Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

PMI Demo Kedubes Myanmar, Tuntut Selamatkan WNI Korban TPPO

SBMI mendesak pemerintah Myanmar dan Indonesia segera mengambil tindakan konkret menyelamatkan pekerja migran yang menjadi korban TPPO.

3 Februari 2025 | 14.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) bersama para keluarga korban dan pekerja migran Indonesia (PMI) korban industri online scam di Myanmar melakukan aksi damai di depan Kedutaan Besar Myanmar untuk Indonesia di Jakarta, 3 Februari 2025. Dok. SBMI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) bersama para keluarga korban dan pekerja migran Indonesia (PMI) korban industri online scam di Myanmar melakukan aksi damai di depan Kedutaan Besar Myanmar untuk Indonesia di Jakarta, Senin pagi, 3 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka mendesak pemerintah Myanmar dan Indonesia segera mengambil tindakan konkret menyelamatkan WNI yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) online scam di Myanmar. 

“Saat ini SBMI mendampingi 79 orang yang disekap oleh berbagai perusahaan di Myawady, Myanmar,” kata Hariyanto dalam keterangannya kepada Tempo, 3 Februari 2025.

Menurut Hariyanto, buruh migran Indonesia tersebut mengalami penyiksaan, kekerasan, intimidasi, dan isolasi dari dunia luar. SBMI bersama keluarga korban telah melaporkan kasus ini kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia, Lapor Mas Wapres, Kantor Staf Presiden, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dan Komnas HAM sejak Agustus 2024.

“Sangat disayangkan hingga saat ini belum ada kejelasan perkembangan informasi untuk evakuasi para WNI,” ujarnya.

Yeni, salah satu anggota keluarga korban, menyampaikan kemarahan dan kesedihan terhadap perlakuan tidak manusiawi yang dialami adiknya. Ia menceritakan adiknya dipaksa bekerja dalam kondisi kejam, mengalami kekerasan fisik dan verbal. Keluarga menjelaskan bahwa adiknya hanya diberikan waktu istirahat selama empat jam sehari, mendapat makanan terbatas, dan hingga kini belum menerima gaji, serta sering disuruh berlari keliling lapangan sebagai hukuman.

“Adik saya sejak 14 Agustus 2024 sudah pergi ke Myanmar, dan hingga saat ini belum kembali. Kalau ada kesempatan ia masih bisa menghubungi kami keluarganya dan
permintaannya hanya ingin kembali ke Indonesia,” cerita Yeni. 

Yeni mendapat kabar kalau adiknya mengalami kekerasan oleh para atasannya di Myanmar dan belum mendapat gaji sama sekali. Ia berharap pemerintah bisa segera memulangkan adiknya ke tanah air. 

PMI korban TPPO yang berhasil pulang ke Indonesia, Rian, mengaku direkrut dan diiming-imingi bekerja di luar negeri secara prosedural dan mendapat gaji tinggi. Namun, setelah sampai di Myanmar, Rian merasa ada yang tidak beres pada perusahaan tersebut.

Ia bercerita, awalnya ditempatkan di bagian perekrutan, tetapi saya menolak melanjutkan pekerjaan tersebut karena tidak ingin orang lain mengalami hal yang sama sepertinya.

“Penolakan saya berujung pada hukuman fisik dan kekerasan verbal yang diberikan secara terus-menerus hingga akhirnya saya dipindahkan ke divisi bisnis, yang sebenarnya tetap merupakan bagian dari skema penipuan,” kata Rian. “Saya, bersama yang lain, terjebak di sana selama empat bulan sebelum akhirnya berhasil keluar pada November 2024.”

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus