaki pegunungan Dieng giat lagi. Gas beracun mulai merayap, penduduk sekitarnya tenang-tenang saja. Mereka tetap bertani di situ.

19 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAPAN-papan peringatan akan adanya bahaya gas beracun sudah banyak yang tumbang. Tembok di Desa Kepucukan yang dibuat untuk memutus jalan raya ke arah lokasi berbahaya pun seperti tak pernah ada. Bencana Sinila di kaki Dieng yang menelan 100 orang lebih awal 1979, agaknya sudah dilupakan. Ancaman gas beracun itu masih tetap ada. Lebih-lebih pada akhir November lalu di kawasan itu terjadi gempa, meski tak begitu besar. Tapi bila terjadi gempa agak besar, dikhawatirkan tanah akan retak-retak dan dari sinilah gas beracun dapat keluar. Dan memang, menurut catatan Direktorat Vulkanologi, akibat gempa akhir bulan lalu, di beberapa tempat gas mulai menyebar, walau kadar racunnya relatif masih rendah. Melarang penduduk kawasan Sinila melintasi daerah bahaya, nampaknya memang tak mungkin, paling-paling hanya memperingatkan agar mereka berhati-hati. Misalnya, dianjurkan agar tak melewati daerah berbahaya itu di malam hari atau ketika cuaca mendung. Sedang di siang hari,ketika matahari terik, boleh dikata tak begitu berbahaya, sebab gas C02 yang mematikan itu cepat menguap bila kena panas. Ada juga saran agar jika melintasi daerah berbahaya itu berbekal belalang di siang hari atau obor di malam hari. "Kalau belalang atau obor mati, berarti ada gas, cepat-cepat saja lari," kata Yuwono, Camat Batur yang membawahkan Sinila. Melarang penduduk berladang pun tak mungkin, sebab itu berarti mematikan pencaharian mereka. Daerah bahaya yang meliputi beberapa desa itu memang subur bukan main. Tanaman seperti jagung, kentang dan tembakau berkembang bak anak manja yang tak pernah kekurangan gizi. Karena di bawah tanah ada gas beracun, kata Bupati Banjarnegara, Winarna, "tumbuh-tumbuhan tak terkena hama." Saya Tahu Camat Yuwono memang pernah merubuhkan beberapa gubuk di tengah daerah berbahaya itu yang ketahuan dihuni. Yang ada kini hanyalah dangau untuk sekedar melepas lelah, dan barak-barak tempat pembibitan tembakau. Para petani di sini hanya diperkenan bercocok tanam. Untuk tempat tinggal mereka harus membangun rumah jauh dari daerah bahaya. Untuk mencegah agar peristiwa tahun 1979 tak terulang, penduduk beberapa desa, antara lain Sekunan, Sinbar, Pekasiran, Pasuruan, Condong dan Kepakisan diharap meningkatkan kewaspadaan. Di desa lain, Karang Tengah, kini ada tiga petugas yang terus memonitor kegiatan kawah Sinila, Sikunang dan Sigludug. Sebab, dari ketiga kawah inilah gempa-gempa akhir November 1981 itu bersumber. Dan di Batur, dipasang alat perhubungan, agar bila ada tanda bahaya, pertolongan dengan cepat bisa diberikan. Walaupun begitu, banyak penduduk yang tetap tenang. "Apa yang ditakutkan? Tak ada bahaya, kok," tutur Purwodiharjo, seorang penduduk. Ia terus saja menggarap 0,5 hektar ladangnya di Desa Kepucukan. Hasilnya memang lumayan. Sekali panen ia bisa membawa pulang 5 kuintal jagung. Dan Wahnu, buruh tani di Kepucukan, merasa aman bekerja, karena "sudah biasa dan saya tahu kalau ada gas beracun." Tapi barangkali ia lupa, gas beracun itu merayap pelan-pelan dan hampir tak kelihatan--seperti terjadi 1979.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus