PAPAN-papan peringatan akan adanya bahaya gas beracun sudah
banyak yang tumbang. Tembok di Desa Kepucukan yang dibuat untuk
memutus jalan raya ke arah lokasi berbahaya pun seperti tak
pernah ada. Bencana Sinila di kaki Dieng yang menelan 100 orang
lebih awal 1979, agaknya sudah dilupakan.
Ancaman gas beracun itu masih tetap ada. Lebih-lebih pada akhir
November lalu di kawasan itu terjadi gempa, meski tak begitu
besar. Tapi bila terjadi gempa agak besar, dikhawatirkan tanah
akan retak-retak dan dari sinilah gas beracun dapat keluar. Dan
memang, menurut catatan Direktorat Vulkanologi, akibat gempa
akhir bulan lalu, di beberapa tempat gas mulai menyebar, walau
kadar racunnya relatif masih rendah.
Melarang penduduk kawasan Sinila melintasi daerah bahaya,
nampaknya memang tak mungkin, paling-paling hanya memperingatkan
agar mereka berhati-hati. Misalnya, dianjurkan agar tak melewati
daerah berbahaya itu di malam hari atau ketika cuaca mendung.
Sedang di siang hari,ketika matahari terik, boleh dikata tak
begitu berbahaya, sebab gas C02 yang mematikan itu cepat menguap
bila kena panas.
Ada juga saran agar jika melintasi daerah berbahaya itu berbekal
belalang di siang hari atau obor di malam hari. "Kalau belalang
atau obor mati, berarti ada gas, cepat-cepat saja lari," kata
Yuwono, Camat Batur yang membawahkan Sinila.
Melarang penduduk berladang pun tak mungkin, sebab itu berarti
mematikan pencaharian mereka. Daerah bahaya yang meliputi
beberapa desa itu memang subur bukan main. Tanaman seperti
jagung, kentang dan tembakau berkembang bak anak manja yang tak
pernah kekurangan gizi. Karena di bawah tanah ada gas beracun,
kata Bupati Banjarnegara, Winarna, "tumbuh-tumbuhan tak terkena
hama."
Saya Tahu
Camat Yuwono memang pernah merubuhkan beberapa gubuk di tengah
daerah berbahaya itu yang ketahuan dihuni. Yang ada kini
hanyalah dangau untuk sekedar melepas lelah, dan barak-barak
tempat pembibitan tembakau. Para petani di sini hanya diperkenan
bercocok tanam. Untuk tempat tinggal mereka harus membangun
rumah jauh dari daerah bahaya.
Untuk mencegah agar peristiwa tahun 1979 tak terulang, penduduk
beberapa desa, antara lain Sekunan, Sinbar, Pekasiran, Pasuruan,
Condong dan Kepakisan diharap meningkatkan kewaspadaan. Di desa
lain, Karang Tengah, kini ada tiga petugas yang terus memonitor
kegiatan kawah Sinila, Sikunang dan Sigludug. Sebab, dari ketiga
kawah inilah gempa-gempa akhir November 1981 itu bersumber. Dan
di Batur, dipasang alat perhubungan, agar bila ada tanda bahaya,
pertolongan dengan cepat bisa diberikan.
Walaupun begitu, banyak penduduk yang tetap tenang. "Apa yang
ditakutkan? Tak ada bahaya, kok," tutur Purwodiharjo, seorang
penduduk. Ia terus saja menggarap 0,5 hektar ladangnya di Desa
Kepucukan. Hasilnya memang lumayan. Sekali panen ia bisa membawa
pulang 5 kuintal jagung. Dan Wahnu, buruh tani di Kepucukan,
merasa aman bekerja, karena "sudah biasa dan saya tahu kalau ada
gas beracun." Tapi barangkali ia lupa, gas beracun itu merayap
pelan-pelan dan hampir tak kelihatan--seperti terjadi 1979.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini